Pengangkatan Pegunungan Selatan pada Kala Plistosen Awal, telah membentuk Cekungan Yogyakarta. Di dalam cekungan tersebut selanjutnya berkembang aktivitas gunung api (Gunung) Merapi. Didasarkan pada data umur penarikhan 14C pada endapan sinder yang tersingkap di Cepogo, aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak ±42.000 tahun yang lalu; sedangkan data penarikhan K/Ar pada lava di Gunung Bibi, aktivitas gunung api tersebut telah berlangsung sejak 0,67 jtl. Tinggian di sebelah selatan dan kemunculan kubah Gunung Merapi di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagian selatan lembah tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo. Kini, di lokasi-lokasi yang diduga pernah terbentuk lembah datar tersebut, tersingkap endapan lempung hitam. Lempung hitam tersebut adalah batas kontak antara batuan dasar dan endapan gunung api Gunung Merapi. Didasarkan atas data penarikhan 14C pada endapan lempung hitam di Sungai Progo (Kasihan), umur lembah adalah ±16.590 hingga 470 tahun, dan di Sungai Opak (Watuadeg) berumur 6.210 tahun. Endapan lempung hitam di Sungai Opak berselingan dengan endapan Gunung Merapi. Jadi data tersebut dapat juga diinterpretasikan sebagai awal pengaruh pengendapan material Gunung Merapi terhadap wilayah ini. Di Sungai Winongo (Kalibayem) tersingkap juga endapan lempung hitam yang berselingan dengan lahar berumur 310 tahun. Jadi, aktivitas Gunung Merapi telah mempengaruhi kondisi geologi daerah ini pada ±6210 hingga ±310 tl.
Gambar 2.1 Pegunungan Selatan
2.1 Geografi regional
Pegunungan selatan merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur dari barat dan timur, yang secara struktural deretan pegunungan tersebut terletak pada penampang utara sampai selatan. Pegunungan selatan ini berada di kabupaten Gunung Kidul. Kabupaten gunung kidul adalah sebuah kabupaten di provinsi daerah istimewa Jogjakarta, ibukotanya Wonosari. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, samudera Hindia di selatan, serta kabupaten Bantul dan Sleman di barat. Kabupaten Gunung Kidul terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di kecamatan gunung Kidul. Sebagian besar wilayah kabupaten ini berupa perbukitan dan pegunungan kapur, yakni bagian dari Pegunungan Sewu. Sebagian dari wilayah Gunung Kidul merupakan daerah tandus, dimana pada musim kemarau sering terjadi kekeringan.
2.2 Fisiografi Pegunungan Selatan
Menurut deskripsi Pannekoek (1949), fisiografi Pegunungan Selatan Jawa, yang membujur mulai dari wilayah Jogyakarta di bagian barat hingga daerah blambangan di ujung timur Jawa Timur menampakkan bentukan plato sebagai hasil proses pengangkatan (Uplifted Peneplain) terhadap batuan berumur miosen. Sebagai akibat proses pengangkatan kawasan batu gamping yang berkembang dari pegunungan selatan khususnya di wilayah Gunung Kidul Wonogiri dan Pacitan, berkembang dari topografi Karst dengan system drainase bawah tanahnya, (Subterranean Drainage). Sementara itu, kenampakan platonyapun akhirnya berubah menjadi bukit-bukt kecil berbentuk kerucut (Conical Hillocks) yang dikenal dengan Gunung Sewu. Di sisi selatannya, hantaran gelombang Samudra Hindia terus menerus membentuk lereng-lereng terjal (Cliff) yang dibeberapa tempat diselilingi oleh teluk-teluk yang sebagian terhubung dengan wilayah kedalaman melalui lembah-lembah kering.
Di sisi utaranya perbukitan Gunung Sewu berbatasan dengan dua buah Ledok (Bassins) yaitu Ledok Wonosari dibagian Barat dan Ledok Baturetno di bagian timur. Ledok Wonosari hingga kini masih mempertahankan pola drainase aslinya dialiran sungai Oyo yang mengalir menembus tebing-tebing tinggi di ujung barat. Ledok Baturetno di daerah Wonogiri yang semula daerah hulu dari sebuah sungai yang mengalir ke selatan sebagaimana ditunjukkan melalui lembah Giritontro yang membelah Gunung Sewu ke arah Samudra Hindia akhirnya berubah menjadi anak sungai bagi Bengawan Solo yang hingga kini mengalir ke utara. Di sisi utara kedua Ledok terdapat punggungan-punggungan tinggi dengan sisa-sisa Planasinya yang tetap dipertahankan. Batas utara dari punggungan tersebut berupa tebing curam (Steep Escartment), memanjang mulai daerah Parangtritis ke utara, di selatan Prambanan berbelok ke arah timur hingga Wonogiri. Di sebelah utaranya membentang dataran rendah dimana lipatan batuan yang lebih tua turun cukup dalam, tertutup oleh kipas-kipas fluvio-volkanik muda dari beberapa Gunung Api.
Mengenai umur pengangkatan pegunungan selatan Jawa, von koenigswald memperkirakan terjadi pada akhir Pleistocene bawah. Indikasi mengenai umur tersebut diperoleh di bagian kipas-kipas batu gamping gunung sewu, berupa sisa-sisa fauna Pleistocene bawah (tapirus dan rhinoceros) yang hidup pada daerah humid dengan kondisi lingkungan rawa. Hal ini membuktikan bahwa lokasi temuan tersebut pada waktu itu terletak di bagian rendah, yang kemudian terangkat sehingga aliran permukaannya hilang.
Tebing terjal di sepanjang sisi utara pegunungan selatan Jawa pada kenyataannya tidak memiliki kenampakan seperti garis lurus. Di beberapa bagian, khususnya di sebelah selatan gunung Lawu dan Wilis, terdapat ujung-ujung yang menjorok kea rah utara. Ujung kurva (“spur”) di selatan gunung Wilis bahkan mengarah jauh ke utara menembus tubuh Wilis tua dan kemudian tertutup oleh deposit volkanik, sedangkan di sebelah tenggara selatan gunung Lawu, bagian utara dari “spur” merupakan blok terpisah yang membentuk gunung Gijono. Secara keseluruhan, bagian tenggara gunung Wilis merupakan system lembah yang menyusup dari depresi tengah ke dalam zona plato ( di dekat kota tulung agung).
Bagian dasarnya merupakan lembah-lembah lebar yang sebagian besar tertutup dan tenggelam di bawah sedimen, membentuk bentangan sedemikian rupa dari depresi tengah kea rah selatan. Sebagai akibatnya, zona plato (pegunungan selatan) seolah mundur ke arah selatan, menyisakan punggungan runcing dan rendah yang memisahkan sebaran lembah dengan Samudera Hindia ( di dekat teluk popoh ). Tampaknya telah terjadi amblesan di bagian ini yang memperendah dan mendorong pembentukan sistem lembah yang kemudian terisi sedimen. Bahkan pada saat ini bagian terluas dari dasar lembah telah tertutup oleh rawa yang luas (rawa bening). Ke arah timur dari teluk popoh, kenampakan pegunungan selatan berupa plato dengan kemiringan ke selatan, di beberapa tempat terdapat bukit-bukit kecil karst. Berbeda dengan di bagian barat, sisi utara pegunungan selatan di daerah ini relatif melandai, tidak dibatasi tebing terjal. Di sebelah selatan gunung semeru, zona selatan mengalami pemotongan oleh sebuah ngarai yang berkelok-kelok (sinuous canyon), yang sebagian terisi oleh alian volkanik Semeru. Di bagian ini juga terdapat lengkungan ke utara membentuk, sebuah “spur” seperti di sebelah selatan Wilis, dengan kurva yang lebih ramping dan memiliki kontur cekung.
Ujung dari rentangan plato selatan tampaknya terletak pada perlapisan di bawah dataran alluvial dari depresi melintang Lumajang. Pada paparan dangkal, di sebelah selatannya terdapat pulau Nusa Barung, yang tersusun atas batu gamping dengan sejumlah conical karstnya. Di sebelah timur dari depresi melintang lumajang, pegunungan selatan muncul lagi pada ketinggian Gunung Ketiri. Bagian ini dikepung oleh potongan-potongan terpisah massa batuan yang mencuat di atas dataran alluvial yang mengapitnya. Bagian terakhir dari pegunungan selatan, adalah semenanjung atau jazirah Blambangan yang terkesan aneh, tersusun atas plato batu gamping yang menampakkan kembali karakteristik zona plato selatan walaupun tingkat kelarutan batuannya kurang intensif dibandingkan dengan Gunung Sewu. Bagian ini tampaknya dibatasi oleh patahan-patahan di semua sisinya. Pada sisi baratnya terdapat pola kelurusan, segaris dengan pantai timur Jawa sepanjang selat bali, sedangkan batas luar sisi selatan dan timur lautnya ditandai oleh garis-garis kontur yang dalam dan lurus. Mesikpun secara fisiografis pulau Jawa berakhir di sini, bukan berarti bahwa zona tektonik dan fisiografi terhenti di sini pula. Karakter topografi yang sama ternyata muncul kembali di kepulauan Sunda Kecil yang membentuk semenanjung atau jazirah di selatan Bali, pulau Nusa Penida, dan barisan selatan Lombok.
Gambaran di atas merupakan gambaran fisiografi pegunungan selatan atau zona plato selatan Jawa bagian timur. Di sebelah utara zona ini terdapat zona tengah, yaitu zona depresi yang ditumbuhi oleh deretan gunung api. Pada dasarnya zona ini merupAKAN bagian lipatan yang lebih rendah disbanding dengan kedua zona yang mengapitnya, yang kemudian terisi oleh endapan hasil aktifitas gunung api membentuk kipas fluvial-vulkanik yang luas ke area sekelilingnya. Di beberapa tempat batuan dasar dari masa yang lebih tua tidak tertutup oleh endapan volkanik. Menurut Bemmelen (1949), pegunungan yang menjadi generasi pertama kala Pleistocene adalah gunung Wilis tua, Lawu tua, pegunungan iyang, dan gunung anjasmoro yang kini telah terkikis sehingga puncaknya menjadi teratur. Zona paling utara di bagian timur Jawa adalah zona lipatan yang terdiri atas pegunungan kendeng di selatan, perbukitan rembang di utara, dan dataran rendah di antara keduanya (periksa juga Watanabe dan Kadar, 1985). Dataran rendah ini dikenal sebagai depresi randubelatung.
2.3 Lithostratigrafi
Urutan lithostratigrafi daerah penelitian dimulai dari batuan-batuan yang paling tua adalah dari formasi semilir, yang terdiri dari perselingan breksi tufa, breksi batu gamping, tufa dasit, tufa andesit, serta batu lempung tufaan. Formasi semilir bersilang dari bawah permukaan dengan batu gamping, batu pasir napalan dan napal dari formasi sentolo.
Di atas formasi semilir diendapkan secara slearas breksi andesit, batu pasir, breksi batu lempung, dan batu pasir dari formasi nglanggran. Di atas formasi nglanggran diendapkan secara tidak selaras setempat-setempat batuan-batuan dari formasi sambipitu, yang terdiri dari perselingan batu pasir dan serpih, kadang-kadang banyak dijumpai batu lanau, batu lempung, dan batu lempung kerikilan.
Di atas batuan-batuan ini diendapkan secara selaras batuan-batuan dari formasi oyo yang terdiri dari kalkarenit, kalsirudit, dan napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai umur miosen bawah bagian akhir sampai miosen atas bagian akhir. Di atas batuan-batuan tersier tersebut secara tidak selaras diendapkan alluvial yang berumur denga endapan vulkanik merapi muda. Endpan-endapan tersebut dari pasir, lanauan, pasil kerikilan, lanau, dan lempung yang merupakan endapan pada system sungai. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah sesar geser dan sesar normal. Struktur kekar erkembang pada batuan batuan yang berumut tersier.
Daerah pengisian (recharge area) terdapat pada tubuh dan kaki dalam Gunung Merapi, sedangkan daerah penelitian merupakan daerah luahan (discharge area). Batuan – batuan yang berumur tersier di daerah penelitian, mempunyai permeabilitas sangat kecil sehingga dalam hal ini dianggap sebagai batuan dasar. Batuan – batuan ini pada umumnya mempunyai produktivitas sangat kecil. Di beberapa tempat muncul mata air dengan debit di bawah 0,5 liter/detik, biasanya air tanah tersebut hanya dapat dipakai untuk keperluan rumah tangga saja. Air tanah pada batuan – batuan ini menempati zona pelapukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar