Senin, 19 Oktober 2009

Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang Dari Dua Buah Kemiringan Semu

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Maksud dan Tujuan
I.1 Maksud
• Menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang
• Menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang sama
• Menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda
• Menggambarkan proyeksi bidang dalam diagram blok

I.2 Tujuan

• Mengetahui arah gaya suatu deformasi batuan
• Dapat menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang
• Dapat menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang sama
• Dapat menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda
• Mengetahui proyeksi bidang dalam diagram blok








BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Geologi Struktur
Geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang bangun,bentuk dan susunan batuan penyusun kulit bumi yang di hasilkan oleh gerak-gerak yang ada dari dalam bumi. Kenampakan yang di hasilkan oleh gerak-gerak tersebut antara lain struktur lipatan (fold), kekar (joint), patahan/sesar (fault) dan ketidakselarasan (unconformity).
2.2Tujuan Peneliti Geologi Struktur
Merkonstruksi kedudukan litologi yang telah mengalami proses deformasi dengan tujuan :
1. mengetahui arah gaya
2. mengetahui deformasi batuan yang dihasilkan
3. mengetahui penyebaran material alam yang berharga ekonomis
4. mengetahui penyebaran akumulasi minyak di dalam permukaan bumi
5. membantu dalam bidang geologi teknik
6. dan lain-lain

2.3 Tahapan Penelitian Geologi Struktur
Tahapan dalam penelitian geologi struktur di bagi menjadi tiga bagian analisa, meliputi :
A. Analisa Deskriptif
• Mengenal unsur struktur geologi di lapangan
• Mendeskripsikan yang merupakan sifat fisiknya dan geometrinya
• Mengukur kedudukan unsur-unsur struktur ( garis, bidang, sudut )
• Menggambarkan pada peta dan penampang

B. Analisa Kinematik
• Mengamati perubahan yang terjadi pada batuan (deformasi), yang berhubungan dengan pembentukan sruktur, meliputi :
• Mengamati perubahan yang terjadi pada batuan (deformasi ), yang berhubungan dengan pembentukan struktur meliputi :
1. Pergerakan translasi dan rotasi
2. Perubahan bentuk (dilatasi) dan ukuran (distorsi)

C. Analisa Dinamik
• Mempelajari ”penyebab/proses” yang terjadi pada batuan


2.4 Pengertian Gaya
Adanya aktivitas tenaga endogen – tektonik menyebabkan terjadinya deformasi pada kulit bumi. Deformasi pada batuan penyusun kulit bumi menghasilkan bangun kulit bumi yang beraneka ragam.
Perubahan – perubahan tersebut terjadi karena adanya tegasan (Stress) pada kulit bumi.
Gaya adalah vektor yang mempunyai besaran dan arah tertentu dan mempunyai kemampuan untuk mengubah pergerakan (motion) dari suatu benda. Besarnya gaya dinyatakan dalam satuan dyne

2.5 Macam Gaya
Macam – macam gaya yang bekerja pada kulit bumi
1. Tension
Suatu benda disebut terkena gaya tension, jika gaya eksternal yang bekerja saling menarik (PULL APART). Arah gaya saling menjauh satu sama lain.
2. Compression
Suatu benda disebut terkena gaya compression, jika gaya eksternal yang bekerja saling menekan (COMPRESS). Arah gaya saling mendekat.
3. Gaya couple
Gaya couple terdiri dari dua gaya yang seimbang yang bekerja pada bidang yang sama (tetapi tidak pada sisi yang sama), yang arahnya saling berlawanan.
4. Torsion
Torsion dihasilkan oleh twisting. Yaitu jika dua ujung benda diputar dengan arah gaya yang berlawanan pada masing-masing ujungnya.
.
Gambar 1.Macam bentuk gaya : Tension, Compression dan Couple

Gambar 2. Bentuk Gaya Torsion
2.6 Stress dan Strain
Stress (Tegasan) adalah besarnya gaya yang mengenai benda per satuan luas. Tegasan yang bekerja pada sebuah benda berbentuk kubus, arah tegasan yang bekerja tegak lurus permukaan sisi kubus disebut tegasan utama (principal stress).
Apabila hanya ada satu arah tegasan utama yang bekerja pada kubus disebut unia9ial compression. (jika 2 arah : bia9ial compression dan 3 arah : tria9ial compression)
Sumbu tegasan utama yang bekerja pada kubus selalu saling tegak lurus satu sama lain. Strain adalah deformasi yang disebabkan oleh stress
Deformasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (DISTORSION) dan volume (DILATION) tubuh batuan sehingga dapat menghasilkan perubahan posisi (TRANSLATION) dan orientasi (ROTATION).

2.7 Perlapisan miring (bidang miring).
Kedudukan suatu garis dinyatakan dengan bearing dan plunge (penunjaman=inklinasi).
 Bearing yaitu sudut horisontal antara suatu garis dengan koordinat tertentu, biasanya utara selatan.
 Plunge, yaitu sudut vertikal yang di ukur ke arah bawah pada bidang vertikal antara horisontal dan garis.

Kedudukan suatu bidang dinyatakan dengan strike(jurus) dan dip (kemiringan).
 Jurus yaitu bearing dari suatu garis horisontal pada bidang mirig atau arah garis yang di bentuk oleh perpotongan bidang miring dengan bidang horisontal.
 Kemiringan, kemiringan maksimum dari bidang miring atau sudut antara bidang horisontal dan bidang miring yang di ukur vertikal pada arah tegak lurus terhadap jurus.
 Kemiringan semu, yaitu kemiringan bidang miring yang diukur tidak tegak lurus terhadap jurus.

2.8 Data-Data yang di Butuhkan Dalam Pengukuran
Data-data yang harus ada dalam pengukuran true dip adalah :
1. Letak dan kemiringan pengukuran
2. Arah Sayatan tegak dimana apparent dip diukur
3. Besar kemiringan semu


BAB III
METODOLOGI

III.1 Instrumentasi
III.1.2 Alat :
• Pensil
• Penghapus
• Drawing pen 2 warna
• Penggaris panjang
• Busur lingkar 3600
III.1.2 Bahan :
• Kertas HVS 5 Lembar atau sesuai kebutuhan

III.2 Cara Kerja
III.2.1 Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama
1. Gambarkan rebahan masing-masing bidang yang memuat kemiringan semu sesuai dengan arahnya di titik O dengan kedalaman d sehingga menghasilkan OCF dan ODE
2. Hubungkan titik D dan C. Garis DC merupakan proyeksi horisontal Jurus bidang ABFE : N Z0 E
3. Melalui O buatlah garis tegak lurus DC. Sudut LOK merupakan kemiringan sebenarnya dari bidang ABFE
4. Jadi kedudukan bidang tersebut adalah N Z0 E/a0


III.2.2 Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Berbeda (Cara 1)
1. Gambarkan rebahan masing-masing bidang yang memuat kemiringan semu di O dan P sesuai dengan besar dan arahnya sehingga menghasilkan bidang ODE dan PGF
2. Gambarkan lokasi ketinggian 300 meter pada garis OE dengan cara membuat garis tegak lurus OD berjarak 100 meter (r) yang merupakan beda tinggi O dan P yaitu di Q. Proyeksikan Q pada OD sehingga diperoleh Q’. Titik Q merupakan proyeksi Q pada bidang horisontal
3. Hubungkan titik P dan Q, PQ merupakan proyeksi horisontal jurus bidang ABFE pada ketinggian 300 meter
4. Melalui G buat garis tegak lurus PQ’ sehingga memotong di V
5. Ukur VW pada garis PQ’ sepanjang d. Sudut VOW merupakan kemiringan sebenarnya dari bidang ABFE
6. Jadi kedudukan bidang terebut adalah N Z0 E /a0

III.2.3 Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama
Prinsip yang dipakai adalah menggunakan bidang proyeksi sebagai referensi di atas titik paling tinggi.
1. Plotkan titik O dan P. Melalui titik O dan P ini buat kedudukan arah penampang pengukuran yaitu N90E pada O dan NY0E pada P. Kedudukan garis perpanjangan bertemu di Z.
2. Dari O buat garis tegak lurus ZO, lalu buat garis sejajar ZO berjarak h ( h adalah jarak titik O dengan bidang proyeksi di atas O). Perpotongannya O (letak titik pengukuran O yang sebenarnya ). Demikian juga untuk titik P, buat garis tegak lurus ZP, buat garis sejajar ZP sehingga garis berpotongan di P berjarak T (T adalahjarak titik P dengan bidang proyeksi = d + (tinggi O-tinggi P ) = d + r
3. Melalui O buat garis menyudut sebesar dip terhadap garis sejajar OZ yang melalui O. Hati- hati cara mengeplot. Garis tersebut memotong garis OZ di titik A. Kerjakan dengan cara yang sama untuk titip P, buat garis menyudut melalui P hingg memotong ZP dititk B
4. Hubungkan titik A dan B yang merupakan jurus lapisan yang di cari
5. Buat garis tegak lurus garis AB melalui Z, memotong di titik Q. Buat garis sejajar AB melalui O, plotkan titik S pada garis tersebut yang berjarak r dan Q
6. Hubungkan S dan Q. Maka sudut SQQ adalah true dip yang dicari. Mencari true dip bisa juga dari P, dengan jarak titik P sebesar r.


















BAB IV
SOAL DAN PENYELESAIAN

IV.1 Soal
TUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1: MENENTUKAN JURUS DAN KEMIRINGAN STRUKTUR BIDANG DARI DUA BUAH KEMIRINGAN SEMU.
1. Pada lokasi A diukur dua kemiringan semu, masing – masing pada arah N29oE/59o dan pada arah N299oE/29o.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang yang sesungguhnya!
2. Pada lokasi B diukur dua kemiringan semu, masing – masing pada arah N79oE/49o dan pada arah N159oE/59o.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang yang sesungguhnya!
3. Pada lokasi C dengan ketinggian 500m dpl diukur kemiringan semu 39o pada arah N129oE dan pada lokasi D dengan ketinggian 350m dpl diukur kemiringan semu 29o pada arah N59oE. Lokasi D berada N30oE dari lokasi C dengan jarak 300m.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang sesungguhnya! (rekonstruksi cara 1 dan cara 2, serta diagram blok).
4. Lokasi O dengan ketinggian 370m dpl diukur kemiringan semu 25o pada arah N299oE dan lokasi P dengan ketinggian 280m dpl diukur kemiringan semu 30o pada arah N39oE. Lokasi P berada N25oE dari O dengan jarak 299m.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang sesungguhnya! (rekonstruksi cara 1 dan cara 2, serta diagram blok).



IV.2 Penyelesaian




























DAFTAR PUSTAKA

Vanadia.2007.Kumpulan Diktat Praktikum Geologi Struktur. Semarang : Universitas Diponegoro.
Microsoft student with encarta premium 2008/ geology_structure.
Rachwibowo,Prakosa.2006.Panduan Praktikum Geologi Fisik Dan Dinamik. Universitas Diponegoro : Semarang.
www.wikipedia.org/geology_structure.
www.aryadhani.blogspot.com.

seng (Zn)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).Kuningan, yang merupakan campuran aloi tembaga dan seng, telah lama digunakan paling tidak sejak abad ke-10 SM. Logam seng tak murni mulai diproduksi secara besar-besaran pada abad ke-13 di India, manakala logam ini masih belum di kenal oleh bangsa Eropa sampai dengan akhir abad ke-16. Para alkimiawan membakar seng untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai "salju putih" ataupun "wol filsuf". Kimiawan Jerman Andreas Sigismund Marggraf umumnya dianggap sebagai penemu logam seng murni pada tahun 1746. Karya Luigi Galvani dan Alessandro Volta berhasil menyingkap sifat-sifat elektrokimia seng pada tahun 1800. Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng. Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan aloi.
Terdapat berbagai jenis senyawa seng yang dapat ditemukan, seperti seng karbonat dan seng glukonat (suplemen makanan), seng klorida (pada deodoran), seng pirition (pada sampo anti ketombe), seng sulfida (pada cat berpendar), dan seng metil ataupun seng dietil di laboratorium organik.
Dari pernyataan di atas maka penulis akan mencoba mendiskripsikan mengenai unsur umum seng. Baik itu merupakan pengertian seng, sifat fisik, keberadaan unsur seng di muka bumi, bentuk isotop dari seng, sifat-sifat kimia seng, senyawa-senyawa dari unsur seng dan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.





1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang melandasi penulisan mengenai unsur seng adalah untuk menjelaskan secara umum tentang unsur seng yang ada di muka bumi dan bagaimana proses pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
• Mencari informasi tentang pengertian umum mengenai unsure seng.
• Mengetahui manfaat unsur seng bagi kehidupan manusia.
• Menjelaskan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi barang jadi.
1.3.2 Tujuan
• Mahasiswa dapat mengetahui pengertian umum unsur seng yang ada di muka bumi.
• Dapat mengetahui bagaimana proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
• Dapat mengetahui manfaat aplikasi seng dalam kehidupan sehari-hari.
1.4 Sasaran
Tulisan ini diajukan kepada seluruh mahasiswa, terutama mahasiswa yang terjun dan tertarik dalam bidang kimiawi. Juga tulisan ini diajukan kepada dosen atau tenaga pengajar pengampu mata kuliah di bidang kima baik, kimia murni atau kimia terapan.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup substansial bahasan pada tulisan ini adalah terdiri dari pengertian unsur seng secara umum, sifat fisik, keberadaan unsur seng di muka bumi, bentuk isotop dari seng, sifat-sifat kimia seng, senyawa-senyawa dari unsur seng dan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.

1.6 Sistematika Penulisan
Makalah in terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Bab I pendahuluan
Pendahuluan merupakan bagian yang menjelaskan makalah ini sendiri, tidak mencakup materi pembahasan. Pendahuluan terdiri dari :
a) Latar belakang
b) Perumn masalah
c) Sasaran
d) Ruang lingkup
e) Kerangka pikiran
f) Sistematika penulisan
2. Bab II Pembahasan
Bab ini merupakan inti dari makalah, yang membahas segala permasalahan, proses, maupun solusi.
3. Bab III Kesimpulan dan Saran
Berisi penarikan kesimpulan atas pembahasan yang telah diuraikan dan saran-saran untuk diperhatikan oleh pembaca.









BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Unsur Seng
Seng diambil dari bahasa Belanda yaitu zink adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa aspek kimiawi seng mirip dengan magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
Kuningan, yang merupakan campuran aloi tembaga dan seng, telah lama digunakan paling tidak sejak abad ke-10 SM. Logam seng tak murni mulai diproduksi secara besar-besaran pada abad ke-13 di India, manakala logam ini masih belum di kenal oleh bangsa Eropa sampai dengan akhir abad ke-16. Para alkimiawan membakar seng untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai "salju putih" ataupun "wol filsuf". Kimiawan Jerman Andreas Sigismund Marggraf umumnya dianggap sebagai penemu logam seng murni pada tahun 1746. Karya Luigi Galvani dan Alessandro Volta berhasil menyingkap sifat-sifat elektrokimia seng pada tahun 1800. Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng. Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan aloi.
Terdapat berbagai jenis senyawa seng yang dapat ditemukan, seperti seng karbonat dan seng glukonat (suplemen makanan), seng klorida (pada deodoran), seng pirition (pada sampo anti ketombe), seng sulfida (pada cat berpendar), dan seng metil ataupun seng dietil di laboratorium organik.
Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh. Terdapat sekitar dua milyar orang di negara-negara berkembang yang kekurangan asupan seng. Defisiensi ini juga dapat menyebabkan banyak penyakit. Pada anak-anak, defisiensi ini menyebabkan gangguan pertumbuhan, mempengaruhi pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, dan setiap tahunnya menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di seluruh dunia. Konsumsi seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia, lemah lesu, dan defisiensi tembaga.
Dalam bahasa sehari-hari, seng juga dimaksudkan sebagai pelat seng yang digunakan sebagai bahan bangunan.

II.2 Sifat Fisik
Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan bersifat diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada besi dan berstruktur kristal heksagonal.Lehto 1968, p. 826
Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, namun menjadi dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 °C. Di atas 210 °C, logam ini kembali menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukul-mukulnya. Seng juga mampu menghantarkan listrik. Dibandingkan dengan logam-logam lainnya, seng memiliki titik lebur (420 °C) dan tidik didih (900 °C) yang relatif rendah. Dan sebenarnya pun, titik lebur seng merupakan yang terendah di antara semua logam-logam transisi selain raksa dan kadmium.
Terdapat banyak sekali aloi yang mengandung seng. Salah satu contohnya adalah kuningan (aloi seng dan tembaga). Logam-logam lainnya yang juga diketahui dapat membentuk aloi dengan seng adalah aluminium, antimon, bismut, emas, besi, timbal, raksa, perak, timah, magnesium, kobalt, nikel, telurium, dan natrium. Walaupun seng maupun zirkonium tidak bersifat feromagnetik, aloi ZrZn2 memperlihatkan feromagnetisme di bawah suhu 35 K.

II.3 Keberadaan Unsur seng
Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling melimpah di kerak bumi. Tanah mengandung sekitar 5–770 ppm seng dengan rata-ratanya 64 ppm. Sedangkan pada air laut kadar sengnya adalah 30 ppb dan pada atmosfer kadarnya hanya 0,1–4 µg/m3.


Gambar 1. Sfalerit (ZnS)
Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan timbal dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa unsur ini memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan dengan belerang. Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi atmosfer bumi awal yang mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah satu bentuk kristal seng sulfida, merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang untuk mendapatkan seng karena ia mengandung sekitar 60-62% seng.
Mineral lainnya juga mengandung seng meliputi smithsonit (seng karbonat), hemimorfit (seng silikat), wurtzit (bentuk seng sulfida lainnya), dan hidrozinkit. Terkecuali wurtzit, kesemua mineral ini terbentuk oleh karena proses cuaca seng sulfida primordial.
Total keseluruhan kandungan seng di seluruh dunia adalah sekitar 1,8 gigaton. Hampir sekitar 200 megatonnya dapat diperoleh secara ekonomis pada tahun 2008. Kandungan besar seng dapat ditemukan di Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Berdasarkan laju konsumsi seng sekarang ini, cadangan seng diperkirakan akan habis antara tahun 2027 sampai dengan 2055. Sekitar 346 megaton seng telah ditambang sepanjang sejarahnya sampai dengan tahun 2002. Selain itu, diperkirakan pula sekitar 109 megatonnya masih digunakan.

II.4 Isotop
Terdapat lima isotop seng yang dapat ditemukan secara alami. 64Zn merupakan isotop yang paling melimpah (48,63% kelimpahan alami). Isotop ini memiliki waktu paruh yang sangat panjang, 4.3×1018 a, sedemikiannya radioaktivitasnya dapat diabaikan. Demikian pula isotop 70Zn (0,6%) yang berwaktu paruh 1.3×1016 a tidak dianggap sebagai bersifat radioaktif. Isotop-isotop lainnya pula adalah 66Zn (28%), 67Zn (4%) dan 68Zn (19%).
Terdapat pula dua puluh lima radioisotop yang telah berhasil dikarakterisasikan. 65Zn yang berumur paruh 243,66 hari adalah radioisotop yang berumur paling lama, diikuti oleh 72Zn dengan umur paruh 46,5 jam. Seng memiliki 10 isomer inti. 69mZn merupakan isomer yang berumur paruh paling panjang dengan lama waktu 13,76 jam. Superskrip m mengindikasikan suatu isotop metastabil. Inti isotop metastabil berada dalam keadaan tereksitasi dan akan kembali ke keadaan dasarnya dengan memancarkan foton dalam bentuk sinar gama. 61Zn memiliki tiga keadaan tereksitasi dan 73Zn memiliki dua keadaan tereksitasi. Sedangkan isotop 65Zn, 71Zn, 77Zn dan 78Zn semuanya hanya memiliki satu keadaan tereksitasi.
Modus peluruhan yang paling umum untuk isotop seng bernomor massa lebih rendah daripada 64 adalah penangkapan elektron. Produk peluruhan dari penangkapan elektron ini adalah isotop tembaga.
Templat:Nuclide + e− → Templat:Nuclide
Sedangkan modus peluruhan paling umum untuk isotop seng bernomor massa lebih tinggi daripada 64 adalah peluruhan beta, yang akan menghasilkan isotop galium.
Templat:Nuclide → Templat:Nuclide + e− + νe



II.5 Sifat kimiawi
Reaktivitas seng memiliki konfigurasi elektron [Ar]3d104s2 dan merupakan unsur golongan 12 tabel periodik. Seng cukup reaktif dan merupakan reduktor kuat.. Permukaan logam seng murni akan dengan cepat mengusam, membentuk lapisan seng karbonat, Zn5(OH)6CO3, seketika berkontak dengan karbon dioksida. Lapisan ini membantu mencegah reaksi lebih lanjut dengan udara dan air.
Seng yang dibakar akan menghasilkan lidah api berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan asap seng oksida. Seng bereaksi dengan asam, basa, dan non-logam lainnya Seng yang sangat murni hanya akan bereaksi secara lambat dengan asam pada suhu kamar. Asam kuat seperti asam klorida maupun asam sulfat dapat menghilangkan lapisan pelindung seng karbonat dan reaksi seng dengan air yang ada akan melepaskan gas hidrogen.
Seng secara umum memiliki keadaan oksidasi +2. Ketika senyawa dengan keadaan oksidasi +2 terbentuk, elektron pada kelopak elektron terluar s akan terlepas, dan ion seng yang terbentuk akan memiliki konfigurasi [Ar]3d10. Hal ini mengijinkan pembentukan empat ikatan kovalen dengan menerima empat pasangan elektron dan mematuhi kaidah oktet. Stereokimia senyawa yang dibentuk ini adalah tetrahedral dan ikatan yang terbentuk dapat dikatakan sebagai sp3. Pada larutan akuatik, kompleks oktaherdal, [Zn(H2O)6]2+, merupakan spesi yang dominan. Penguapan seng yang dikombinasikan dengan seng klorida pada temperatur di atas 285 °C mengindikasikan adanya Zn2Cl2 yang terbentuk, yakni senyawa seng yang berkeadaan oksidasi +1. Tiada senyawa seng berkeadaan oksidasi selain +1 dan +2 yang diketahui. Perhitungan teoritis mengindikasikan bahwa senyawa seng dengan keadaan oksidasi +4 sangatlah tidak memungkinkan terbentuk.
Sifat kimiawi seng mirip dengan logam-logam transisi periode pertama seperti nikel dan tembaga. Ia bersifat diamagnetik dan hampir tak berwarna. Jari-jari ion seng dan magnesium juga hampir identik. Oleh karenanya, garam kedua senyawa ini akan memiliki struktur kristal yang sama. Pada kasus di mana jari-jari ion merupakan faktor penentu, sifat-sifat kimiawi keduanya akan sangat mirip. Seng cenderung membentuk ikatan kovalen berderajat tinggi. Ia juga akan membentuk senyawa kompleks dengan pendonor N- dan S-. Senyawa kompleks seng kebanyakan berkoordinasi 4 ataupun 6 walaupun koordinasi 5 juga diketahui ada.

II.6 Senyawa Seng

Gambar 2. Seng klorida
Kebanyakan metaloid dan non logam dapat membentuk senyawa biner dengan seng, terkecuali gas mulia. Oksida ZnO merupakan bubuk berwarna putih yang hampir tidak larut dalam larutan netral. Ia bersifat amfoter dan dapat larut dalam larutan asam dan basa kuat. Kalkogenida lainnya seperti ZnS, ZnSe, dan ZnTe memiliki banyak aplikasinya dalam bidang elektronik dan optik. Pniktogenida (Zn3N2, Zn3P2, Zn3As2 dan Zn3Sb2), peroksida ZnO2, hidrida ZnH2, dan karbida ZnC2 juga dikenal keberadaannya. Dari keempat unsur halida, ZnF2 memiliki sifat yang paling ionik, sedangkan sisanya (ZnCl2, ZnBr2, dan ZnI2) bertitik lebur rendah dan dianggap lebih bersifat kovalen.

Gambar 3.Sistem unsur seng asetat basa
Dalam larutan basa lemah yang mengandung ion Zn2+, hidroksida dari seng Zn(OH)2 terbentuk sebagai endapat putih. Dalam larutan yang lebih alkalin, hidroksida ini akan terlarut dalam bentuk [Zn(OH)4]2- Senyawa nitrat Zn(NO3)2, klorat Zn(ClO3)2, sulfat ZnSO4, fosfat Zn3(PO4)2, molibdat ZnMoO4, sianida Zn(CN)2, arsenit Zn(AsO2)2, arsenat Zn(AsO4)2•8H2O dan kromat ZnCrO4 merupakan beberapa contoh senyawa anorganik seng. Salah satu contoh senyawa organik paling sederhana dari seng adalah senyawa asetat Zn(O2CCH3)2.
Senyawa organoseng merupakan senyawa-senyawa yang mengandung ikatan kovalen seng-karbon. Dietilseng ((C2H5)2Zn) merupakan salah satu reagen dalam kimia sintesis. Senyawa ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1848 dari reaksi antara seng dengan etil iodida dan merupakan senyawa yang pertama kali diketahui memiliki ikatan sigma logam-karbon. Dekametildizinkosena mengandung ikatan seng-seng kovalen yang kuat pada suhu kamar.

Keterangan Umum Unsur
Nama, Lambang, Nomor atom
seng, Zn, 30
Deret kimia
logam transisi

Golongan, Periode, Blok
12, 4, d

Penampilan
abu-abu muda kebiruan


Massa atom
65,409(4) g/mol

Konfigurasi elektron
[Ar] 3d10 4s2

Jumlah elektron tiap kulit
2, 8, 18, 2
Ciri-ciri fisik
Fase
padat

Massa jenis (sekitar suhu kamar)
7,14 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur
6,57 g/cm³
Titik lebur
692,68 K
(419,53 °C, 787,15 °F)

Titik didih
1180 K
(907 °C, 1665 °F)

Kalor peleburan
7,32 kJ/mol
Kalor penguapan
123,6 kJ/mol
Kapasitas kalor
(25 °C) 25,390 J/(mol•K)
Tekanan uap

P/Pa 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T/K 610 670 750 852 990 (1185)

Ciri-ciri atom
Struktur kristal
Heksagonal
Bilangan oksidasi
2
(Oksida amfoter)

Elektronegativitas
1,65 (skala Pauling)

Energi ionisasi
pertama: 906,4 kJ/mol
ke-2: 1733,3 kJ/mol
ke-3: 3833 kJ/mol
Jari-jari atom
135 pm

Jari-jari atom (terhitung)
142 pm

Jari-jari kovalen
131 pm

Jari-jari Van der Waals
139 pm

Lain-lain
Sifat magnetik
diamagnetik

Resistivitas listrik
(20 °C) 59,0 nΩ•m
Konduktivitas termal
(300 K) 116 W/(m•K)
Ekspansi termal
(25 °C) 30,2 µm/(m•K)
Kecepatan suara
(pada wujud kawat) (suhu kamar)
(kawat tergulung) 3850 m/s

Modulus Young
108 GPa
Modulus geser
43 GPa
Modulus ruah
70 GPa
Nisbah Poisson
0,25
Skala kekerasan Mohs
2,5
Kekerasan Brinell
412 MPa
Isotop
iso
NA
waktu paruh
DM
DE (MeV)
DP

64Zn 48,6% Zn stabil dengan 34 neutron

65Zn syn
244,26 hari
ε
- 65Cu

γ
1,1155 -
66Zn 27,9% Zn stabil dengan 36 neutron

67Zn 4,1% Zn stabil dengan 37 neutron

68Zn 18,8% Zn stabil dengan 38 neutron

70Zn 0,6% Zn stabil dengan 40 neutron


Tabel 1. Keterangan Umum Unsur Seng (Zinc)

II.7 Proses Pengolahan Seng
Proses pembuatan seng dari bahan mentah hingga bahan jadi dimulai dari proses pemotongan bahan baku kemudian dijadikan dalam bentuk road coil roll (dalam keadaan gulungan lapis), bahan mentah yang sering digunakan adalah berupa seng yang banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida). Setelah mendapatkan bahan mentah yang akan di jadikan bahan jadi dengan proses pencucian dengan air yang bersuhu 70-80 derajat celcius, hal ini bertujuan agar unsur yang ada pada bahan mentah yang merupakan hasil dari bahan tambang bersih dari unsur lain.
Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan proses pelapisan baja dengan menggunakan ammonium dan zat aditif lainnya, hal ini bertujuan agar seng dapat tampang mengkilat dan tidak mudah berkarat. Selanjutnya setelah melalui proses pelapisan baja hasil dari pelapisan tersebut dikeringkan dengan melewati mesin pengeringan dengan suhu 500 derajat celcius sehingga seng dan lapisan baja beserta zat aditif lainnya dapat menyatu dengan seng dalam bentuk plat. Setelah itu didinginkan, seng dalam bentuk plat disusun rapi kemudian terakhir di masukkan ke mesin gelombang sehingga dapat terbentuk plat seng yang pipih elastis dan bergelombang rapi. Selanjutnya setelah melewati berbagai tahapan dan telah berbentuk gelombang dan rapi maka seng siap didistribusikan kepasaran.

















BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
• Seng merupakan unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik.
• Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
• Sifat fisiknya adalah Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau.
• Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling melimpah di kerak bumi dengan lima isotop stabil.
• Sifat kimiawi seng mirip dengan logam-logam transisi periode pertama seperti nikel dan tembaga. Ia bersifat diamagnetik dan hampir tak berwarna.
• Proses pembuatan seng diambil dari bahan mentah dalam bentuk gulungan lapis dan kemudian diolah dengan ammonisium dan zat aditif lainnya kemudian di lapisi zat baja, setelah itu didinginkan dan dimasukkan kedalam mesin gelombang dan siap didistribusikan.










DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.org/seng diakses pada 10 Oktober 2009
www.wikipedia.org/pembicaraan-seng diakses pada tanggal 10 Oktober 2009

phylum arthropoda

Phylum Arthropoda
A. Pengertian Phylum Arthropoda
Arthropoda dari bahasa Latin di ambil dari kata Arthron : ruas atau buku-buku dan Podos : kaki. Jadi arthropoda adalah hewan yang memiliki kaki beruas-ruas atau berbuku-buku.
Arthropoda mencakup golongan binatang tercirikan oleh kakinya yang beruas-ruas. Mulai muncul sejak Jaman Cambrian dan masih banyak anggotanya yang hidup pada masa kini, misalnya saja golongan ketam, udang galah (lobster), udang, insekta dan laba-laba. Jumlah spesies dan individu yang termasuk pada Phylum Arthropoda sangat besar, dengan ukuran yang besar seperti pada udang galah sampai dengan submikroskopik. Misalnya Ostrakoda.
Kelompok ini merupakan binatang yang berhasil menyesuaikan diri pada bermacam lingkungan air,darat maupun udara. Sebagian besar mempunyai tubuh dengan rangka luar yang tersusun oleh zat khitinan. Sedangkan pada masa sebagian lagi tersusun oleh kalsium karbonat. Walaupun jumlahnya banyak tapi terawetkan dalam bentuk fosil sangat sedikit. Pengawetan sangat sukar terjadi terutama bagi golongan yang hidup di darat. Beberapa fosil insekta yang bagus ditemukan pada getah yang mengeras (amber), namun jumlah fosil ini sangatlah sedikit. Dari sekian banyak anggota Arthropoda hanya ada tiga golongan yang banyak terawetkan dalam bentuk fosil, yaitu Trilobita, Ostraoda dan Belanus.
B. Ciri umum Phylum Arthropoda adalah :
- Bentuk elongate bersegmen
- Tubuh simetri bilateral
- Mulut dan anus terletak berlawanan
- Komposisi test biasanya khitin atau calcareous
- Ukuran tubuh dari submikroskopik (mm) sampai ratusan cm.
C. Macam Golongan Phylum Arthropoda yang banyak di jumpai :
1. Trilobita
Trilobita merupakan binatang yang temasuk ke dalam Subphylum Trilobitomorpha kelas Trilobita. Kelompok ini mencakup binatang laut yang muncul pada awal jaman Cambrian dengan diwakili beberapa genus utama, misalnya Olenellus berembang pesat selama jaman Cambrian dan Ordovician, mulai menyusul pada Silur dan akhirnya punah pada akhir Perm.

Gambar 1. Bagian-bagian cangkang Trilobita
Nama Trilobita berasal dari kenampakan binatang tersebut yang khas terdiri ari tiga bagian (three lobes) yaitu cephalon (kepala), thorax (dada atau perut) dan pygdium (ekor). Disamping itu kea rah samping tubuh Trilobita juga terbagi menjadi tiga bagian , yaitu bagian tengah (central/axial lobe) dan bagian pinggir kedua sisinya (lateral lobes). Tubuh dari bagian ini terbungkus dari rangka luar (exoskeleton) yang tersusun oleh senyawa khitinan. Ruas-ruas pada kerangkanya sedemikian lentur sehingga memungkinkan Trilobita menggulung dirinya menjadi berbentuk seperti bola. Sebagaimana dengan arthropoda yang lain, pertumbuhan Trilobita dilakukan dengan jalan berganti rangka (molting). Seluruh kehidupannya dijalani di dasar laut sering membuat lubang dan melata ketempat lain dengan meninggalkan fosil jejak berupa burrow dan trail. Fosil Trilobita banyak ditemukan bersama dengan koral, crinoids, brachiopoda dan cephalopoda sehingga di tafsir mereka hidup baik di laut dangkal.

Gambar 2. Beberapa tipe trail dan tarck yang dibuat oleh seekor Trilobit.
Contoh fosil trilobite :


Gambar 3. Contoh Fosil Trilobita Berdasarkan Jaman Kehidupannya

2. Ostrakoda
Berbeda dengan Trilobita yang berukuran makroskopis, Ostrakoda merupakan binatang air (aquatic animal) yang berukuran kecil berbentuk seperti kacang tanah. Termasuk ke dalam golongan udang (Subphylum Crustacae) dan kelas Ostrakoda, dengan ukurancangkang (yangdisebut carapace) berkisar antara 0,5 hingga 4 mm. Carapace sendiri merupakan cangkang yang terdiri dari dua bagian, tersusun oleh khittin dan kalsium karbonat, yang bertaut pada bagian dorsalnya. Cangkang ini membungkus tubuh yang beruas-beruas yang memiliki tujuh pasang appendages. Pada dinding terdapat hiasan yang pola dan bentuknya sangat penting untuk identitas spesies Ostrakoda tersebut.

Gambar 4. Fosil Ostrakoda dari Kurun Kenozoik
Ostrakoda muncul pada awal Jaman Ordovician, berkembang pesat pada jaman Kapur dan Jaman Tersier dan sampai masakini (Holosen) masih umum di jumpai baik di laut, air payau, maupun air tawar. Hidup di dasar perairan dan mampu bergerak (vagile) ke daerah sekitarnya dengan jalan merayap maupun berenang.
Fosil Ostrakoda merupakan sarana korelasi stratigrafis yang sangat penting. Karena ukurannya yang kecil maka mereka mudah dijumpai pada contoh-contoh yang berasal dari lubang bor. Untuk batuan berumur Paleozoik dimana mikrofosil lain belum ditemukan maka peranan Ostrakoda sebagai sarana biostratigrafi sangatlah besar.

3. Balanus
Seperti halnya Ostrakoda, Balanus merupakan anggota dan Subphylum Crustacea kelas Cirripeda. Kelompok binatang laut ini dalam bentuk dewasa membentuk cangkang yang sama sekali tidak mirip udang,tetapi berupa cangkang berbentuk tajuk bunga, terdiri dari lempeng-lempeng kalsium karbonat. Binatang ini dalam bentuk dewasa hidup tertambat kuat pada batuan yang keras, cangkang dari Intervetrebrata lain. Balanus pada masa kini banyak dijumpai ditepi laut pada zona litoral (zona pasang surut), melekat pada dinding atau tiang dermaga dipelabuhan, bahkan menempel pada lambung kapal.
Dari studi anatomi dan perkembangan dari larva ke bentuk dewasa dapat diketahui bahwa Balanus merupakan anggota dari golongan Crustacea. Setelah menetas dari telur larvanya (yang disebut sebagai Cypris) menjalani kehidupan bebas (plagis neanic) bergerak dengan jalan berenang. Selama itu terjadi terjadi pergantian kulit sekali sampai tiga kali, baru terjadi perubahan, dimana larva tersebut membentuk cangkang setangkup seperti Ostrakoda dan mencari tempat untuk bertambat. Pertambatan ini terjadi pada bagian kepala selanjutnya cangkang yang setangkup dilepas dan selanjutnya ditumbuhkan lempeng-lempeng yaitu lempeng dasar yang dilekatkan secara kuat ke batuan atau tempat penambat yang lain dan lempeng samping yang bersifat tetap dan kaku tak bisa bergerak. Lempeng-lempeng ini berfungsi sebagai pelindung binatang tersebut dalam posisinya yang tertambat. Didalam lempeng yang kaku tersebut terdapat lempeng-lempeng yang bisa digerakkan oleh jaringan-jaringan otot yang melindungi tubuh.
Balanus mendapatkan makanannya dari aliran air yang diatur oleh juluran-juluran tubuhnya (appendages) sehingga memasuki mulut dan kemudian dicernakan oleh system pencernaannya. Oleh karena sifatnya yang tertambat (sessile benthonic), maka agar pasokan makanan dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup, mereka memilih tempat yang arusnya relative kuat, yaitu daerah perairan yang sangat dangkal, sampai dengan daerah pasang surut. Pada saat ia berada di bawah permukaan air pada saat air pasang, lempeng yang bisa bergerak dibuka dan aliran air yang membawa makanannya diatur agar masuk ke mulutnya. Pada saat air surut dan binatang itu berada di atas permukaan air, maka lempeng yang dapat bergerak tersebut ditutup rapat-rapat dengan sejumlah air laut yang terperangkap agar tubuh tidak menjadi kering. Setelah air pasang, lempeng tersebut dibuka kembali.
Fosil Balanus, misalnya saja dari spesies Balanus Concavus, yang banyak dijumpai ada batuan sedimen berumur Tersier umumnya berbentuk kerucut terpancung. Kerucut ini disusun oleh 6 lempeng yang saling berhimpitan dan tidak dapat bergerak. Adanya fosil alanus dalam jumlah banyak pada batuan sedimen menunjukkan bahwa batuan sedimen tersebut pada laut yang sangat dangkal, banhkan hingga zona pasang surut. Hal ini dapat terjadi pada masa regresi atau awal masa transgresi. Namun yang banyak dijumpai adalah yang merupakan awal transgresi, karena yang terbentuk pada akhir regresi umumnya hancur atau hilang akibat erosi yang mengikuti regresi tersebut. Sedangkan apabila erosi tidak terlalu kuat batuan yang kaya akan Balanus terebut yang merupakan batuan gamping akan mengalami proses pelarutan sehingga akan terbentuk struktur karst.
Gambar daur hidup Balanus :

Gambar 5. Daur Hidup Perkembangan Ontogenik dan Struktur Balanus
Keterangan :
A. Larva Balanus setelah menetas dari telur (disebut cypris), bentuknya seperti larva Crustacea yang lain, hidup bebas (pelagic neanic). Selama tahap ini terjadi perubahan kulit (bisa sampai 3 kali).
B. Larva membentuk cangkang setangkup.
C. Larva mulai menambatkan diri pada bagian kepalanya.
D. Tahap awal dewasa, cangkang setangkup dibuang, diganti dengan pembentukan lempeng-lempeng yang melekat kuat di dasar.
E. Pandangan samping dari cangkang Balanus
F. Penampang melintang dari cangkang Balanus menunjukkan tubuh yang berada diantara lempeng kaku dan ditutupi oleh lempeng yang bergerak oleh otot. Juluran yang melengkung (appandages ) di bagian atas mengatur gerakan air sehingga makanan bisa diarahkan ke mulut (simbol m) melewati sistem pencernaan dan akhirnya sisanya dibuang melewati anus.
( Ir. Wartono Ranardjo.dkk, 2001)





















DAFTAR PUSTAKA

Budi,Anantha.2009. Slide Praktikum Makropaleontologi : Phylum Arthropoda. Semarang : Undip
Ranardjo, Wartono, Ir. dkk.2000.Buku Pedoman Praktikum Paleontologi Tahun Kuliah 2000/2001. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Winarno, Tri. S.T. 2008. Slide Power Point Makropaleontologi : Phylum Arthropoda. Semarang : Undip.

