Jumat, 08 Mei 2009

bentang alam vulkanik

BENTANG ALAM VULKANIK

Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang proses pembentukannya dikontrol oleh proses vulkanisme, yaitu proses keluarnya magma dari dalam bumi. Bentang alam vulkanik selalu dihubungkan dengan gerak-gerak tektonik. Gunung-gunung api biasanya dijumpai di depan zona penunjaman (subduction zone) (Gambar II.1).











II.1 Proses Vulkanisme
Dalam kaitannya dengan bentang alam, gunungapi mempunyai beberapa pengertian antara lain :
 Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan material/rempah gunungapi.
 Merupakan tempat munculnya material vulkanik lepas sebagai hasil aktivitas magma di dalam bumi (vulkanisme).

Berdasarkan proses terjadinya ada tiga macam vulkanisme,yaitu :
1. Vulkanisme Letusan, dikontrol oleh magma yang bersifat asam yang kaya akan gas, bersifat kental dan ledakan kuat. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material piroklastik dan membentuk gunungapi yang tinggi dan terjal.
2. Vulkanisme Lelehan, dikontrol oleh magma yang bersifat basa, sedikit mengandung gas, magma encer dan ledakan lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan gunungapi yang rendah dan berbentuk perisai, misalnya Dieng, Hawai.
3. Vulkanisme Campuran, dipengaruhi oleh magma intermediet yang agak kental. Vulkanisme ini menghasilkan gunungapi strato, misalnya Gunung Merapi dan Merbabu.










Gambar II.2. Macam-macam vulkanisme : (a) Lelehan, (b) Campuran dan (c) Letusan.

Jenis lava dalam hubungannya dengan erupsi yang bersifat lelehan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tipe “AA” dan tipe “ pa hoe hoe”. Lava “AA” bersifat skoriaan dan runcing, sedang tipe “pa hoe hoe” bersifat halus.
















Gambar II.3. Jenis lava “AA”













Gambar II.4. Jenis lava “pa hoe hoe”

Adanya vulkanisme dapat dicirikan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
1. Mayor : adanya gunungapi
2. Minor : a. Xenolit
b. Volcanic neck
c. Gua lava
d. Ekshalasi : fumarol, solfatar, mofet









Gambar II.5. Illustrasi volcanic neck, dike, sill, dll.










Gambar II.6. Illustrasi batholith, xenolith, laccolith,dll.

Faktor yang mempengaruhi bentuk gunungapi dan proses vulkanisme antara lain :
 sifat magma (komposisi, kekentalan)
 tekanan (berhubungan dengan jumlah kandungan gas)
 kedalaman dapur magma
 faktor eksternal (iklim, suhu)




II.2 Klasifikasi Gununungapi
Berdasarkan lokasi pusat kegiatan, Rittmann (1962) membuat klasifikasi letusan gunungapi, yaitu :
1. Letusan pusat (terminal eruption), dimana lubang kepundan merupakan saluran utama bagi peletusan.
2. Letusan samping (subterminal effusion), akan terbentuk apabila magma yang membentuk sill sempat menerobos ke permukaan, pada lereng gunungapi.
3. Letusan lateral (lateral eruption), dimana korok melingkar (ring dike) dapat berfungsi sebagai saluran magma ke permukaan.
4. Letusan di luar pusat (excentric eruption), terjadi di bagian kaki gunungapi, dengan sistem saluran magma tersendiri yang tak ada kaitannya dengan lubang kepundan utama.

















































Gambar II.7. Diagram letusan berdasarkan lokasi pusat kegiatan menurut Rittmann (1962).

Escher (1952) mengklasifikasikan tipe letusan berdasarkan viskositas, tekanan gas dan kedalaman dapur magma menjadi tujuh tipe (lihat tabel 2.1).

Tabel 2.1 Tipe-tipe letusan gunungapi



























1. Tipe Hawaii
Tipe Gunungapi ini dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis, yang dalam perkembangannya akan membentuk tipe gunungapi perisai. Sifat magmanya yang sangat cair memungkinkan terjadinya lava mancur, yang disebabkan oleh arus konveksi pada danau lava. Dimana lava yang banyak mengandung banyak gas, sehingga bersifat ringan, akan terlempar ke atas, sedang yang berat (setelah gas hilang) akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan di gunungapi perisai di Hawaii, seperti di Kilauea dan Maunaloa. Di Kilauela terdapat danau lava Halemaumau dengan pulau-pulau lava beku yang mengapung di atasnya. Lava mancur pada danau lava ini akan menghasilkan rambut Pele (Pele’s hair) dan airmata Pele (Pele’s tear) yang mempunyai bentuk-bentuk khas. Meskipun panas yang dikeluarkan cukup banyak, tetapii permukaan danu lava senantiasa cair. Tipe Hawii juga didapatkan di Islandia, dibedakan dengan yang di Hawaii adalah berdasarkan ketinggian dan besarnya sudut lereng. Di Hawaii tipe ini membentuk gunungapi yang berketinggian lebih dari 1000 m dan mempunyai sudut sudut lereng besar, sdang di Islandia umumnya lebih rendah, bersudut lereng kecil dan membentuk datar tinggi.
2. Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk G. Stromboli dan beberapa gunungapi lainnya yang sedang meningkat kegiatannya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek yang disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupaabu, bom, lapili dan setengah padatan bongkah lava. Tekanan gas tipe Stromboli adalah rendah.
3. Tipe Vulkano
Yang sangat khas dari tipe ini adalah pembentukan awandebu berbentuk bunga kol, karena gas yang ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini mempunyai tekanan gas sedang dan lavanya kurang begitu cair. Dan disamping dikeluarkan awandebu, tipe ini juga menghasilkan lava. Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe Vulkano kuat (G. Vesuvius, G. Etna) dan tipe Vulkano lemah (G. Bromo, G. Raung). Peralihan antara kedua tipe inipun dijumpai, di Indonesia misalnya ditunjukkan oleh G. Kelud dan Anak Bromo.
4. Tipe Merapi
Dicirikan dengan lavanya yang cair-kental, dapur magma yang relatif dangkal dan tekanan gas yang agak rendah. Karena sifat lavanya tersebut, apabila magma naik ke atas melalui pipa kepundan, maka akan terbentuk sumbat lava atau kubah lava sementara di bagian bawahnya masih cair. Sumbat lava yyang gugur akan menyebabkn terjadinya awanppanas guguran. Sedang semakin tingginya tekanan gas karena pipa kepundan tersumbat akan menyebabkan sumabat tersebut hancur ketika terjadi letusan, dan akan terbentuk awanpanas letusan.
5. Tipe Pelee
Tipe ini mempunyai viskositas lava yang hampir sama dengan tipe Merapi. Tetapi tekanan gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee adalah peletusan gas ke arah mendatar. G. Pelee pernah meletus pada 8 Mei 1902, menghancurkan kota St. Pierre dengan serbuan awanpanas bersuhu antara 2100 – 2300C. Kecepatan luncurnya yang tinggi, sekitar 150 m/detik, mnyebabkan penduduk kota tersebut tidak sempat melarikan diri dan 30.000 jiwa menjadi korban.
6. Tipe St. Vincent
Lavanya agak kental, dan bertekanan gas menengah. Pada kawah terdapat danau kawah, yang sewaktu terjadi letusan akan dimuntahkan ke luar dengan membentuk lahar letusan. Setelah danau kawah kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas gunungapi berupa bom, lapili dan awanpijar. Suhu lahar letusan adalah sekitar 1000C. Contoh tipe ini di Indonesia adalah G. Kelud yang meletus pada tahun 1906 dan 1909.
7. Tipe Perret atau tipe Plinian
Tipe ini dicirikan dengan tekanan gasnya yang sangat kuat, disamping lavanya yang cair. Bersifat merusak dan diduga ada kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera gunungapi. Peneliti pertama tipe ini adalah Plinius (99 SM), yaitu terhadap G. Vesivius, sehingga namanya diabadikan untuk tipe letusan gunungapi. Contoh dari tipe ini adalah G. Vesivius, yang sebelum meletus mempunyai ketinggian 1.335 m. Tetapi setelah terjadi letusan, ketinggian sisa hanyalah 1.186 m, sehingga sekitar 149 m dihembuskan ke atas oleh suatu kekuatan yang luarbiasa besarnya. Contoh di Indonesia adalah G. Krakatau yang meletus pada tahun 1883.

Periode kegiatan dan periode istirahat letusan gnungapi sangat tergantung pada :
1. Kedalaman dan ukuran dapur magma.
2. Besarnya tenaga potensial dalam dapur magma dan besarnya tenag yang dilepaskan.
3. Kandungan gas dan proses pembentukan gas kembali (degassing).
4. Besar-kecilnya atau ada-tidaknya gangguan kesetimbangan atas aspek fisika-kimia.
5. Sifat penyaluran tenaga ke araah permukaan yang dikendalikan oleh sistem rekahan atau pensesaran.
II.3 Morfologi Gunungapi
Morfologi gununungapi dapat dibedakan menjadi tiga zona dengan ciri-ciri yang berlainan, yaitu :
a. Zona Pusat Erupsi
- banyak radial dike/sill
- adanya simbat kawah (plug) dan crumble breccia
- adanya zona hidrotermal
- endapan piroklastik kasar
- bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi

b. Zona Proksimal
- material piroklastik agak terorientasi
- pada material piroklastik dan lava dijumpai pelapukan, dicirikan oleh soil yang tipis
- sering dijumpai parasitic cone
- banyak dijumpai ignimbrit dan welded tuff

c. Zona Distal
- material piroklastik berukuran halus
- banyak dijumpai lahar













Gambar II.8. Pembagian zona pada gunungapi

II.4 Macam-macam Bentang Alam Vulkanik
Bentang alam vulkanik dibedakan menjadi beberapa macam dengan dasar klasifikasi kenampakan visual morfologinya. Srijono (1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan klasifikasi bentang alam vulkanik berdasarkan bentuk morfologinya. Klasifikasi tersebut dapat diuraikan menjadi :

II.4.1 Bentuk Timbulan (Morfologi Positif) / Kubah Vulkanik
Merupakan morfologi gunungapi yang mempunyai bentuk cembung ke atas. Morfologi ini dibedakan atas dasar asal kejadiannya menjadi :
a. Kerucut Semburan
- Kerucut Semburan Utama
Merupakan morfologi kerucut semburan yang terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat kental/andesitik.
- Kerucut Parasit (Parasitic Cone)
Merupakan morfologi yang terbentuk sebagai hasil erupsi gunungapi yang berada pada lereng gunungapi yang lebih besar.
- Kerucut Sinder (Cinder Cone)
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh erupsi kecil yang terjadi pada kaki gunungapi, berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung datar.











Gambar II.9. Sketsa morfologi kerucut semburan, kerucut parasit dan kerucut sinder











Gambar II.10. Cinder Cone “Pu`u ka Pele” yang meletus di sebelah tenggara G. Mauna Kea. Tinggi kerucut 95 m dan diameter kawahnya 400 m.

b. Kubah Lava (Lava Dome)
Merupakan morfologi yang berbentuk kubah membulat yang terbentuk oleh magma yang sangat kental, biasanya dacite/rhyolite. Kubah terdiri dari satu atau lebih aliran lava individu.











Gambar II.11. Kubah lava di atas Novarupta vent, Lembah Sepuluh Ribu Asap, Taman Nasional Katmai, Alaska.

c. Gunungapi Tameng/Perisai
Merupakan morfologi yang terbentuk oleh aliran magma cair encer, sehingga pada waktu magma keluar dari lubang kepundan, meleleh ke semua arah dala jumlah besar dari suatu kawah besar/kawah pusat dan menutupi daerah yang luas yang relatif tipis. Sehingga bentuk gunung yang terbentuk mempunyai alas yang sangat luas dibandingkan dengan tingginya.
Sifat magmanya basa dengan kekentalan rendah dan kurang mengandung gas. Karena itulah erupsinya lemah, keluarnya ke permukaan bumi secara effusif/meleleh. Akibatnya lerengnya landai (20 – 100) tingginya tidak seberapa dibanding diameternya, dan permukaan lereng yang halus. Contohnya adalah gunungapi di Hawaii (Mauna Loa, Kilauea).
d. Dataran Vulkanik
Secara relatif, dataran vulkanik dicirikan oleh puncak topografi yang datar, dengan variasi beda tinggi yang tidak mencolok. Macam-macam dataran vulkanik diantaranya adalah dataran basal, plato basal dan dataran kaki vulkan.












Gambar II.12 Sketsa morfologi dataran vulkanik
e. Vulkan Semu
Vulkan semu adalah morfologi mirip kerucut gunungapi, bahan pembentuknya berasal dari vulkan yang berdekatan. Dapat pula terbentuk oleh erosi lanjut terhadap suatu vulkan yang sudah lama tidak menunjukkan kegiatannya (mati). Morfologi ini kemungkinan dihasilkan oleh suatu sistem patahan mayor yang melintasi gunungapi aktif dan mampu mengangkat massa yang besar. Morfologi vulkan semu ini sering disebut Gunung Gendol. Gunung Gendol adalah bukit kecil di daerah muntilan , Jawa Tengah pada dataran kaki vulkan G. Merapi.
Vulkan semu jenis lain adalah lajuran vulkanik (volcanic neck), yaitu morfologi yang terbentuk bila suatu kubah vulkanik tererosi sehingga tinggal berbentuk lajuran. Biasanya, di sekitar vulkanik tersebut sering dijumpai retas yang memanjang.














Gambar II.13. Kenampakan morfologi vulkan semu


II.4.2 Depresi Vulkanik (Morfologi Negatif)
Depresi vulkanik adalah morfologi bagian vulkan yang secara umum berupa cekungan. Berdasarkan material pengisinya depresi vulkanik dibedakan menjadi :












Gambar II.14. Sketsa morfologi depresi vulkanik

a. Danau Vulkanik
Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga membentuk danau.
b. Kawah
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter maksimum 1,5 km, dan tidak terisi oleh apapun selain material hasil letusan. Berdasarkan asal mulanya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedang berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter). Pengisian kawah oleh airhujan akan menyebabkan terbentuknya danaukawah. Dan letusan pada gunungapi yang mempunyai danaukawah akan menyebabkan terjadinya lahar letusan yang bersuhu tinggi.
c. Kaldera
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi didahului oleh amblesan pada komplek vulkan, dengan ukuran lebih dari 1,5 km. Pada kaldera ini sering muncul gunungapi baru. Menurut H. William (1947), berdasarkan proses yang membentuknya kaldera dibedakan menjadi :













Gambar II.15. Kaldera “Aniakchak” berdiameter 10 km dengan kedalaman 500 – 1000 m.

1. Kaldera letusan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan mnyemburkan massa batuan dalam massa yang sangat besar. Kaldera Bandai-san di Jepang dan Tarawera di New Zealand termasuk dalam jenis ini.
2. Kaldera runtuhan, yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan yang berjalan cepat yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan magma di dalam waduk pun akan menyebabkan runtuhnya bagian atas dapur magma, dan memicu terjadinya runtuhan bagian puncak gunungapi. Hampir kebanyakan kaldera terbentuk melalui proses ini, contoh kaldera Krakatau, di Indonesia dan Crater Lake di Oregon, Amerika.
3. Kaldera erosi, yaitu kaldera yang disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana erosi akan memperlebar daerah lekukan sehingga daerah kalderah tersebut semakin luas. Gejala seperti ini banyak ditemukan di gunungapi Jepang.

Selain morfologi di atas, berikut disampaikan macam-macam morfologi hasil erupsi vulkanik :
1. Morfologi hasil erupsi sentral
a. Dari magma encer :
- Hornitos
- Exogeneous dome
b. Dari magma intermediet :
- Cinder Cone
- Pyroclastic ring fall
- Indogeneous dome
c. Dari magma kental :
- Maar
- Crater
- Kaldera
2. Morfologi hasil erupsi celah
a. Berasal dari magma encer :
- Lava flow
- Lava plateu
b. Dari magma intermediet :
- Tanggul lava
- Strato volkanic ridge
c. Dari magma kental :
- Endogeneous ridge

















Gambar II.16. Tipe, bentuk dan struktur gunungapi menurut Kuno (1976) yaitu (a) maar, (b) Kerucut piroklastik, (c) jarum gunungapi, (d,e,f) kubah lava, (g) gunung berlapis dan (h) gunungapi tameng/perisai.

Kalau tidak ada gangguan, suatu gunungapi yang tumbuh semakin besar akan mempunyai bentuk yang teratur, baik berupa kerucut maupun bentuk lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak teraturnya bentuk gunungapi antara lain :
1. Kegiatan vulkanisme, seperti pembentukan kaldera, dimana kegiatan tesebut akan mengganggu pekembangan suatu gunungapi.
2. Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), dimana berkaitan erat dengan keaktifan tektonik daerah setempat.
3. Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama-kelamaan akan merusak dan menghancurkan dinding kepundan.
4. Adanya kerucut spater (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi curam yang tersusun dari batuan bahan lepas yang terendapkan di atas celah atau pipa kepundan, dan umumnya berkomposisi basalan; atau hornito yang juga merupakan kerucut spater di sekitar ujung aliran lava.
5. Adanya gua-gua pada aliran lava (lava tube).















Gambar II.17. Spatter cone “Pu`u `O`o” dengan tinggi 4 – 5 m.



















Gambar II.18. Hornito
















Gambar II.19. Lava tube “Thurston (Nahuku)” dekat kaldera G. Kilauea, Hawaii


II.5 Dampak Lingkungan Gunungapi
Gunungapi dapat mempengaruhi lingkungan, baik pengaruh baik (sesumber), maupun pengaruh buruk (bencana) bagi manusia. Dampak positif dengan adanya gunungapi adalah :
a. Panas bumi (geothermal), sebagai sumber tenaga listrik dari proses hidrotermal yang terjadi di daerah gunungapi, seperti yang diusahakan di Pegunungan Dieng dan Lahendong.
b. Sebagai taman wisata, dikembangkan dari potensi keindahan alam dan suasana alam yang masih asli dan sejuk seperti di Kaliurang, Puncak, Sarangan.
c. Sebagai daerah pertanian daerah yang subur seperti banyak kita jumpai di seluruh Indonesia. Contohnya : Batu, Kaliurang, Dieng, Wonosobo.
d. Sebagai daerah pengisian (recharge) air tanah bagi daerah-daerah sekitar gunungapi seperti Gunung Merapi untuk daerah sekitar Yogyakarta.
e. Sebagai daerah penyeimbang / pembagi hujan di daera sekitarnya.

Selain berpotensi sebagai daerah yang menguntungkan gunungapi juga berpotensi sebagai sumber bencana. Secara garis besar bahaya akibat erupsi gunungapi dapat dibagi menjadi dua yaitu bahaya langsung (primer) dan bahaya setelah terjadinya letusan (sekunder).
Bahaya primer akibat erupsi gunungapi meliputi :
a. Aliran Lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi (sampai 12000 C). Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat mencapai beberapa kilometer. Semua benda yang dilaluinya akan hangus dan terbakar. Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.

b. Bom Gunungapi
Bom gunungapi berujud batuan panas dan pijar berukuran 10 cm – 2 m. Batuan ini dapat terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom ini dapat menimbulkan kebakaran hutan, pemukiman dan lahan pertanian. Bila tiba di tanah bom ini akan mengeluarkan letusan dan akan hancur.













Gambar II.20. Aliran lava pada G. Mauna Loa, Hawaii.












Gambar II.21. Bom gunungapi G. Mauna Kea, Hawaii.
c. Pasir Lapili
Pasir dan lapili adalah campuran material letusan yang ukuranya lebih kecil dari bom (< 2 mm). Sedangkan lapili lebih besar daripada pasir hingga mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir dan lapili ini dapat terlempar hingga puluhan kilometer. Pasir dan lapili ini dapat menghancurkan atap rumah karena bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh tanaman.











Gambar II.22. Pasir Lapili G. Kilauea, Hawaii.

d. Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dai material halus yang dihasilkan oleh erupsi gunungapi dan dihembuskan oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer. Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan material halus yang bersuhu tinggi (hingga 12000 C). Suspensi ini berat sehingga mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya dapat menapai 10 – 20 km. Dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang terjadi pada Gunung Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung lagi ternak yang mati terpanggang akibat hembusan awan panas ini.

e. Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron - 0.2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu penerbangan seperti yang terjadi pada saat letusan G. Galunggung, dapat menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak mengisap abu gunungapi dan menimbulkan penyakit silikosis, yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya abu gunungapi yang mengandung silika bebas.











Gambar II.23. Abu gunungapi dari G. St. Helens, Amerika.

f. Gas Beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya mengeluarkan gas CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2 dan gas lain yang jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm (part per million), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3As yang sangat mematikan pada 0,05 ppm. Gas yanga dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusa gunungapi. Yang paling berbahaya adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa gunungapi seperti yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada pada daerah-daerah yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan yaitu bahaya sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik blok, bom, lapili, tuff, abu maupun longsoran kubah lava. Apabila terjadi hujan lebat yang turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang biasa disebut alira lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang besar dan akan melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun tanggul sungai yang dilaluinya.











Gambar II.24. Aliran lahar pada G. Santiaguito, Guatemala.

Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini maka di setiap daerah gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan pada potensi bencana yang ada baik primer maupun sekunder. Seperti yang dilakukan oleh Jawatan Vulkanologi pada G. Merapi.

II.6 Bentang Alam Vulkanik dalam Peta Topografi
Pada peta topografi, bentang alam vulkanik memiliki kenampakan pola kontur yang khas. Umumnya pola kontur yang dibentuk oleh bentang alam vulkanik adalah sirkuler dan radier sesuai dengan bentuk bentang alamnya. Disamping memiliki pola kontur yang khas, bentang alam vulkanik juga dicirikan oleh pola penyalurannya yang khas yaitu sirkuler ataupun radier.
II.7 Klasifikasi Relief
Van Zuidam (1983), mengklasifikasikan relief berdasarkan morfometri dan morfografi sebagai berikut :
Klasifikasi Relief Persen lereng (%) Beda tinggi (m)
Datar/hampir datar 0 – 2 < 50
Bergelombang landai 3 – 7 5 – 50
Bergelombang miring 8 – 13 25 – 75
Berbukit bergelombang 14 – 20 50 – 200
Berbukit terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan sangat terjal 56 – 140 500 – 1000
Pegunungan sangat curam > 140 > 1000

Tidak ada komentar: