Pada Kala Miosen Tengah di Cekungan Kutai
terbentuk Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk) yang keduanya
berhubungan saling menjari dan menindih secara tidak selaras Formasi Berai
(Tomb), Montalat (Tomm), Jangkan (Tomj), Keramuan (Tomk), Purukcahu (Tomc),
Penuut (Toml) dan Gunungapi Malasan (Tom).
Pada kala yang sama yakni Miosen Tengah, di
Cekungan Mahakam terbentuk Formasi Pulau Balang (Tmpb) yang disertai kegiatan
gunungapi Meragoh. Beberapa satuan batuan anggota kedua formasi ini, secara
setempat berhubungan saling menjari. Selanjutnya terbentuk lagi Formasi
Balikpapan (Tmbp) yang secara tidak selaras menindih Formasi Pulau Balang
(Tmpb) dan Formasi Batuan Gunungapi Meragoh (Tmm).
Pada Kala Miosen Akhir hingga Plistosen
(Kuarter), dalam Cekugan Kutai terjadi lagi kegiatan gunungapi Mentulang dan Bandang (TmQm), yang
menindih secara tidak selaras Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk).
Pada Kala Pliosen hingga Plistosen (Kuarter), di
dalam Cekungan Mahakam terbentuk Formasi Kampungbaru (Tpkb) yang menindih
secara tidak selaras Formasi Balikpapan (Tmbp).
Pada Kala Holosen (Kuarter), di dalam Cekungan
Mahakam dan Kutai, terbentuk endapan material hasil desintegrasi, transportasi
serta denudasi berbagai macam batuan yang membentuk endapan kuarter.
Endapan kuarter tersebut adalah Aluvium Sungai
(Qa), Aluvium Rawa (Q1) serta Aluvium Pantai (Qs). Litologi batuan yang
menyusun endapan kuarter tersebut umumnya mempunyai sifat belum terkonsolidasi,
mudah lepas ikatan antar butirannya, bentuk membulat dan kegiatannya masih
terus berlangsung hingga kini.
Menurut peneliti yang lain, secara regional di
daerah Kalimantan, litologi penyusun Zona Cekungan Mahakam dan Kutai yang
tersingkap sekarang antara lain didominasi oleh Endapan Kuarter dan
batuan-batuan Sedimen berumur Paleosen (Tersier Awal) hingga Plistosen atau
Kuarter Awal (W. Hamilton, 1978; Halien, 1969 dan Pupiluli, 1973 dalam Rienno Ismail, 2008).
W.
Hamilton (1978) dalam Rienno Ismail (2008), juga menyatakan bahwa
secara regional, di daerah Kalimantan batuan dasarnya yang tersingkap antara lain terdiri dari
batuan sedimen, beku dan malihan serta kombinasi dari ketiganya, yang diduga
berumur Pra-Trias (Perem) pada Masa Paleozoikum hingga Masa Mesozoikum yang
berumur Kapur Akhir.
Cekungan Kutai
berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, secara
geografis daerah tersebut terletak antara ( 0o - 6 o) LU,
( 0o - 9 o) LS dan 116o30’ - 116o45’
Cekungan
Kutai yang luasnya + 50.000 km2, cekungan ini mulai diisi
sedimen pada permulaan Tersier
sampai Kuarter. Dataran cekungan ini terus melebar ke arah Timur. Pengisisan cekungan ini dimulai dari lingkungan laut
sampai fluvial, pada pengendapan lingkungan paralik banyak diendapkan batubara
yang diselingi endapan sedimen. Pada Miosen Bawah terjadi siklus regresi,
lingkungan daratan mulai melebar ke arah Timur Laut. Di atas endapan tersier diendapakan aluvium yang terdiri dari lempung, lanau
dan gambut, endapan ini mengisi bagian yang rendah.
Stratigrafi
daerah Cekungan Kutai merupakan endapan-endapan sedimen Tersier sebagai hasil
dari siklus transgresi dan regresi laut dan memiliki kesebandingan dengan
cekungan Barito serta Cekungan Tarakan (Satyana et al., 1999 dalam Rienno
Ismail, 2008). Urutan transgresif dapat ditemukan dengan baik di sepanjang
daerah pinggiran cekungan tanpa endapan klastik yang berbutir kasar dan serpih
yang diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal
Urutan
regresif Cekungan Kutai mengandung endapan klastik delta hingga paralis yang
banyak mengandung lapisan batubara dan lignit. Sistem delta yang berumur Miosen
Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan ke arah tenggara. Progradasi
ke arah timur dan tumbuhnya delta yang terus menerus sepanjang waktu
diselang-selingi oleh fasa transgresif secara lokal (Koesoemadinata, 1978 op
cit Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Batupasir yang terbentuk
di delta plain dan delta front yang regresif berumur Miosen
Tengah merupakan reservoir di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Cekungan
Kutai.