tonalit

TONALIT
Jenis Batuan : Batuan beku asam (lewat jenuh silica) dengan tipe Plutonik .
Warna : Batuan ini memiliki varibialitas dalam warna, secara umum berwarna cerah abu-
abu gelap ke kebiruan. Warna cerah dihasilkan dari mineral felsic dan gelap
kebiruan dari mineral malfic yang terdapat dalam batuan.
Struktur : secara umum struktur batuan ini adalah massive
Tekstur :
Derajat Kristalisasi : secara umum derajat kristalisasi dari batuan ini mirip dengan granit
(granitic) yaitu Holokristalin.
Granularitas : Fanerit, Kecil <1 mm, sedang 1 mm-5 mm hingga berukuran kasar > 5 mm.
Fabrik : Bentuk kristal Subheral granular ( Hypidiomorfic granular)
Relasi hubungan antarkristal batuan adalah equigranular (Fanerik)
Komposisi Mineral :
Mineral Felsic ( Light Mineral ) : Kuarsa, Plagioklas dan K-Feldspar (orthoklas, mikroklin).
Mineral Malfic ( Dark Mineral ) : Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( Augit ).
Mineral Aksesori : Allanit, apatit, zirkon, magnetit dan Titanite.
Dengan kandungan Kwarsa > 20% dan Alkali Feldspar ( K-feldspar ) < 10% Total feldspar.
Petrogenesis :
Tanolit merupakan batuan beku asam dengan tipe plutonik karena terbentuk di dalam kerak bumi bagian dalam pada lempeng benua sehingga tergolong batuan beku asam, derajat kristalisasinya adalah holokristalin karena pada batuan ini pembentukannya secara plutonik jauh di dalam kerak bumi sehingga proses pembentukan kristal mineralnya lambat sehingga magma memungkinkan membentuk kristalin kasar, akibatnya ukuran butir yang dihasilkan juga bersifat fanerik atau kasat mata secara megaskopis. Batuan ini juga terbentuk pada instrusi batholit bersamaan dengan pembentukan granit dan granodiorit sehingga tekstur dari Tanolit hampir mirip dengan tekstur granit sehingga disebut dengan tekstur granitic. Bentuk kristal adalah subhedral granular karena bidang batas mineralnya pada batu ini tidak jelas, karena bentuk kristalnya adalah subhedral maka batu ini di sebut dengan Hypidiomorfic granular. Relasi hubungan antar kristalnya adalah equigranular karena ukuran besar butir relatif seragam. Terdiri dari mineral utama yang mendominasi ( essential mineral ) adalah mineral kuarsa ( > 20%) dan mineral feldspar ( terdiri dari plagioklas dan K-feldspar (ortholas dan mikroklin)). Dalam tabel klasifikasi batuan beku menutut Russel B.Travis tonalit bisa disebut dengan diorite kuarsa. Mineral Assesori khas dari batu ini adalah terdiri dari Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( berjenis Augit ) jumlah kedapatan mereka tidak lebih dari 10% pada batu ini. Jadi proses pembentukan pada awalnya adalah mineral utama terbentuk terlebih dahulu beserta mineral assesori khas di dalam kerak bumi kemudian. Setelah itu terbentuk mineral aksesori minor yang kedapatannya kurang dari 10 % yaitu Allanit, Apatit, Zirkon, Magnetit dan Titanite. Pada batuan ini kedapatan mineral plagioklas lebih dominan dari seluruh jumlah feldspar yaitu >2/3 dari total feldspar dan jumlah K-Feldspar < 10% Total Feldspar dan kedapatan kuarsanya tinggi yaitu lebih dari 20 % (> 20%). Sehingga warna dari batuan ini tergolong lebih dominan cerah, sedangkan warna sedikit gelap adalah merupakan hasil dari kenampakan mineral aksesori penyerta Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( berjenis Augit ).
Posisi Tektonik :
Tonalit terbentuk pada zona subduksi pada lempeng benua sehingga sifat yang dominan bersifat asam karena lempeng benua tersusun atas silica alumunia. Kedapatannya menurut skala signifikan terdapat di pantai Pasifik Amerika Utara, di bagian selatan Norwegia dan di pegunungan Alpen Italia. Tonalit pada awalnya di temukan di daerah Tonalepass di bagian barat laut Italia, berdasarkan dari nama daerah tersebut maka batu ini di beri nama Tonalit.
Gambar Batuan :

A B C D
Gambar ABCD : Merupakan contoh dari berbagai macam bentuk batu Tanolit
Gambar Sayatan Batuan ( Thin Section) Tonalit :

I II III


Deskripsi Gambar Batuan :


Pada tabel klasifikasi batuan menurut Russel B. Travis Tonalit disebut juga dengan Diorit Kuarsa


TABEL KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM















DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Praktikum Petrologi. 2007. Diktat Praktikum Petrologi. Semarang : Undip
Tim Asisten Praktikum Petrografi. 2008. Diktat Praktikum Petrografi. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Tekstur dan Kualifikasi Batuan Beku. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Petrogenesa Batuan Beku. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Igneous Rock. Semarang : Undip
www.wikipedia.org/tonale
www.wikipedia.org/tonalite
www.aryadhani.blogspot.com/tonalit

Senin, 12 Oktober 2009

batuan metamorf

BATUAN METAMORF
Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan P (tekanan), T (temperatur) atau kedua-duanya. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia yang tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia. Temperatur yang dibutuhkan berkisar antara 2000 C - 8000C. Proses metamorfosa berjalan tanpa melalui fase cair. Akibat metamorfosa adalah batuan keluar dari kondisi kesetimbangan lama dan memasuki kondisi kesetimbangan yang baru. Perubahan yang terjadi pada tekstur dan assosiasi mineral, sedangkan yang tetap komposisi kimia, fase padat (tanpa melalui fase cair).

KLASIIKASI BATUAN METAMORF
Klasifikasi batuan metamorf dapat terbagi berdasarkan komposisi kimia dan tekstur.
IV.3.1. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia batuan metamorf
a. Batuan metamorf sekis pelitik
 Merupakan batuan sekis yang banyak mengandung Al
 Di darat berasal dari : lempung, serpih, mudstone
b. Batuan metamorf kuarso-feldspatik
 merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung kuarsa dan feldspar
 dapat berasal dari batupasir greywacke
c. Batuan metamorf yang kalkareous
 merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung Ca
 dapat berasal dari batugamping, dolomit
d. Batuan metamorf yang basic
 Batuan metamorf dengan kadar Fe dan Mg tinggi
 Dapat berasal dari tuff
e. Batuan magnesian
 Batuan metamorf yang kaya Mg saja
 Dapat berasal dari batuan sedimen yang kaya akan Mg
IV.3.2. Klasifikasi berdasarkan Struktur
a. Hornfels/granulose
 Batuan metamorf yang terdiri dari mozaic butir-butir yang equidimensional (mineral yang granular/interlocking) dan tidak menunjukkan pengarahan/orientasi/foliasi
 Tidak menunjukkan schistosity
 Tekstur granoblastik
 Struktur granular/hornfelsik
 Hasil metamorfosa thermal / metamorfose kontak
b. Slate (batusabak)
 Batuan metamorf berbutir halus
 Struktur : slaty cleavage (memperlihatkan foliasi yang jelas, tetapi tanpa agregation banding (selang seling mineral pipih dan granular)
 Sebagai hasil metamorfosa regional dari mudstone, siltstone, claystone dan lain-lain
Catatan: makin tinggi derajat metamorfosa, semakin terlihat segregation banding

c. Phyllite
 Batuan metamorf berbutir halus
 Memperlihatkan schistosity
 Mulai terlihat segregation banding (meskipun kurang baik, terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dibanding slate, sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular
 Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral muskovit dan klorit
 Butiran lebih halus daripada batusabak

d. Sekis
 Batuan metamorf yang sangat schistose,
 Butiran – butiran cukup kasar sehingga mineral - mineralnya dapat dibedakan satu sama lain
 segregation banding baik sekali
 terdiri dari perulangan mineral – mineral pipih / tabular dengan mineral granular, orientasi mineral pipih terputus-putus oleh mineral granular (open schistocity)
 Struktur close schistose
 Sebagai hasil metamorfosa regional



e. Amphibolite
 Batuan metamorf yang berbutir sedang – kasar
 Terdiri atas mineral hornblende dan plagioklas saja, kadang-kadang ada biotit dan minera penyerta
 Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral – mineral prismatik (hornblende)
 Schistosity tidak sebaik batuan sekis
 Hasil metamorfosa regional berderajat medium-tinggi

f. Gneiss
 Batuan metamorf berbutir kasar
 Schistosity tidak baik karena terpotong oleh mineral-mineral equidimensional (kuarsa dan feldspar)
 Struktur : open schistose
 Hasil metamorfose regional

g. Granulite
 Batuan metamorf tanpa mika / ampibol (sedikit)
 Tidak ada schistosity
 Terdiri atas mineral – mineral equidimensional dan prismatik
 Tekstur : granoblastik
 Kadang – kadang ada orientasi yang diperlihatkan oleh mineral kuarsa atau feldspar atau kedua – duanya sehingga sebagai lensa-lensa pipih
 Hasil metamorfose regional fasies granulite
h. Marble
 Batuan metamorfose yang terdiri dari karbonat (kalsit atau dolomit)
 Tekstur granoblastik
 Schistosity tidak ada, kalaupun ada sangat buruk dan hanyalah berupa orientasi dari lensa-lensa kalsit

i. Milonit
 Batuan metamorf berbutir halus
 Sebagai hasil penggerusan yang kuat
 Terlihat goresan-goresan ataupun lensa-lensa dari batuan asal yang tidak hancur, berbentuk seperti mata
 Sebagai hasil metamorfose kataklastik

j. Kataklastik
 Butiran lebih kasar dari pada milonit
 Penggerusan kurang kuat
 Tidak ada rekonstitusi kimia

k. Filonit
 Gejala dan kenampakan sama dengan milonit
 Disini sudah terjadi rekristalisasi
 Menunjukkan kilap silky, karena adanya mineral mika
 Sebagai hasil penggerusan (granulation) yang kuat sekali
 Butiran halus sekali























Fasies Metamorfisme













Pelitic Muscovite-biotite
Andalusite'-muscovite-biotite
Andalusite'-cordierite-muscovite-biotite
Staurolite-biotite andalusite"
Staurolite-cordierite-muscovite
Plus anyor all of quarts plagioclase K-feldspar With quartz
K-feldspar-sillimanite''-cordierite
K-feldspar—sillimanite''
Without quartz.
Cordierite-corundum-spinel
Cordierite-corundum-sillimanite'' Plus biotite
(and
plagioclase)
Plus any or all biotite, K-feldspar, plagioclase
Calcareous
1. Calcic marbles'
Calcite-tremolite (-quartz)
Calcite-diopside (-quartz)
Calcite-tremolite-diopside
Calcite-diopside-grossular Calcite-wollastonite (-diopside)
Calcite-diopside (-forsterite)
Calcite-wollastonite-diopside-grossular
2. Magnesian marbles (metadolomites)'
Calcite-dolomite-tremolite-clinohumite
Calcite-dolomite-forsterite
Calcite-dolomite-forsterite-phlogopite Calcite-forstente-periclase Calcite-forsterite-monticellite Cakite-forsterite-spinel Calcite-forsterite-diopside Clinohumitc possible additional phase

3. Calc-silicate rocks
Diopside-epidote-hornblende
Diopside-grossular-epidote
Diopside-vesuvianite-grossular-wollastonite
Diopside and grossular, commonly with significant iron
Diopside-wollastonite-grossular-vesuvianite
Diopside-grossular-anorthite (or calcic plagioclase)

Basic Hornblende-plagiocalse (-biotite, -almandine)
Hornblende-plagioclase-diopside Diopside-hypersthene-plagioclase
Diopside-olivine-plagioclase
Magnesian
1. Metaserpenites





2. Alumious types
Antigorite-forsterite-tremolite
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Anthophyllite-talc

Cordierite anthophyllite (-biotite) Anthophyllite-curnmingtonite-biotite
Forsterite-enstatite-spinel (-diopside)




Hypersthene-cordierite (-biotite)
Some Characteristic Mineral Assemblages (Accessory Phases Omitted) in Common Rocks on Contact Aureoles

'"Or andalusite. < K-feldspar or plagioclase, or both, possible minor phase.
'Or sillimanite.



Low-grade mineral paragenesis in relation to facies of regional metamorphism (selected mineral assemblages)

Rock type Zeolite and pumpellyite facies Greenschist facies Blueschist facies
Metapelites Montmorrillonite-illite-quartz-alkali feldspar + pyrophyllite Muscovite (phengitic)-chlorite-quartz-albite-epidote + stilpnomelane orbital chloritoid
Same as above plus biotite + almandine; stilpnomelane rare Muscovite (phengitic)- paragonite-lawsonite-chlorite-glaucophane-quartz-albite-sphene
Metagraywacke Quartz-heulandite + analcime
Quartz-albite-laumontite-prehnite-chlorite + stilpnomelane
Quartz-albite-prehnite-pumpellyite-chlorite + stilpnomelane Quartz-albite-epidote-muscovite-chlorite + stilpnomelane
Same as above with biotite + almandine; stilpnomelane absent Quartz-jedelite-muscovite-chloite-lawsonite-glaucophane-sphene
Same as above + almandine + epidote
metacherts Quartz + iron oxides Quartz + iron oxides
Quartz-piedmontite-muscovite-spessartine-stilpnomelane Quartz-stilpnomelane-spessatine
Quartz-crossite-aegirine + lawsonite
Calcareous Calcite + quartz Calcite-quartz + tremolite orbital talc
Calcite-dolomites + tremolite orbital talc
Calcite-zoisite-grossular (andraditic)
Calcite-albite-epidote Argonite + lawsonite + glaucophane
Calcite + relict aragonite
Metabasalt Sphilitic assemblages\; albite-chlorite-epidote orbital pumpellyte + relict augite Albite-chlorite-epidote + stilpnomelane
Albite-actinolite-epidote-chlorite + calcite + biotite Albite-lawsonite-pumpellyite-glaucophane-chlorite-stilpnomelane-sphene
Albite-epidote-glaucophane-omphasite-chlorite-actinolite
Albite-lawsonite-clinozoisite-chlorite + hornblende + almadine
Serpentinites and derivative magnesite rocks Chrysotile and/orbital lizardite + brucite Calcite-quartz + tremolite
Antigorite-calcite-talc
Antigorite-diopside-forsterite
Talc-magnesite + tremolite Antigorite + tremolite + talc




High-Grade Mineral Paragenesis in Relation to Facies of Regional Metamorphism (Selected Mineral Assemblages)

Rock Type Amphibolite Facies Granulite Facies Eclogite Facies
Metapelite (micas predominant) and quartzo-feldspathic rocks (quarts and feldspars predominant) Muscovite-biotite-quartz-plagioclase ± orthoclasea-almandine ± staurolite ± kyanite or sillimanite ± chlorite ± epidote
Same as above, with cordierite and andalusite as Al2SiO3 potymorphb Quartz- K- feldspar-plagioclase-sillimanile (or kyanite)-almandine-phlogopite
Same plus cordierile (kyanile excluded)c
Granitic Quartz-plagioclase-orthoclase (or microcline)-biotite ± hornblende or muscovite Quartz-orthoclase (or microcline)-plagioclase-hypersthene-augite-almandine Quartz-jadeite-phengile-zosite-pyrope-rutile
Metacherts Quartz-diopside
(hedenbergitic)-hypersthene-garnet
Quartz-diopside-hedenbergite-cummingtonite-garnet Quartz-hedenbergite-fayalite-magnetite
Calcareous Calcite-tremolite-quartz Calcite-diopside-quartz Calcite-diopside-tremolite Calcite-dolomite-forsterite
clinohumite
Calcite-tremolite-forsterite-phlogopite
Zoisite-scapolite-quartz
Calcite-plagioclase (An>20)
Diopside-zoisite-plagioclase ± hornblende Calcite-dolomite-forsterite spinel
Calcite-diopside-wollastonite'
Diopside-scapolite-bytownite-grossular-andradite Garnet (magnesian grossular)-omphacite ± kyanite
Metabasalt and metagabbros Hornblende-plagiocklase + biotite + alamandite
Hornblende-plagiocklase + diopside + almandine
Hornblende-plagiocklase – epidote + quartz Plagiocklase – diopside-hyperstene-rutile + olivine + spinel + sapphirine Omphacite-pyrope-almandite-rutile + kyanite + amphibolite
Magnesian schist and granulite Antigorite-forsterite-tremolite
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Forsterite-enstatite-tremolite + spinel
Magnesit-anthophyllite (or enstatite)-tremolite
Cordierite-anthophyllite Forsterite-enstatite-diopside + spinel Forsterite-enstatite-diopside-pyrope-spinel

batuan sedimen

BATUAN SEDIMEN
IV.2.1 BATUAN SEDIMEN KLASTIK

IV.2.2 BATUAN SEDIMEN KARBONAT
Klasifikasi pada batuan sedimen karbonat dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Klovan (1971), klasifikasi Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).
A. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)
Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).
Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam matrikss lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone mempunyai tekstur grain-supported dan biasanya memiliki matriks mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi (misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.
Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya adalah tidak perlunya menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk tiga dimensi batuannya agar tidak salah dalam penafsirannya.
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962) hanya saja tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported.









Tabel Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsü, 1986)
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat diagenesis.

Tabel Klasifikasi Dunham (1962)

B. Klasifikasi Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
a. Allochem
Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet
b. Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 μm.
c. Sparry calcite (sparit)
Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi rongga antar pori.













Tabel Klasifikasi Folk (1959)

C. Klasifikasi Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :
(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),
(2) Mud campuran silt dan clay),
(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan intraklas yang berukuran >20 µm), dan lumpur karbonat atau mikrit (berukuran <20 µm).
Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang mengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone. Diagram klasifikasi Mount (1985) dapat dilihat pada gambar dibawah.

SILISICLASTIC >
CARBONATE ? SAND >
MUD ? ALLOCHEMS >
MICRITE ? NAME
yes yes
allochemical sandstone

no micrite sandstone
yes
no yes
allochemical mudrock
no micrite mudrock

yes yes
sandy allochem limestone

no sandy micrite
no
no yes
muddy allochem limestone
no muddy micrite

Tabel Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-karbonat (Mount,1985)

batuan beku

BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma. Magma adalah zat cair liat pijar panas yang merupakan senyawa silikat dan ada di bawah kondisi tekanan dan suhu tinggi di dalam tubuh bumi. Proses pembekuan merupakan proses perubahan fase dari fase cair menjadi fase padat. Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Pada saat proses pembekuan magma apabila terdapat cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak terbentuk dan cairan magma membeku menjadi gelas.

KLASIFIKASI BATUAN BEKU
Dasar Klasifikasi Batuan Beku
Klasifikasi kimia
• Kelimpahan/kejenuhan SiO2 à felsic & mafic
Klasifikasi petrografi:
• Kriteria tekstur
• Indeks warna (CI), min gelap CI > 40, min terang CI < 40
• Kelimpahan mineral tertentu, biasanya olivin, piroksen, hornblende, plagioklas, K felspar, Quartz dan felspatoid


IGNEOUS ROCK CLASSIFICATION
COLOR LIGHT COLORED MEDIUM COLOR DARK COLOR
CHEMISTRY FELSIC INTERMEDIATE MAFIC ULTRA MAFIC
COARSE GRAINED GRANITE
DIORITE GABBRO
PERIDOTITE

FINE GRAINED RHYOLITE
ANDESITE BASALT
KOMATIITE
PEGMATITE A PEGMATITE is an igneous rock distinguished by its abnormally large crystals. The crystals are normally larger that a few centimeters and can often be dozens of centimeters long or much longer (meters long). Unlike other igneous rocks that develop from the molten state, pegmatites grow from aqueous solutions. The solutions allow for ease of movement of the nutrients to the site of crystal growth. Thus pegmatites can produce large crystals in a short (geologically) period of time.
PORPHYRITIC A PORPHYRITIC rock is and igneous rocks that contains two distinct crystal sizes. These distinctly different crystal sizes were produced by different cooling of the liquid rock. Large crystals form slowly beneath the surface of the Earth and small crystals form when rapid cooling takes place (normally at or near the surface). The large crystals in a porphyry are called phenocrysts. The term PORPHYRITIC is used as an adjective to describe this distinct texture of igneous rock, e. g., a PORPHYRITIC basalt.
GLASSY Glassy igneous rocks are formed by very rapid cooling. No crystals were formed during the cooling process. Examples are OBSIDIAN and PUMICE.

FRAGMENTAL Fragmental igneous rocks are produced when existing igneous rocks are put under stress or moved causing them to fracture. These fragments are then fused to form a new rock. Obviously their is little change in the composition of the rocks. VOLCANIC AGGLOMERATES or VOLCANIC BRECCIAS are examples of the igneous rock type.

KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK
( IUGS )

























KLASIFIKASI BATUAN BEKU VOLKANIK
( IUGS )















IV.1.1 BATUAN BEKU INTERMEDIATE JENUH SILIKA
 Tipe Volkanik
• Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas dan mineral-mineral mafik ; olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit,
- Andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic andesite)Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin dan labradorit
- Andesit piroksen (pyroxene andesite)
- Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah zoning plagioklas, andesit hornblende dan andesit biotit
- Hornblende and biotit andesite
• Latit (latite = trachyandesite)
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas (andesin atau oligoklas), sering dijumpai sanidin atau anorthoklas menyelimuti plagioklas
 Piroksen ; diopsidic augite , aigerin-augit menyertai augit dalam tipe alkali.

• Trakhit (trachyte)
Tekstur trakhitik (trachytic texture), alkali felsdpart > 80 % (modal) ; sanidin atau anorthoklas plagioklas (oligoklas atau andesin) olivin (fayalit), clino-piroksen, amfobol dan biotit
- Trakhit piroksen (pyroxene trachyte)
Dominan mineral mafik piroksen ; diopsidic px atau aegerin-augit, sanidin dominan, plagioklas (andesin atau oligoklas), andesit hornblende dan andesit biotit
- Hornblende and biotit trachyte
Trakhit melimpah sanidin dan sedikit oligoklas, hornblende, biotit dan diopsid
Trakhit peralkalin (peralkaline trachyte)trakhit dominan mineral mafik ; aegerin, reibekit, arfvedsonit (atau cossyrit) dan sedikit fayalit
- Keratophyres
plagioklas ; albit-oligoklas, reibekit/aegerin, clorit, epidot, uralit

 Tipe Plutonik
• Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit
- diorit porfir (diorite porphyries) tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas,hornblende, biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral- granular.
- mafic diorit (meladiorites, IUGS) CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau oligoklas, Komposisi SiO2 (45 %)
- hornblendite
Diorit dengan kendungan hornblende tinggi
Monzonit = syenodiorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), myrmekite, poikilitik dan kadang porfiritik, 1/3 Ftot< KF<2/3 Ftot, Quartz < 5 %, fenokris plagioklas; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende, biotit dan augit (jarang)
- monzonit porfir (maonzonite porphyries)
Tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, orthoklas, perhite, mineral mafik jarang, masa dasar integrowthsodic plagioklas dan orthoklas, hornblende, augit, biotit, apatit, spene.

• Syenit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik KF > 2/3 Ftot,`Quartz < 5 %, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit, aegerin-augit, aegerin spene, apatit, zircon
- alkali syenit (porfir)
KF tinggi =< 95 % Ftot, Quartz < 5 %, orthoklas, mikroklin, albit atau oligoklas, micro-perhite Quartz, Foid , minor.
- alkali lime syenit
high sodic plagioclase (5 - 30) % modal feldspar mineral mafik; hornblende, biotit, diopsidik augit.






IV.1.2 BATUAN BEKU ASAM (LEWAT JENUH SILIKA)
High modal Quartz > 20 %
Alkali feldspar Tipe Plutonik Tipe Voklanik
< 10 % Ftot Tonalit Dasit
10 - 35 % Ftot Granodiorit
> 35 % Ftot Granit Riolit


KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM













 Tipe Plutonik
Tekstur : tekstur granitik, subhedral granular (hypidiomorfic granular), graphic (micrographic), granophyre, myrmekite, porphyry, high modal Quartz > 20 % (anhedral), orthoklas, mikroklin, plagioklas, muskovite
• Granit
Komposis mineralogi ; orthoklas dan mikroklin, Quartz calalkalin granit mengandung biotit, hornblende, piroksen jarang alkali granit mengandung amphibol ; hastingsit, riebeckit dan arfvedsonit (anhedral).
Adamelit  Alkali Feld. 35 - 65 % Ftot granophyre  granophric tekxture
mineral mafik hedenbergite, fayalite dan dlm batuanperalkalin dijumpai reibeckit.

• Granodiorit dan Tonalit
Quartz > 20 %
KF < 10 % Ftot (Tonalit)
KF 10 - 35 % Ftot (Granodiorit)
mineral-mineral mafik biotit, hornblende
Felsik Tonalit = trondhjemite
Plagioklas (andesin aatau oligoklas), Quartzz, dan KF dan biotit kelimpahan sedikit
 Tipe Volkanik
Tekstur : porfiritik, afanitik atau glassy , aphrik, hylophitik
Komppsisi Mineral : Quartz ( tridimit, kristobalit) fenokris plagioklas radialy fibrus spherulites
• Dasit
Fenokris ; plagioklas (lab- olig), Quartz, sanidin beberapa mineral mafik piroksen, hornblende (cumingtonit), biotit . Massa dasar gelasan

• Rhyolite
potassic type, Sanidin, bipiramidal Quartz, biotit, hornblende, diopsidic augit

• Sodic/peralkaline type
Sanidin, anarthoklas, albit , bipiramidal Quartz




















IV.1.3 BATUAN BEKU BASA FELSPATHOID : BASA DAN ULTRABASA
 Tipe Plutonik
• Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik. Fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit.
- diorit porfir (diorite porphyries)
Tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, hornblende, biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral-granular.
- mafic diorit (meladiorites, IUGS)
CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau oligoklas. Komposisi SiO2 (45 %)
- hornblendite
Diorit dengan kendungan hornblende tinggi



 Tipe Volkanik
• Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik fenokris plagioklas dan mineral-mineral mafik ; olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit
- andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic andesite)
Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin dan labradorit
- andesit piroksen (pyroxene andesite)
Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah zoning plagioklas.
- hornblende and biotit andesite
Andesit hornblende dan andesit biotit


IV.1.3 BATUAN BEKU BASA NON-FELSPATHOID
Klasifikasi basalt normativ (yodar & tilley, 1962)
1. tholeiit
(a). thileiit lewat jenuh (oversaturated tholeiite) normativ quartz dan hipersten
(b). tholeiit jenuh (saturated tholeiite) normativ hipersten
2. tholeiit olivin tak jenuh (undersaturated olivine tholeiite) normativ hipersten dan olivin
3. tholeiit olivin (olivine tholeiite)/ basalt olivin (olivine basalt) normativ olivin
4. basalt olivine alkali (alkali olivine basalt) normativ olivine dan nefelin
5. Basanit (basanite) normatif olivin dan nefelin















KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK
BASA (IUGS)


















































Gambar. Comparison Chart For Visual Percentage Estimation (After Terry and Chilingar, 1955).