BAB II
DASAR TEORI
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik. Fotogrametri diperlukan karena :
• Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk menentukan ukuran lainnya.
• Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran 3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri sebuah objek.
Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas.
Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran dari unsur – unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat sederhana dibedakan atas :
a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas objek pada foto.
Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-masing segi empat panjang (Luas ABB’A’ + CDD’C’ + EFF’E’), dimana AA’, BB’, CC’, DD’, EE’ dan FF’ merupakan interval strip.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2, luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m), maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.
c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik
2. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :
S = f / H
dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.
Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :
S = df / dl
dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.
Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp / pf = df / pp
dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
B = b1 + b2
2
dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya (tanpa tanda negatifnya).
Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U
Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer. Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual, dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 – (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 – XB2
Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik
5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan dengan persamaan :
h = H p
b
dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa persamaan, yaitu :
a. ∆h = H. ∆P
PB + ∆P
dengan ∆h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB = paralaks titik B, PA = paralaks titik A, ∆P = selisih paralaks A dan B, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B = jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala 1 : 10.000 atau lebih besar.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
6. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan, karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1’ dan n2’) diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit denagn n1’ dan n2 berimpit dengan n2’.
f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.
Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
2 komentar:
mantap mas .. terima kasih atas informasinya ,,
Sangat membanti. Terimakasih
Posting Komentar