Batuan
tertua yang ada di Cekungan Kutai berupa batuan metamorf yang menjadi pembentuk
batuan dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum (Satyana et al., 1999 dalam
Rienno Ismail, 2008). Di atas batuan dasar ini secara tidak selaras diendapkan
Formasi Kiham Haloq berupa alluvial berumur Paleosen yang terletak dekat dengan
batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000 dalam Rienno Ismail, 2008).
Pada kala Eosen cekungan terus mengalami pendalaman akibat pemekaran batuan
dasar, sehingga terjadi peristiwa transgresi yang mengendapkan Formasi Mangkupa
berupa serpih yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka hingga marginal
marine (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Sedimen
siliklastik kasar kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa, yaitu Formasi
Beriun yang berasosiasi dengan serpih pada beberapa tempat, hal ini mengindikasikan
terjadinya pengangkatan secara lokal. Setelah pengendapan Formasi
Beriun, transgresi
terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan berupa serpih laut dalam, serta
Formasi Kedango berupa batuan karbonat (Satyana et al., 1999 dalam Rienno
Ismail, 2008).
Di
atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang tersusun atas
batulempung, serpih dengan sisipan napal, batupasir, dan batugamping. Formasi
ini terbentuk pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan
berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase regresif yang berkembang di
Cekungan Kutai dan mengalami progradasi secara cepat ke arah timur (Satyana et
al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Formasi
Bebulu diendapakan di atas formasi Pamaluan secara selaras , tersusun atas
batugamping dengan sisipan lanau dan napal yang merupakan endapan karbonat fasa
regresif (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Formasi ini berumur
Miosen Awal-akhir Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut dangkal (Satyana
et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Formasi
Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu. Formasi ini
tersusun atas perselingan graywacke
dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan
tuff dasit. Umur Formasi Pulubalang adalah Miosen Tengah dengann lingkungan
pengendapan darat hingga laut dangkal (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno
Ismail, 2008).
Formasi Balikpapan terbentuk dalam lingkungan
peng-endapan delta atau litoral hingga laut dangkal terbuka, dengan kisaran
umur Miosen
Tengah hingga Miosen Akhir, diduga mempunyai ketebalan formasi 1.800 m, terdapat
secara tidak
selaras di bawah Formasi
Kampungbaru. Terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan
sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Lapisan batupasir kuarsa berbutir halus sampai sedang,
terpilah cukup baik dengan kandungan mineral kuarsa sekitar 70 %, bersifat
kurang padat, bersisipan oksida besi setebal 30 cm, lignit setebal 50 cm-150
cm, dan serpih setebal 30 cm, serta lensa-lensa batugamping setebal 10 cm - 50
cm yang bersifat keras, pejal dan pasiran.
Formasi Kampung Baru diendapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Balikpapan. Terdiri dari lapisan batupasir kuarsa bersisipan dengan batulempung,
batulanau, konglomerat aneka bahan, lignit, gambut dan oksida besi. Lapisan batupasir kuarsa, sedikit mengandung feldspar dan karbon,
berbutir halus sampai menengah, terpilah baik, mudah lepas ikatan antar
butirannya. Lapisan batulempung tufan, berlapis tipis, terdapat
alur nodul lempung setebal 1 cm dengan inti kuarsa. Lapisan batulanau, berwarna kehijauan, setempat berselingan dengan gambut
setebal 1 cm. Konglomerat aneka bahan,
bagian bawah terdiri atas komponen basal dan kuarsa berukuran butir 0,5 cm sampai 2 cm serta setempat mencapai 5 cm,
matriks batupasir kuarsa, berstruktur perlapisan silang-siur, berlapisan;
bagian atas komponen makin mengecil dan batupasir makin menyolok serta
berstruktur silang-siur.
Lapisan lignit dan gambut tersebar tidak merata
dengan ketebalan mencapai 1,5 m. Oksida
besi sebagai sisipan dengan ketebalan 2 cm sampai 3 cm, dan nodul bergaris
tengah 1 cm sampai 5 cm.
Formasi Kampungbaru terbentuk dalam lingkungan
pengendapan delta hingga laut dangkal, dengan kisaran umur
Kala Miosen
Akhir sampai Plio-Pleistosen, diduga mempunyai
ketebalan formasi berkisar antara 250 m sampai 800 m.
Endapan
kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan endapan pantai
yang terbentuk pada lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta dengan hubungan yang
bersifat tidak selaras terhadap batuan di bawahnya. Endapan ini memiliki penyebaran
sepanjang pantai timur dan merupakan produk dari Delta Mahakam modern yang
masih berkembang terus hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar