Sabtu, 14 Juli 2012

Stratigrafi Regional Cekungan Kutai



Pada Kala Miosen Tengah di Cekungan Kutai terbentuk Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk) yang keduanya berhubungan saling menjari dan menindih secara tidak selaras Formasi Berai (Tomb), Montalat (Tomm), Jangkan (Tomj), Keramuan (Tomk), Purukcahu (Tomc), Penuut (Toml) dan Gunungapi Malasan (Tom).
Pada kala yang sama yakni Miosen Tengah, di Cekungan Mahakam terbentuk Formasi Pulau Balang (Tmpb) yang disertai kegiatan gunungapi Meragoh. Beberapa satuan batuan anggota kedua formasi ini, secara setempat berhubungan saling menjari. Selanjutnya terbentuk lagi Formasi Balikpapan (Tmbp) yang secara tidak selaras menindih Formasi Pulau Balang (Tmpb) dan Formasi Batuan Gunungapi Meragoh (Tmm).
Pada Kala Miosen Akhir hingga Plistosen (Kuarter), dalam Cekugan Kutai terjadi lagi kegiatan gunungapi Mentulang dan Bandang (TmQm), yang menindih secara tidak selaras Formasi Warukin (Tmw) dan Formasi Kelinjau (Tmk).
Pada Kala Pliosen hingga Plistosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam terbentuk Formasi Kampungbaru (Tpkb) yang menindih secara tidak selaras Formasi Balikpapan (Tmbp).
Pada Kala Holosen (Kuarter), di dalam Cekungan Mahakam dan Kutai, terbentuk endapan material hasil desintegrasi, transportasi serta denudasi berbagai macam batuan yang membentuk endapan kuarter.
Endapan kuarter tersebut adalah Aluvium Sungai (Qa), Aluvium Rawa (Q1) serta Aluvium Pantai (Qs). Litologi batuan yang menyusun endapan kuarter tersebut umumnya mempunyai sifat belum terkonsolidasi, mudah lepas ikatan antar butirannya, bentuk membulat dan kegiatannya masih terus berlangsung hingga kini.
Menurut peneliti yang lain, secara regional di daerah Kalimantan, litologi penyusun Zona Cekungan Mahakam dan Kutai yang tersingkap sekarang antara lain didominasi oleh Endapan Kuarter dan batuan-batuan Sedimen berumur Paleosen (Tersier Awal) hingga Plistosen atau Kuarter Awal (W. Hamilton, 1978; Halien, 1969 dan Pupiluli, 1973 dalam Rienno Ismail, 2008).
W. Hamilton (1978) dalam Rienno Ismail (2008), juga menyatakan bahwa secara regional, di daerah Kalimantan batuan dasarnya yang tersingkap antara lain terdiri dari batuan sedimen, beku dan malihan serta kombinasi dari ketiganya, yang diduga berumur Pra-Trias (Perem) pada Masa Paleozoikum hingga Masa Mesozoikum yang berumur Kapur Akhir.
Cekungan Kutai berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, secara geografis daerah tersebut terletak antara ( 0o - 6 o) LU, ( 0o - 9 o) LS dan 116o30- 116o45
Cekungan Kutai yang luasnya + 50.000 km2, cekungan ini mulai diisi sedimen pada permulaan Tersier sampai Kuarter. Dataran cekungan ini terus melebar ke arah Timur. Pengisisan cekungan ini dimulai dari lingkungan laut sampai fluvial, pada pengendapan lingkungan paralik banyak diendapkan batubara yang diselingi endapan sedimen. Pada Miosen Bawah terjadi siklus regresi, lingkungan daratan mulai melebar ke arah Timur Laut. Di atas endapan tersier diendapakan aluvium yang terdiri dari lempung, lanau dan gambut, endapan ini mengisi bagian yang rendah. 
Stratigrafi daerah Cekungan Kutai merupakan endapan-endapan sedimen Tersier sebagai hasil dari siklus transgresi dan regresi laut dan memiliki kesebandingan dengan cekungan Barito serta Cekungan Tarakan (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Urutan transgresif dapat ditemukan dengan baik di sepanjang daerah pinggiran cekungan tanpa endapan klastik yang berbutir kasar dan serpih yang diendapkan pada lingkungan paralis hingga laut dangkal
Urutan regresif Cekungan Kutai mengandung endapan klastik delta hingga paralis yang banyak mengandung lapisan batubara dan lignit. Sistem delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan ke arah tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta yang terus menerus sepanjang waktu diselang-selingi oleh fasa transgresif secara lokal (Koesoemadinata, 1978 op cit Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Batupasir yang terbentuk di delta plain dan delta front yang regresif berumur Miosen Tengah merupakan reservoir di sejumlah lapangan minyak dan gas bumi di Cekungan Kutai.
Batuan tertua yang ada di Cekungan Kutai berupa batuan metamorf yang menjadi pembentuk batuan dasar dan berumur Paleozoikum dan Mesozoikum (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Di atas batuan dasar ini secara tidak selaras diendapkan Formasi Kiham Haloq berupa alluvial berumur Paleosen yang terletak dekat dengan batas cekungan bagian barat (Moss dan Chambers, 2000 dalam Rienno Ismail, 2008). Pada kala Eosen cekungan terus mengalami pendalaman akibat pemekaran batuan dasar, sehingga terjadi peristiwa transgresi yang mengendapkan Formasi Mangkupa berupa serpih yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka hingga marginal marine (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Sedimen siliklastik kasar kemudian diendapkan di atas Formasi Mangkupa, yaitu Formasi Beriun yang berasosiasi dengan serpih pada beberapa tempat, hal ini mengindikasikan terjadinya pengangkatan secara lokal. Setelah pengendapan Formasi
Beriun, transgresi terjadi kembali dan diendapkan Formasi Atan berupa serpih laut dalam, serta Formasi Kedango berupa batuan karbonat (Satyana et al., 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Di atas Formasi Atan dan Kedango, diendapkan Formasi Pamaluan yang tersusun atas batulempung, serpih dengan sisipan napal, batupasir, dan batugamping. Formasi ini terbentuk pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan berupa laut dalam. Formasi Pamaluan adalah fase regresif yang berkembang di Cekungan Kutai dan mengalami progradasi secara cepat ke arah timur (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Formasi Bebulu diendapakan di atas formasi Pamaluan secara selaras , tersusun atas batugamping dengan sisipan lanau dan napal yang merupakan endapan karbonat fasa regresif (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008). Formasi ini berumur Miosen Awal-akhir Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut dangkal (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Formasi Pulubalang diendapkan secara selaras di atas Formasi Bebulu. Formasi ini tersusun atas perselingan graywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan tuff dasit. Umur Formasi Pulubalang adalah Miosen Tengah dengann lingkungan pengendapan darat hingga laut dangkal (Satyana et al,. 1999 dalam Rienno Ismail, 2008).
Formasi Balikpapan terbentuk dalam lingkungan peng-endapan delta atau litoral hingga laut dangkal terbuka, dengan kisaran umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, diduga mempunyai ketebalan formasi 1.800 m, terdapat secara tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru. Terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Lapisan batupasir kuarsa berbutir halus sampai sedang, terpilah cukup baik dengan kandungan mineral kuarsa sekitar 70 %, bersifat kurang padat, bersisipan oksida besi setebal 30 cm, lignit setebal 50 cm-150 cm, dan serpih setebal 30 cm, serta lensa-lensa batugamping setebal 10 cm - 50 cm yang bersifat keras, pejal dan pasiran.
Formasi Kampung Baru diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Balikpapan. Terdiri dari lapisan batupasir kuarsa bersisipan dengan batulempung, batulanau, konglomerat aneka bahan, lignit, gambut dan oksida besi. Lapisan batupasir kuarsa, sedikit mengandung feldspar dan karbon, berbutir halus sampai menengah, terpilah baik, mudah lepas ikatan antar butirannya. Lapisan batulempung tufan, berlapis tipis, terdapat alur nodul lempung setebal 1 cm dengan inti kuarsa. Lapisan batulanau, berwarna kehijauan, setempat berselingan dengan gambut setebal 1 cm. Konglomerat aneka bahan, bagian bawah terdiri atas komponen basal dan kuarsa berukuran butir 0,5  cm sampai 2 cm serta setempat mencapai 5 cm, matriks batupasir kuarsa, berstruktur perlapisan silang-siur, berlapisan; bagian atas komponen makin mengecil dan batupasir makin menyolok serta berstruktur silang-siur. Lapisan lignit dan gambut tersebar tidak merata dengan ketebalan mencapai 1,5 m.  Oksida besi sebagai sisipan dengan ketebalan 2 cm sampai 3 cm, dan nodul bergaris tengah 1 cm sampai 5 cm. Formasi Kampungbaru terbentuk dalam lingkungan pengendapan delta hingga laut dangkal, dengan kisaran umur Kala Miosen Akhir sampai Plio-Pleistosen, diduga mempunyai ketebalan formasi berkisar antara 250 m sampai 800 m.
Endapan kuarter Delta Mahakam tersusun dari pasir, lumpur, kerikil dan endapan pantai yang terbentuk pada lingkungan sungai, rawa, pantai, dan delta dengan hubungan yang bersifat tidak selaras terhadap batuan di bawahnya. Endapan ini memiliki penyebaran sepanjang pantai timur dan merupakan produk dari Delta Mahakam modern yang masih berkembang terus hingga sekarang.

Tidak ada komentar: