BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Maksud dan Tujuan
I.1 Maksud
• Menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang
• Menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang sama
• Menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda
• Menggambarkan proyeksi bidang dalam diagram blok
I.2 Tujuan
• Mengetahui arah gaya suatu deformasi batuan
• Dapat menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang
• Dapat menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang sama
• Dapat menentukan jurus dan kemiringan struktur suatu bidang dari dua buah kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda
• Mengetahui proyeksi bidang dalam diagram blok
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Geologi Struktur
Geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang bangun,bentuk dan susunan batuan penyusun kulit bumi yang di hasilkan oleh gerak-gerak yang ada dari dalam bumi. Kenampakan yang di hasilkan oleh gerak-gerak tersebut antara lain struktur lipatan (fold), kekar (joint), patahan/sesar (fault) dan ketidakselarasan (unconformity).
2.2Tujuan Peneliti Geologi Struktur
Merkonstruksi kedudukan litologi yang telah mengalami proses deformasi dengan tujuan :
1. mengetahui arah gaya
2. mengetahui deformasi batuan yang dihasilkan
3. mengetahui penyebaran material alam yang berharga ekonomis
4. mengetahui penyebaran akumulasi minyak di dalam permukaan bumi
5. membantu dalam bidang geologi teknik
6. dan lain-lain
2.3 Tahapan Penelitian Geologi Struktur
Tahapan dalam penelitian geologi struktur di bagi menjadi tiga bagian analisa, meliputi :
A. Analisa Deskriptif
• Mengenal unsur struktur geologi di lapangan
• Mendeskripsikan yang merupakan sifat fisiknya dan geometrinya
• Mengukur kedudukan unsur-unsur struktur ( garis, bidang, sudut )
• Menggambarkan pada peta dan penampang
B. Analisa Kinematik
• Mengamati perubahan yang terjadi pada batuan (deformasi), yang berhubungan dengan pembentukan sruktur, meliputi :
• Mengamati perubahan yang terjadi pada batuan (deformasi ), yang berhubungan dengan pembentukan struktur meliputi :
1. Pergerakan translasi dan rotasi
2. Perubahan bentuk (dilatasi) dan ukuran (distorsi)
C. Analisa Dinamik
• Mempelajari ”penyebab/proses” yang terjadi pada batuan
2.4 Pengertian Gaya
Adanya aktivitas tenaga endogen – tektonik menyebabkan terjadinya deformasi pada kulit bumi. Deformasi pada batuan penyusun kulit bumi menghasilkan bangun kulit bumi yang beraneka ragam.
Perubahan – perubahan tersebut terjadi karena adanya tegasan (Stress) pada kulit bumi.
Gaya adalah vektor yang mempunyai besaran dan arah tertentu dan mempunyai kemampuan untuk mengubah pergerakan (motion) dari suatu benda. Besarnya gaya dinyatakan dalam satuan dyne
2.5 Macam Gaya
Macam – macam gaya yang bekerja pada kulit bumi
1. Tension
Suatu benda disebut terkena gaya tension, jika gaya eksternal yang bekerja saling menarik (PULL APART). Arah gaya saling menjauh satu sama lain.
2. Compression
Suatu benda disebut terkena gaya compression, jika gaya eksternal yang bekerja saling menekan (COMPRESS). Arah gaya saling mendekat.
3. Gaya couple
Gaya couple terdiri dari dua gaya yang seimbang yang bekerja pada bidang yang sama (tetapi tidak pada sisi yang sama), yang arahnya saling berlawanan.
4. Torsion
Torsion dihasilkan oleh twisting. Yaitu jika dua ujung benda diputar dengan arah gaya yang berlawanan pada masing-masing ujungnya.
.
Gambar 1.Macam bentuk gaya : Tension, Compression dan Couple
Gambar 2. Bentuk Gaya Torsion
2.6 Stress dan Strain
Stress (Tegasan) adalah besarnya gaya yang mengenai benda per satuan luas. Tegasan yang bekerja pada sebuah benda berbentuk kubus, arah tegasan yang bekerja tegak lurus permukaan sisi kubus disebut tegasan utama (principal stress).
Apabila hanya ada satu arah tegasan utama yang bekerja pada kubus disebut unia9ial compression. (jika 2 arah : bia9ial compression dan 3 arah : tria9ial compression)
Sumbu tegasan utama yang bekerja pada kubus selalu saling tegak lurus satu sama lain. Strain adalah deformasi yang disebabkan oleh stress
Deformasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (DISTORSION) dan volume (DILATION) tubuh batuan sehingga dapat menghasilkan perubahan posisi (TRANSLATION) dan orientasi (ROTATION).
2.7 Perlapisan miring (bidang miring).
Kedudukan suatu garis dinyatakan dengan bearing dan plunge (penunjaman=inklinasi).
Bearing yaitu sudut horisontal antara suatu garis dengan koordinat tertentu, biasanya utara selatan.
Plunge, yaitu sudut vertikal yang di ukur ke arah bawah pada bidang vertikal antara horisontal dan garis.
Kedudukan suatu bidang dinyatakan dengan strike(jurus) dan dip (kemiringan).
Jurus yaitu bearing dari suatu garis horisontal pada bidang mirig atau arah garis yang di bentuk oleh perpotongan bidang miring dengan bidang horisontal.
Kemiringan, kemiringan maksimum dari bidang miring atau sudut antara bidang horisontal dan bidang miring yang di ukur vertikal pada arah tegak lurus terhadap jurus.
Kemiringan semu, yaitu kemiringan bidang miring yang diukur tidak tegak lurus terhadap jurus.
2.8 Data-Data yang di Butuhkan Dalam Pengukuran
Data-data yang harus ada dalam pengukuran true dip adalah :
1. Letak dan kemiringan pengukuran
2. Arah Sayatan tegak dimana apparent dip diukur
3. Besar kemiringan semu
BAB III
METODOLOGI
III.1 Instrumentasi
III.1.2 Alat :
• Pensil
• Penghapus
• Drawing pen 2 warna
• Penggaris panjang
• Busur lingkar 3600
III.1.2 Bahan :
• Kertas HVS 5 Lembar atau sesuai kebutuhan
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama
1. Gambarkan rebahan masing-masing bidang yang memuat kemiringan semu sesuai dengan arahnya di titik O dengan kedalaman d sehingga menghasilkan OCF dan ODE
2. Hubungkan titik D dan C. Garis DC merupakan proyeksi horisontal Jurus bidang ABFE : N Z0 E
3. Melalui O buatlah garis tegak lurus DC. Sudut LOK merupakan kemiringan sebenarnya dari bidang ABFE
4. Jadi kedudukan bidang tersebut adalah N Z0 E/a0
III.2.2 Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Berbeda (Cara 1)
1. Gambarkan rebahan masing-masing bidang yang memuat kemiringan semu di O dan P sesuai dengan besar dan arahnya sehingga menghasilkan bidang ODE dan PGF
2. Gambarkan lokasi ketinggian 300 meter pada garis OE dengan cara membuat garis tegak lurus OD berjarak 100 meter (r) yang merupakan beda tinggi O dan P yaitu di Q. Proyeksikan Q pada OD sehingga diperoleh Q’. Titik Q merupakan proyeksi Q pada bidang horisontal
3. Hubungkan titik P dan Q, PQ merupakan proyeksi horisontal jurus bidang ABFE pada ketinggian 300 meter
4. Melalui G buat garis tegak lurus PQ’ sehingga memotong di V
5. Ukur VW pada garis PQ’ sepanjang d. Sudut VOW merupakan kemiringan sebenarnya dari bidang ABFE
6. Jadi kedudukan bidang terebut adalah N Z0 E /a0
III.2.3 Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama
Prinsip yang dipakai adalah menggunakan bidang proyeksi sebagai referensi di atas titik paling tinggi.
1. Plotkan titik O dan P. Melalui titik O dan P ini buat kedudukan arah penampang pengukuran yaitu N90E pada O dan NY0E pada P. Kedudukan garis perpanjangan bertemu di Z.
2. Dari O buat garis tegak lurus ZO, lalu buat garis sejajar ZO berjarak h ( h adalah jarak titik O dengan bidang proyeksi di atas O). Perpotongannya O (letak titik pengukuran O yang sebenarnya ). Demikian juga untuk titik P, buat garis tegak lurus ZP, buat garis sejajar ZP sehingga garis berpotongan di P berjarak T (T adalahjarak titik P dengan bidang proyeksi = d + (tinggi O-tinggi P ) = d + r
3. Melalui O buat garis menyudut sebesar dip terhadap garis sejajar OZ yang melalui O. Hati- hati cara mengeplot. Garis tersebut memotong garis OZ di titik A. Kerjakan dengan cara yang sama untuk titip P, buat garis menyudut melalui P hingg memotong ZP dititk B
4. Hubungkan titik A dan B yang merupakan jurus lapisan yang di cari
5. Buat garis tegak lurus garis AB melalui Z, memotong di titik Q. Buat garis sejajar AB melalui O, plotkan titik S pada garis tersebut yang berjarak r dan Q
6. Hubungkan S dan Q. Maka sudut SQQ adalah true dip yang dicari. Mencari true dip bisa juga dari P, dengan jarak titik P sebesar r.
BAB IV
SOAL DAN PENYELESAIAN
IV.1 Soal
TUGAS PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1: MENENTUKAN JURUS DAN KEMIRINGAN STRUKTUR BIDANG DARI DUA BUAH KEMIRINGAN SEMU.
1. Pada lokasi A diukur dua kemiringan semu, masing – masing pada arah N29oE/59o dan pada arah N299oE/29o.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang yang sesungguhnya!
2. Pada lokasi B diukur dua kemiringan semu, masing – masing pada arah N79oE/49o dan pada arah N159oE/59o.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang yang sesungguhnya!
3. Pada lokasi C dengan ketinggian 500m dpl diukur kemiringan semu 39o pada arah N129oE dan pada lokasi D dengan ketinggian 350m dpl diukur kemiringan semu 29o pada arah N59oE. Lokasi D berada N30oE dari lokasi C dengan jarak 300m.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang sesungguhnya! (rekonstruksi cara 1 dan cara 2, serta diagram blok).
4. Lokasi O dengan ketinggian 370m dpl diukur kemiringan semu 25o pada arah N299oE dan lokasi P dengan ketinggian 280m dpl diukur kemiringan semu 30o pada arah N39oE. Lokasi P berada N25oE dari O dengan jarak 299m.
Tentukan jurus dan kemiringan bidang sesungguhnya! (rekonstruksi cara 1 dan cara 2, serta diagram blok).
IV.2 Penyelesaian
DAFTAR PUSTAKA
Vanadia.2007.Kumpulan Diktat Praktikum Geologi Struktur. Semarang : Universitas Diponegoro.
Microsoft student with encarta premium 2008/ geology_structure.
Rachwibowo,Prakosa.2006.Panduan Praktikum Geologi Fisik Dan Dinamik. Universitas Diponegoro : Semarang.
www.wikipedia.org/geology_structure.
www.aryadhani.blogspot.com.
Senin, 19 Oktober 2009
seng (Zn)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).Kuningan, yang merupakan campuran aloi tembaga dan seng, telah lama digunakan paling tidak sejak abad ke-10 SM. Logam seng tak murni mulai diproduksi secara besar-besaran pada abad ke-13 di India, manakala logam ini masih belum di kenal oleh bangsa Eropa sampai dengan akhir abad ke-16. Para alkimiawan membakar seng untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai "salju putih" ataupun "wol filsuf". Kimiawan Jerman Andreas Sigismund Marggraf umumnya dianggap sebagai penemu logam seng murni pada tahun 1746. Karya Luigi Galvani dan Alessandro Volta berhasil menyingkap sifat-sifat elektrokimia seng pada tahun 1800. Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng. Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan aloi.
Terdapat berbagai jenis senyawa seng yang dapat ditemukan, seperti seng karbonat dan seng glukonat (suplemen makanan), seng klorida (pada deodoran), seng pirition (pada sampo anti ketombe), seng sulfida (pada cat berpendar), dan seng metil ataupun seng dietil di laboratorium organik.
Dari pernyataan di atas maka penulis akan mencoba mendiskripsikan mengenai unsur umum seng. Baik itu merupakan pengertian seng, sifat fisik, keberadaan unsur seng di muka bumi, bentuk isotop dari seng, sifat-sifat kimia seng, senyawa-senyawa dari unsur seng dan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang melandasi penulisan mengenai unsur seng adalah untuk menjelaskan secara umum tentang unsur seng yang ada di muka bumi dan bagaimana proses pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
• Mencari informasi tentang pengertian umum mengenai unsure seng.
• Mengetahui manfaat unsur seng bagi kehidupan manusia.
• Menjelaskan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi barang jadi.
1.3.2 Tujuan
• Mahasiswa dapat mengetahui pengertian umum unsur seng yang ada di muka bumi.
• Dapat mengetahui bagaimana proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
• Dapat mengetahui manfaat aplikasi seng dalam kehidupan sehari-hari.
1.4 Sasaran
Tulisan ini diajukan kepada seluruh mahasiswa, terutama mahasiswa yang terjun dan tertarik dalam bidang kimiawi. Juga tulisan ini diajukan kepada dosen atau tenaga pengajar pengampu mata kuliah di bidang kima baik, kimia murni atau kimia terapan.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup substansial bahasan pada tulisan ini adalah terdiri dari pengertian unsur seng secara umum, sifat fisik, keberadaan unsur seng di muka bumi, bentuk isotop dari seng, sifat-sifat kimia seng, senyawa-senyawa dari unsur seng dan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.6 Sistematika Penulisan
Makalah in terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Bab I pendahuluan
Pendahuluan merupakan bagian yang menjelaskan makalah ini sendiri, tidak mencakup materi pembahasan. Pendahuluan terdiri dari :
a) Latar belakang
b) Perumn masalah
c) Sasaran
d) Ruang lingkup
e) Kerangka pikiran
f) Sistematika penulisan
2. Bab II Pembahasan
Bab ini merupakan inti dari makalah, yang membahas segala permasalahan, proses, maupun solusi.
3. Bab III Kesimpulan dan Saran
Berisi penarikan kesimpulan atas pembahasan yang telah diuraikan dan saran-saran untuk diperhatikan oleh pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Unsur Seng
Seng diambil dari bahasa Belanda yaitu zink adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa aspek kimiawi seng mirip dengan magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
Kuningan, yang merupakan campuran aloi tembaga dan seng, telah lama digunakan paling tidak sejak abad ke-10 SM. Logam seng tak murni mulai diproduksi secara besar-besaran pada abad ke-13 di India, manakala logam ini masih belum di kenal oleh bangsa Eropa sampai dengan akhir abad ke-16. Para alkimiawan membakar seng untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai "salju putih" ataupun "wol filsuf". Kimiawan Jerman Andreas Sigismund Marggraf umumnya dianggap sebagai penemu logam seng murni pada tahun 1746. Karya Luigi Galvani dan Alessandro Volta berhasil menyingkap sifat-sifat elektrokimia seng pada tahun 1800. Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng. Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan aloi.
Terdapat berbagai jenis senyawa seng yang dapat ditemukan, seperti seng karbonat dan seng glukonat (suplemen makanan), seng klorida (pada deodoran), seng pirition (pada sampo anti ketombe), seng sulfida (pada cat berpendar), dan seng metil ataupun seng dietil di laboratorium organik.
Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh. Terdapat sekitar dua milyar orang di negara-negara berkembang yang kekurangan asupan seng. Defisiensi ini juga dapat menyebabkan banyak penyakit. Pada anak-anak, defisiensi ini menyebabkan gangguan pertumbuhan, mempengaruhi pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, dan setiap tahunnya menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di seluruh dunia. Konsumsi seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia, lemah lesu, dan defisiensi tembaga.
Dalam bahasa sehari-hari, seng juga dimaksudkan sebagai pelat seng yang digunakan sebagai bahan bangunan.
II.2 Sifat Fisik
Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan bersifat diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada besi dan berstruktur kristal heksagonal.Lehto 1968, p. 826
Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, namun menjadi dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 °C. Di atas 210 °C, logam ini kembali menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukul-mukulnya. Seng juga mampu menghantarkan listrik. Dibandingkan dengan logam-logam lainnya, seng memiliki titik lebur (420 °C) dan tidik didih (900 °C) yang relatif rendah. Dan sebenarnya pun, titik lebur seng merupakan yang terendah di antara semua logam-logam transisi selain raksa dan kadmium.
Terdapat banyak sekali aloi yang mengandung seng. Salah satu contohnya adalah kuningan (aloi seng dan tembaga). Logam-logam lainnya yang juga diketahui dapat membentuk aloi dengan seng adalah aluminium, antimon, bismut, emas, besi, timbal, raksa, perak, timah, magnesium, kobalt, nikel, telurium, dan natrium. Walaupun seng maupun zirkonium tidak bersifat feromagnetik, aloi ZrZn2 memperlihatkan feromagnetisme di bawah suhu 35 K.
II.3 Keberadaan Unsur seng
Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling melimpah di kerak bumi. Tanah mengandung sekitar 5–770 ppm seng dengan rata-ratanya 64 ppm. Sedangkan pada air laut kadar sengnya adalah 30 ppb dan pada atmosfer kadarnya hanya 0,1–4 µg/m3.
Gambar 1. Sfalerit (ZnS)
Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan timbal dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa unsur ini memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan dengan belerang. Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi atmosfer bumi awal yang mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah satu bentuk kristal seng sulfida, merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang untuk mendapatkan seng karena ia mengandung sekitar 60-62% seng.
Mineral lainnya juga mengandung seng meliputi smithsonit (seng karbonat), hemimorfit (seng silikat), wurtzit (bentuk seng sulfida lainnya), dan hidrozinkit. Terkecuali wurtzit, kesemua mineral ini terbentuk oleh karena proses cuaca seng sulfida primordial.
Total keseluruhan kandungan seng di seluruh dunia adalah sekitar 1,8 gigaton. Hampir sekitar 200 megatonnya dapat diperoleh secara ekonomis pada tahun 2008. Kandungan besar seng dapat ditemukan di Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Berdasarkan laju konsumsi seng sekarang ini, cadangan seng diperkirakan akan habis antara tahun 2027 sampai dengan 2055. Sekitar 346 megaton seng telah ditambang sepanjang sejarahnya sampai dengan tahun 2002. Selain itu, diperkirakan pula sekitar 109 megatonnya masih digunakan.
II.4 Isotop
Terdapat lima isotop seng yang dapat ditemukan secara alami. 64Zn merupakan isotop yang paling melimpah (48,63% kelimpahan alami). Isotop ini memiliki waktu paruh yang sangat panjang, 4.3×1018 a, sedemikiannya radioaktivitasnya dapat diabaikan. Demikian pula isotop 70Zn (0,6%) yang berwaktu paruh 1.3×1016 a tidak dianggap sebagai bersifat radioaktif. Isotop-isotop lainnya pula adalah 66Zn (28%), 67Zn (4%) dan 68Zn (19%).
Terdapat pula dua puluh lima radioisotop yang telah berhasil dikarakterisasikan. 65Zn yang berumur paruh 243,66 hari adalah radioisotop yang berumur paling lama, diikuti oleh 72Zn dengan umur paruh 46,5 jam. Seng memiliki 10 isomer inti. 69mZn merupakan isomer yang berumur paruh paling panjang dengan lama waktu 13,76 jam. Superskrip m mengindikasikan suatu isotop metastabil. Inti isotop metastabil berada dalam keadaan tereksitasi dan akan kembali ke keadaan dasarnya dengan memancarkan foton dalam bentuk sinar gama. 61Zn memiliki tiga keadaan tereksitasi dan 73Zn memiliki dua keadaan tereksitasi. Sedangkan isotop 65Zn, 71Zn, 77Zn dan 78Zn semuanya hanya memiliki satu keadaan tereksitasi.
Modus peluruhan yang paling umum untuk isotop seng bernomor massa lebih rendah daripada 64 adalah penangkapan elektron. Produk peluruhan dari penangkapan elektron ini adalah isotop tembaga.
Templat:Nuclide + e− → Templat:Nuclide
Sedangkan modus peluruhan paling umum untuk isotop seng bernomor massa lebih tinggi daripada 64 adalah peluruhan beta, yang akan menghasilkan isotop galium.
Templat:Nuclide → Templat:Nuclide + e− + νe
II.5 Sifat kimiawi
Reaktivitas seng memiliki konfigurasi elektron [Ar]3d104s2 dan merupakan unsur golongan 12 tabel periodik. Seng cukup reaktif dan merupakan reduktor kuat.. Permukaan logam seng murni akan dengan cepat mengusam, membentuk lapisan seng karbonat, Zn5(OH)6CO3, seketika berkontak dengan karbon dioksida. Lapisan ini membantu mencegah reaksi lebih lanjut dengan udara dan air.
Seng yang dibakar akan menghasilkan lidah api berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan asap seng oksida. Seng bereaksi dengan asam, basa, dan non-logam lainnya Seng yang sangat murni hanya akan bereaksi secara lambat dengan asam pada suhu kamar. Asam kuat seperti asam klorida maupun asam sulfat dapat menghilangkan lapisan pelindung seng karbonat dan reaksi seng dengan air yang ada akan melepaskan gas hidrogen.
Seng secara umum memiliki keadaan oksidasi +2. Ketika senyawa dengan keadaan oksidasi +2 terbentuk, elektron pada kelopak elektron terluar s akan terlepas, dan ion seng yang terbentuk akan memiliki konfigurasi [Ar]3d10. Hal ini mengijinkan pembentukan empat ikatan kovalen dengan menerima empat pasangan elektron dan mematuhi kaidah oktet. Stereokimia senyawa yang dibentuk ini adalah tetrahedral dan ikatan yang terbentuk dapat dikatakan sebagai sp3. Pada larutan akuatik, kompleks oktaherdal, [Zn(H2O)6]2+, merupakan spesi yang dominan. Penguapan seng yang dikombinasikan dengan seng klorida pada temperatur di atas 285 °C mengindikasikan adanya Zn2Cl2 yang terbentuk, yakni senyawa seng yang berkeadaan oksidasi +1. Tiada senyawa seng berkeadaan oksidasi selain +1 dan +2 yang diketahui. Perhitungan teoritis mengindikasikan bahwa senyawa seng dengan keadaan oksidasi +4 sangatlah tidak memungkinkan terbentuk.
Sifat kimiawi seng mirip dengan logam-logam transisi periode pertama seperti nikel dan tembaga. Ia bersifat diamagnetik dan hampir tak berwarna. Jari-jari ion seng dan magnesium juga hampir identik. Oleh karenanya, garam kedua senyawa ini akan memiliki struktur kristal yang sama. Pada kasus di mana jari-jari ion merupakan faktor penentu, sifat-sifat kimiawi keduanya akan sangat mirip. Seng cenderung membentuk ikatan kovalen berderajat tinggi. Ia juga akan membentuk senyawa kompleks dengan pendonor N- dan S-. Senyawa kompleks seng kebanyakan berkoordinasi 4 ataupun 6 walaupun koordinasi 5 juga diketahui ada.
II.6 Senyawa Seng
Gambar 2. Seng klorida
Kebanyakan metaloid dan non logam dapat membentuk senyawa biner dengan seng, terkecuali gas mulia. Oksida ZnO merupakan bubuk berwarna putih yang hampir tidak larut dalam larutan netral. Ia bersifat amfoter dan dapat larut dalam larutan asam dan basa kuat. Kalkogenida lainnya seperti ZnS, ZnSe, dan ZnTe memiliki banyak aplikasinya dalam bidang elektronik dan optik. Pniktogenida (Zn3N2, Zn3P2, Zn3As2 dan Zn3Sb2), peroksida ZnO2, hidrida ZnH2, dan karbida ZnC2 juga dikenal keberadaannya. Dari keempat unsur halida, ZnF2 memiliki sifat yang paling ionik, sedangkan sisanya (ZnCl2, ZnBr2, dan ZnI2) bertitik lebur rendah dan dianggap lebih bersifat kovalen.
Gambar 3.Sistem unsur seng asetat basa
Dalam larutan basa lemah yang mengandung ion Zn2+, hidroksida dari seng Zn(OH)2 terbentuk sebagai endapat putih. Dalam larutan yang lebih alkalin, hidroksida ini akan terlarut dalam bentuk [Zn(OH)4]2- Senyawa nitrat Zn(NO3)2, klorat Zn(ClO3)2, sulfat ZnSO4, fosfat Zn3(PO4)2, molibdat ZnMoO4, sianida Zn(CN)2, arsenit Zn(AsO2)2, arsenat Zn(AsO4)2•8H2O dan kromat ZnCrO4 merupakan beberapa contoh senyawa anorganik seng. Salah satu contoh senyawa organik paling sederhana dari seng adalah senyawa asetat Zn(O2CCH3)2.
Senyawa organoseng merupakan senyawa-senyawa yang mengandung ikatan kovalen seng-karbon. Dietilseng ((C2H5)2Zn) merupakan salah satu reagen dalam kimia sintesis. Senyawa ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1848 dari reaksi antara seng dengan etil iodida dan merupakan senyawa yang pertama kali diketahui memiliki ikatan sigma logam-karbon. Dekametildizinkosena mengandung ikatan seng-seng kovalen yang kuat pada suhu kamar.
Keterangan Umum Unsur
Nama, Lambang, Nomor atom
seng, Zn, 30
Deret kimia
logam transisi
Golongan, Periode, Blok
12, 4, d
Penampilan
abu-abu muda kebiruan
Massa atom
65,409(4) g/mol
Konfigurasi elektron
[Ar] 3d10 4s2
Jumlah elektron tiap kulit
2, 8, 18, 2
Ciri-ciri fisik
Fase
padat
Massa jenis (sekitar suhu kamar)
7,14 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur
6,57 g/cm³
Titik lebur
692,68 K
(419,53 °C, 787,15 °F)
Titik didih
1180 K
(907 °C, 1665 °F)
Kalor peleburan
7,32 kJ/mol
Kalor penguapan
123,6 kJ/mol
Kapasitas kalor
(25 °C) 25,390 J/(mol•K)
Tekanan uap
P/Pa 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T/K 610 670 750 852 990 (1185)
Ciri-ciri atom
Struktur kristal
Heksagonal
Bilangan oksidasi
2
(Oksida amfoter)
Elektronegativitas
1,65 (skala Pauling)
Energi ionisasi
pertama: 906,4 kJ/mol
ke-2: 1733,3 kJ/mol
ke-3: 3833 kJ/mol
Jari-jari atom
135 pm
Jari-jari atom (terhitung)
142 pm
Jari-jari kovalen
131 pm
Jari-jari Van der Waals
139 pm
Lain-lain
Sifat magnetik
diamagnetik
Resistivitas listrik
(20 °C) 59,0 nΩ•m
Konduktivitas termal
(300 K) 116 W/(m•K)
Ekspansi termal
(25 °C) 30,2 µm/(m•K)
Kecepatan suara
(pada wujud kawat) (suhu kamar)
(kawat tergulung) 3850 m/s
Modulus Young
108 GPa
Modulus geser
43 GPa
Modulus ruah
70 GPa
Nisbah Poisson
0,25
Skala kekerasan Mohs
2,5
Kekerasan Brinell
412 MPa
Isotop
iso
NA
waktu paruh
DM
DE (MeV)
DP
64Zn 48,6% Zn stabil dengan 34 neutron
65Zn syn
244,26 hari
ε
- 65Cu
γ
1,1155 -
66Zn 27,9% Zn stabil dengan 36 neutron
67Zn 4,1% Zn stabil dengan 37 neutron
68Zn 18,8% Zn stabil dengan 38 neutron
70Zn 0,6% Zn stabil dengan 40 neutron
Tabel 1. Keterangan Umum Unsur Seng (Zinc)
II.7 Proses Pengolahan Seng
Proses pembuatan seng dari bahan mentah hingga bahan jadi dimulai dari proses pemotongan bahan baku kemudian dijadikan dalam bentuk road coil roll (dalam keadaan gulungan lapis), bahan mentah yang sering digunakan adalah berupa seng yang banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida). Setelah mendapatkan bahan mentah yang akan di jadikan bahan jadi dengan proses pencucian dengan air yang bersuhu 70-80 derajat celcius, hal ini bertujuan agar unsur yang ada pada bahan mentah yang merupakan hasil dari bahan tambang bersih dari unsur lain.
Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan proses pelapisan baja dengan menggunakan ammonium dan zat aditif lainnya, hal ini bertujuan agar seng dapat tampang mengkilat dan tidak mudah berkarat. Selanjutnya setelah melalui proses pelapisan baja hasil dari pelapisan tersebut dikeringkan dengan melewati mesin pengeringan dengan suhu 500 derajat celcius sehingga seng dan lapisan baja beserta zat aditif lainnya dapat menyatu dengan seng dalam bentuk plat. Setelah itu didinginkan, seng dalam bentuk plat disusun rapi kemudian terakhir di masukkan ke mesin gelombang sehingga dapat terbentuk plat seng yang pipih elastis dan bergelombang rapi. Selanjutnya setelah melewati berbagai tahapan dan telah berbentuk gelombang dan rapi maka seng siap didistribusikan kepasaran.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
• Seng merupakan unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik.
• Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
• Sifat fisiknya adalah Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau.
• Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling melimpah di kerak bumi dengan lima isotop stabil.
• Sifat kimiawi seng mirip dengan logam-logam transisi periode pertama seperti nikel dan tembaga. Ia bersifat diamagnetik dan hampir tak berwarna.
• Proses pembuatan seng diambil dari bahan mentah dalam bentuk gulungan lapis dan kemudian diolah dengan ammonisium dan zat aditif lainnya kemudian di lapisi zat baja, setelah itu didinginkan dan dimasukkan kedalam mesin gelombang dan siap didistribusikan.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.org/seng diakses pada 10 Oktober 2009
www.wikipedia.org/pembicaraan-seng diakses pada tanggal 10 Oktober 2009
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).Kuningan, yang merupakan campuran aloi tembaga dan seng, telah lama digunakan paling tidak sejak abad ke-10 SM. Logam seng tak murni mulai diproduksi secara besar-besaran pada abad ke-13 di India, manakala logam ini masih belum di kenal oleh bangsa Eropa sampai dengan akhir abad ke-16. Para alkimiawan membakar seng untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai "salju putih" ataupun "wol filsuf". Kimiawan Jerman Andreas Sigismund Marggraf umumnya dianggap sebagai penemu logam seng murni pada tahun 1746. Karya Luigi Galvani dan Alessandro Volta berhasil menyingkap sifat-sifat elektrokimia seng pada tahun 1800. Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng. Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan aloi.
Terdapat berbagai jenis senyawa seng yang dapat ditemukan, seperti seng karbonat dan seng glukonat (suplemen makanan), seng klorida (pada deodoran), seng pirition (pada sampo anti ketombe), seng sulfida (pada cat berpendar), dan seng metil ataupun seng dietil di laboratorium organik.
Dari pernyataan di atas maka penulis akan mencoba mendiskripsikan mengenai unsur umum seng. Baik itu merupakan pengertian seng, sifat fisik, keberadaan unsur seng di muka bumi, bentuk isotop dari seng, sifat-sifat kimia seng, senyawa-senyawa dari unsur seng dan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang melandasi penulisan mengenai unsur seng adalah untuk menjelaskan secara umum tentang unsur seng yang ada di muka bumi dan bagaimana proses pengolahan dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
• Mencari informasi tentang pengertian umum mengenai unsure seng.
• Mengetahui manfaat unsur seng bagi kehidupan manusia.
• Menjelaskan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi barang jadi.
1.3.2 Tujuan
• Mahasiswa dapat mengetahui pengertian umum unsur seng yang ada di muka bumi.
• Dapat mengetahui bagaimana proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
• Dapat mengetahui manfaat aplikasi seng dalam kehidupan sehari-hari.
1.4 Sasaran
Tulisan ini diajukan kepada seluruh mahasiswa, terutama mahasiswa yang terjun dan tertarik dalam bidang kimiawi. Juga tulisan ini diajukan kepada dosen atau tenaga pengajar pengampu mata kuliah di bidang kima baik, kimia murni atau kimia terapan.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup substansial bahasan pada tulisan ini adalah terdiri dari pengertian unsur seng secara umum, sifat fisik, keberadaan unsur seng di muka bumi, bentuk isotop dari seng, sifat-sifat kimia seng, senyawa-senyawa dari unsur seng dan proses pengolahan seng dari bahan mentah menjadi bahan jadi.
1.6 Sistematika Penulisan
Makalah in terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Bab I pendahuluan
Pendahuluan merupakan bagian yang menjelaskan makalah ini sendiri, tidak mencakup materi pembahasan. Pendahuluan terdiri dari :
a) Latar belakang
b) Perumn masalah
c) Sasaran
d) Ruang lingkup
e) Kerangka pikiran
f) Sistematika penulisan
2. Bab II Pembahasan
Bab ini merupakan inti dari makalah, yang membahas segala permasalahan, proses, maupun solusi.
3. Bab III Kesimpulan dan Saran
Berisi penarikan kesimpulan atas pembahasan yang telah diuraikan dan saran-saran untuk diperhatikan oleh pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Unsur Seng
Seng diambil dari bahasa Belanda yaitu zink adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa aspek kimiawi seng mirip dengan magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
Kuningan, yang merupakan campuran aloi tembaga dan seng, telah lama digunakan paling tidak sejak abad ke-10 SM. Logam seng tak murni mulai diproduksi secara besar-besaran pada abad ke-13 di India, manakala logam ini masih belum di kenal oleh bangsa Eropa sampai dengan akhir abad ke-16. Para alkimiawan membakar seng untuk menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai "salju putih" ataupun "wol filsuf". Kimiawan Jerman Andreas Sigismund Marggraf umumnya dianggap sebagai penemu logam seng murni pada tahun 1746. Karya Luigi Galvani dan Alessandro Volta berhasil menyingkap sifat-sifat elektrokimia seng pada tahun 1800. Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng. Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan aloi.
Terdapat berbagai jenis senyawa seng yang dapat ditemukan, seperti seng karbonat dan seng glukonat (suplemen makanan), seng klorida (pada deodoran), seng pirition (pada sampo anti ketombe), seng sulfida (pada cat berpendar), dan seng metil ataupun seng dietil di laboratorium organik.
Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh. Terdapat sekitar dua milyar orang di negara-negara berkembang yang kekurangan asupan seng. Defisiensi ini juga dapat menyebabkan banyak penyakit. Pada anak-anak, defisiensi ini menyebabkan gangguan pertumbuhan, mempengaruhi pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, dan setiap tahunnya menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di seluruh dunia. Konsumsi seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia, lemah lesu, dan defisiensi tembaga.
Dalam bahasa sehari-hari, seng juga dimaksudkan sebagai pelat seng yang digunakan sebagai bahan bangunan.
II.2 Sifat Fisik
Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan bersifat diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada besi dan berstruktur kristal heksagonal.Lehto 1968, p. 826
Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, namun menjadi dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 °C. Di atas 210 °C, logam ini kembali menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukul-mukulnya. Seng juga mampu menghantarkan listrik. Dibandingkan dengan logam-logam lainnya, seng memiliki titik lebur (420 °C) dan tidik didih (900 °C) yang relatif rendah. Dan sebenarnya pun, titik lebur seng merupakan yang terendah di antara semua logam-logam transisi selain raksa dan kadmium.
Terdapat banyak sekali aloi yang mengandung seng. Salah satu contohnya adalah kuningan (aloi seng dan tembaga). Logam-logam lainnya yang juga diketahui dapat membentuk aloi dengan seng adalah aluminium, antimon, bismut, emas, besi, timbal, raksa, perak, timah, magnesium, kobalt, nikel, telurium, dan natrium. Walaupun seng maupun zirkonium tidak bersifat feromagnetik, aloi ZrZn2 memperlihatkan feromagnetisme di bawah suhu 35 K.
II.3 Keberadaan Unsur seng
Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling melimpah di kerak bumi. Tanah mengandung sekitar 5–770 ppm seng dengan rata-ratanya 64 ppm. Sedangkan pada air laut kadar sengnya adalah 30 ppb dan pada atmosfer kadarnya hanya 0,1–4 µg/m3.
Gambar 1. Sfalerit (ZnS)
Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan timbal dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa unsur ini memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan dengan belerang. Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi atmosfer bumi awal yang mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah satu bentuk kristal seng sulfida, merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang untuk mendapatkan seng karena ia mengandung sekitar 60-62% seng.
Mineral lainnya juga mengandung seng meliputi smithsonit (seng karbonat), hemimorfit (seng silikat), wurtzit (bentuk seng sulfida lainnya), dan hidrozinkit. Terkecuali wurtzit, kesemua mineral ini terbentuk oleh karena proses cuaca seng sulfida primordial.
Total keseluruhan kandungan seng di seluruh dunia adalah sekitar 1,8 gigaton. Hampir sekitar 200 megatonnya dapat diperoleh secara ekonomis pada tahun 2008. Kandungan besar seng dapat ditemukan di Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Berdasarkan laju konsumsi seng sekarang ini, cadangan seng diperkirakan akan habis antara tahun 2027 sampai dengan 2055. Sekitar 346 megaton seng telah ditambang sepanjang sejarahnya sampai dengan tahun 2002. Selain itu, diperkirakan pula sekitar 109 megatonnya masih digunakan.
II.4 Isotop
Terdapat lima isotop seng yang dapat ditemukan secara alami. 64Zn merupakan isotop yang paling melimpah (48,63% kelimpahan alami). Isotop ini memiliki waktu paruh yang sangat panjang, 4.3×1018 a, sedemikiannya radioaktivitasnya dapat diabaikan. Demikian pula isotop 70Zn (0,6%) yang berwaktu paruh 1.3×1016 a tidak dianggap sebagai bersifat radioaktif. Isotop-isotop lainnya pula adalah 66Zn (28%), 67Zn (4%) dan 68Zn (19%).
Terdapat pula dua puluh lima radioisotop yang telah berhasil dikarakterisasikan. 65Zn yang berumur paruh 243,66 hari adalah radioisotop yang berumur paling lama, diikuti oleh 72Zn dengan umur paruh 46,5 jam. Seng memiliki 10 isomer inti. 69mZn merupakan isomer yang berumur paruh paling panjang dengan lama waktu 13,76 jam. Superskrip m mengindikasikan suatu isotop metastabil. Inti isotop metastabil berada dalam keadaan tereksitasi dan akan kembali ke keadaan dasarnya dengan memancarkan foton dalam bentuk sinar gama. 61Zn memiliki tiga keadaan tereksitasi dan 73Zn memiliki dua keadaan tereksitasi. Sedangkan isotop 65Zn, 71Zn, 77Zn dan 78Zn semuanya hanya memiliki satu keadaan tereksitasi.
Modus peluruhan yang paling umum untuk isotop seng bernomor massa lebih rendah daripada 64 adalah penangkapan elektron. Produk peluruhan dari penangkapan elektron ini adalah isotop tembaga.
Templat:Nuclide + e− → Templat:Nuclide
Sedangkan modus peluruhan paling umum untuk isotop seng bernomor massa lebih tinggi daripada 64 adalah peluruhan beta, yang akan menghasilkan isotop galium.
Templat:Nuclide → Templat:Nuclide + e− + νe
II.5 Sifat kimiawi
Reaktivitas seng memiliki konfigurasi elektron [Ar]3d104s2 dan merupakan unsur golongan 12 tabel periodik. Seng cukup reaktif dan merupakan reduktor kuat.. Permukaan logam seng murni akan dengan cepat mengusam, membentuk lapisan seng karbonat, Zn5(OH)6CO3, seketika berkontak dengan karbon dioksida. Lapisan ini membantu mencegah reaksi lebih lanjut dengan udara dan air.
Seng yang dibakar akan menghasilkan lidah api berwarna hijau kebiruan dan mengeluarkan asap seng oksida. Seng bereaksi dengan asam, basa, dan non-logam lainnya Seng yang sangat murni hanya akan bereaksi secara lambat dengan asam pada suhu kamar. Asam kuat seperti asam klorida maupun asam sulfat dapat menghilangkan lapisan pelindung seng karbonat dan reaksi seng dengan air yang ada akan melepaskan gas hidrogen.
Seng secara umum memiliki keadaan oksidasi +2. Ketika senyawa dengan keadaan oksidasi +2 terbentuk, elektron pada kelopak elektron terluar s akan terlepas, dan ion seng yang terbentuk akan memiliki konfigurasi [Ar]3d10. Hal ini mengijinkan pembentukan empat ikatan kovalen dengan menerima empat pasangan elektron dan mematuhi kaidah oktet. Stereokimia senyawa yang dibentuk ini adalah tetrahedral dan ikatan yang terbentuk dapat dikatakan sebagai sp3. Pada larutan akuatik, kompleks oktaherdal, [Zn(H2O)6]2+, merupakan spesi yang dominan. Penguapan seng yang dikombinasikan dengan seng klorida pada temperatur di atas 285 °C mengindikasikan adanya Zn2Cl2 yang terbentuk, yakni senyawa seng yang berkeadaan oksidasi +1. Tiada senyawa seng berkeadaan oksidasi selain +1 dan +2 yang diketahui. Perhitungan teoritis mengindikasikan bahwa senyawa seng dengan keadaan oksidasi +4 sangatlah tidak memungkinkan terbentuk.
Sifat kimiawi seng mirip dengan logam-logam transisi periode pertama seperti nikel dan tembaga. Ia bersifat diamagnetik dan hampir tak berwarna. Jari-jari ion seng dan magnesium juga hampir identik. Oleh karenanya, garam kedua senyawa ini akan memiliki struktur kristal yang sama. Pada kasus di mana jari-jari ion merupakan faktor penentu, sifat-sifat kimiawi keduanya akan sangat mirip. Seng cenderung membentuk ikatan kovalen berderajat tinggi. Ia juga akan membentuk senyawa kompleks dengan pendonor N- dan S-. Senyawa kompleks seng kebanyakan berkoordinasi 4 ataupun 6 walaupun koordinasi 5 juga diketahui ada.
II.6 Senyawa Seng
Gambar 2. Seng klorida
Kebanyakan metaloid dan non logam dapat membentuk senyawa biner dengan seng, terkecuali gas mulia. Oksida ZnO merupakan bubuk berwarna putih yang hampir tidak larut dalam larutan netral. Ia bersifat amfoter dan dapat larut dalam larutan asam dan basa kuat. Kalkogenida lainnya seperti ZnS, ZnSe, dan ZnTe memiliki banyak aplikasinya dalam bidang elektronik dan optik. Pniktogenida (Zn3N2, Zn3P2, Zn3As2 dan Zn3Sb2), peroksida ZnO2, hidrida ZnH2, dan karbida ZnC2 juga dikenal keberadaannya. Dari keempat unsur halida, ZnF2 memiliki sifat yang paling ionik, sedangkan sisanya (ZnCl2, ZnBr2, dan ZnI2) bertitik lebur rendah dan dianggap lebih bersifat kovalen.
Gambar 3.Sistem unsur seng asetat basa
Dalam larutan basa lemah yang mengandung ion Zn2+, hidroksida dari seng Zn(OH)2 terbentuk sebagai endapat putih. Dalam larutan yang lebih alkalin, hidroksida ini akan terlarut dalam bentuk [Zn(OH)4]2- Senyawa nitrat Zn(NO3)2, klorat Zn(ClO3)2, sulfat ZnSO4, fosfat Zn3(PO4)2, molibdat ZnMoO4, sianida Zn(CN)2, arsenit Zn(AsO2)2, arsenat Zn(AsO4)2•8H2O dan kromat ZnCrO4 merupakan beberapa contoh senyawa anorganik seng. Salah satu contoh senyawa organik paling sederhana dari seng adalah senyawa asetat Zn(O2CCH3)2.
Senyawa organoseng merupakan senyawa-senyawa yang mengandung ikatan kovalen seng-karbon. Dietilseng ((C2H5)2Zn) merupakan salah satu reagen dalam kimia sintesis. Senyawa ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1848 dari reaksi antara seng dengan etil iodida dan merupakan senyawa yang pertama kali diketahui memiliki ikatan sigma logam-karbon. Dekametildizinkosena mengandung ikatan seng-seng kovalen yang kuat pada suhu kamar.
Keterangan Umum Unsur
Nama, Lambang, Nomor atom
seng, Zn, 30
Deret kimia
logam transisi
Golongan, Periode, Blok
12, 4, d
Penampilan
abu-abu muda kebiruan
Massa atom
65,409(4) g/mol
Konfigurasi elektron
[Ar] 3d10 4s2
Jumlah elektron tiap kulit
2, 8, 18, 2
Ciri-ciri fisik
Fase
padat
Massa jenis (sekitar suhu kamar)
7,14 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur
6,57 g/cm³
Titik lebur
692,68 K
(419,53 °C, 787,15 °F)
Titik didih
1180 K
(907 °C, 1665 °F)
Kalor peleburan
7,32 kJ/mol
Kalor penguapan
123,6 kJ/mol
Kapasitas kalor
(25 °C) 25,390 J/(mol•K)
Tekanan uap
P/Pa 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T/K 610 670 750 852 990 (1185)
Ciri-ciri atom
Struktur kristal
Heksagonal
Bilangan oksidasi
2
(Oksida amfoter)
Elektronegativitas
1,65 (skala Pauling)
Energi ionisasi
pertama: 906,4 kJ/mol
ke-2: 1733,3 kJ/mol
ke-3: 3833 kJ/mol
Jari-jari atom
135 pm
Jari-jari atom (terhitung)
142 pm
Jari-jari kovalen
131 pm
Jari-jari Van der Waals
139 pm
Lain-lain
Sifat magnetik
diamagnetik
Resistivitas listrik
(20 °C) 59,0 nΩ•m
Konduktivitas termal
(300 K) 116 W/(m•K)
Ekspansi termal
(25 °C) 30,2 µm/(m•K)
Kecepatan suara
(pada wujud kawat) (suhu kamar)
(kawat tergulung) 3850 m/s
Modulus Young
108 GPa
Modulus geser
43 GPa
Modulus ruah
70 GPa
Nisbah Poisson
0,25
Skala kekerasan Mohs
2,5
Kekerasan Brinell
412 MPa
Isotop
iso
NA
waktu paruh
DM
DE (MeV)
DP
64Zn 48,6% Zn stabil dengan 34 neutron
65Zn syn
244,26 hari
ε
- 65Cu
γ
1,1155 -
66Zn 27,9% Zn stabil dengan 36 neutron
67Zn 4,1% Zn stabil dengan 37 neutron
68Zn 18,8% Zn stabil dengan 38 neutron
70Zn 0,6% Zn stabil dengan 40 neutron
Tabel 1. Keterangan Umum Unsur Seng (Zinc)
II.7 Proses Pengolahan Seng
Proses pembuatan seng dari bahan mentah hingga bahan jadi dimulai dari proses pemotongan bahan baku kemudian dijadikan dalam bentuk road coil roll (dalam keadaan gulungan lapis), bahan mentah yang sering digunakan adalah berupa seng yang banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida). Setelah mendapatkan bahan mentah yang akan di jadikan bahan jadi dengan proses pencucian dengan air yang bersuhu 70-80 derajat celcius, hal ini bertujuan agar unsur yang ada pada bahan mentah yang merupakan hasil dari bahan tambang bersih dari unsur lain.
Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan proses pelapisan baja dengan menggunakan ammonium dan zat aditif lainnya, hal ini bertujuan agar seng dapat tampang mengkilat dan tidak mudah berkarat. Selanjutnya setelah melalui proses pelapisan baja hasil dari pelapisan tersebut dikeringkan dengan melewati mesin pengeringan dengan suhu 500 derajat celcius sehingga seng dan lapisan baja beserta zat aditif lainnya dapat menyatu dengan seng dalam bentuk plat. Setelah itu didinginkan, seng dalam bentuk plat disusun rapi kemudian terakhir di masukkan ke mesin gelombang sehingga dapat terbentuk plat seng yang pipih elastis dan bergelombang rapi. Selanjutnya setelah melewati berbagai tahapan dan telah berbentuk gelombang dan rapi maka seng siap didistribusikan kepasaran.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
• Seng merupakan unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik.
• Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
• Sifat fisiknya adalah Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau.
• Kadar komposisi unsur seng di kerak bumi adalah sekitar 75 ppm (0,007%). Hal ini menjadikan seng sebagai unsur ke-24 paling melimpah di kerak bumi dengan lima isotop stabil.
• Sifat kimiawi seng mirip dengan logam-logam transisi periode pertama seperti nikel dan tembaga. Ia bersifat diamagnetik dan hampir tak berwarna.
• Proses pembuatan seng diambil dari bahan mentah dalam bentuk gulungan lapis dan kemudian diolah dengan ammonisium dan zat aditif lainnya kemudian di lapisi zat baja, setelah itu didinginkan dan dimasukkan kedalam mesin gelombang dan siap didistribusikan.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.org/seng diakses pada 10 Oktober 2009
www.wikipedia.org/pembicaraan-seng diakses pada tanggal 10 Oktober 2009
phylum arthropoda
Phylum Arthropoda
A. Pengertian Phylum Arthropoda
Arthropoda dari bahasa Latin di ambil dari kata Arthron : ruas atau buku-buku dan Podos : kaki. Jadi arthropoda adalah hewan yang memiliki kaki beruas-ruas atau berbuku-buku.
Arthropoda mencakup golongan binatang tercirikan oleh kakinya yang beruas-ruas. Mulai muncul sejak Jaman Cambrian dan masih banyak anggotanya yang hidup pada masa kini, misalnya saja golongan ketam, udang galah (lobster), udang, insekta dan laba-laba. Jumlah spesies dan individu yang termasuk pada Phylum Arthropoda sangat besar, dengan ukuran yang besar seperti pada udang galah sampai dengan submikroskopik. Misalnya Ostrakoda.
Kelompok ini merupakan binatang yang berhasil menyesuaikan diri pada bermacam lingkungan air,darat maupun udara. Sebagian besar mempunyai tubuh dengan rangka luar yang tersusun oleh zat khitinan. Sedangkan pada masa sebagian lagi tersusun oleh kalsium karbonat. Walaupun jumlahnya banyak tapi terawetkan dalam bentuk fosil sangat sedikit. Pengawetan sangat sukar terjadi terutama bagi golongan yang hidup di darat. Beberapa fosil insekta yang bagus ditemukan pada getah yang mengeras (amber), namun jumlah fosil ini sangatlah sedikit. Dari sekian banyak anggota Arthropoda hanya ada tiga golongan yang banyak terawetkan dalam bentuk fosil, yaitu Trilobita, Ostraoda dan Belanus.
B. Ciri umum Phylum Arthropoda adalah :
- Bentuk elongate bersegmen
- Tubuh simetri bilateral
- Mulut dan anus terletak berlawanan
- Komposisi test biasanya khitin atau calcareous
- Ukuran tubuh dari submikroskopik (mm) sampai ratusan cm.
C. Macam Golongan Phylum Arthropoda yang banyak di jumpai :
1. Trilobita
Trilobita merupakan binatang yang temasuk ke dalam Subphylum Trilobitomorpha kelas Trilobita. Kelompok ini mencakup binatang laut yang muncul pada awal jaman Cambrian dengan diwakili beberapa genus utama, misalnya Olenellus berembang pesat selama jaman Cambrian dan Ordovician, mulai menyusul pada Silur dan akhirnya punah pada akhir Perm.
Gambar 1. Bagian-bagian cangkang Trilobita
Nama Trilobita berasal dari kenampakan binatang tersebut yang khas terdiri ari tiga bagian (three lobes) yaitu cephalon (kepala), thorax (dada atau perut) dan pygdium (ekor). Disamping itu kea rah samping tubuh Trilobita juga terbagi menjadi tiga bagian , yaitu bagian tengah (central/axial lobe) dan bagian pinggir kedua sisinya (lateral lobes). Tubuh dari bagian ini terbungkus dari rangka luar (exoskeleton) yang tersusun oleh senyawa khitinan. Ruas-ruas pada kerangkanya sedemikian lentur sehingga memungkinkan Trilobita menggulung dirinya menjadi berbentuk seperti bola. Sebagaimana dengan arthropoda yang lain, pertumbuhan Trilobita dilakukan dengan jalan berganti rangka (molting). Seluruh kehidupannya dijalani di dasar laut sering membuat lubang dan melata ketempat lain dengan meninggalkan fosil jejak berupa burrow dan trail. Fosil Trilobita banyak ditemukan bersama dengan koral, crinoids, brachiopoda dan cephalopoda sehingga di tafsir mereka hidup baik di laut dangkal.
Gambar 2. Beberapa tipe trail dan tarck yang dibuat oleh seekor Trilobit.
Contoh fosil trilobite :
Gambar 3. Contoh Fosil Trilobita Berdasarkan Jaman Kehidupannya
2. Ostrakoda
Berbeda dengan Trilobita yang berukuran makroskopis, Ostrakoda merupakan binatang air (aquatic animal) yang berukuran kecil berbentuk seperti kacang tanah. Termasuk ke dalam golongan udang (Subphylum Crustacae) dan kelas Ostrakoda, dengan ukurancangkang (yangdisebut carapace) berkisar antara 0,5 hingga 4 mm. Carapace sendiri merupakan cangkang yang terdiri dari dua bagian, tersusun oleh khittin dan kalsium karbonat, yang bertaut pada bagian dorsalnya. Cangkang ini membungkus tubuh yang beruas-beruas yang memiliki tujuh pasang appendages. Pada dinding terdapat hiasan yang pola dan bentuknya sangat penting untuk identitas spesies Ostrakoda tersebut.
Gambar 4. Fosil Ostrakoda dari Kurun Kenozoik
Ostrakoda muncul pada awal Jaman Ordovician, berkembang pesat pada jaman Kapur dan Jaman Tersier dan sampai masakini (Holosen) masih umum di jumpai baik di laut, air payau, maupun air tawar. Hidup di dasar perairan dan mampu bergerak (vagile) ke daerah sekitarnya dengan jalan merayap maupun berenang.
Fosil Ostrakoda merupakan sarana korelasi stratigrafis yang sangat penting. Karena ukurannya yang kecil maka mereka mudah dijumpai pada contoh-contoh yang berasal dari lubang bor. Untuk batuan berumur Paleozoik dimana mikrofosil lain belum ditemukan maka peranan Ostrakoda sebagai sarana biostratigrafi sangatlah besar.
3. Balanus
Seperti halnya Ostrakoda, Balanus merupakan anggota dan Subphylum Crustacea kelas Cirripeda. Kelompok binatang laut ini dalam bentuk dewasa membentuk cangkang yang sama sekali tidak mirip udang,tetapi berupa cangkang berbentuk tajuk bunga, terdiri dari lempeng-lempeng kalsium karbonat. Binatang ini dalam bentuk dewasa hidup tertambat kuat pada batuan yang keras, cangkang dari Intervetrebrata lain. Balanus pada masa kini banyak dijumpai ditepi laut pada zona litoral (zona pasang surut), melekat pada dinding atau tiang dermaga dipelabuhan, bahkan menempel pada lambung kapal.
Dari studi anatomi dan perkembangan dari larva ke bentuk dewasa dapat diketahui bahwa Balanus merupakan anggota dari golongan Crustacea. Setelah menetas dari telur larvanya (yang disebut sebagai Cypris) menjalani kehidupan bebas (plagis neanic) bergerak dengan jalan berenang. Selama itu terjadi terjadi pergantian kulit sekali sampai tiga kali, baru terjadi perubahan, dimana larva tersebut membentuk cangkang setangkup seperti Ostrakoda dan mencari tempat untuk bertambat. Pertambatan ini terjadi pada bagian kepala selanjutnya cangkang yang setangkup dilepas dan selanjutnya ditumbuhkan lempeng-lempeng yaitu lempeng dasar yang dilekatkan secara kuat ke batuan atau tempat penambat yang lain dan lempeng samping yang bersifat tetap dan kaku tak bisa bergerak. Lempeng-lempeng ini berfungsi sebagai pelindung binatang tersebut dalam posisinya yang tertambat. Didalam lempeng yang kaku tersebut terdapat lempeng-lempeng yang bisa digerakkan oleh jaringan-jaringan otot yang melindungi tubuh.
Balanus mendapatkan makanannya dari aliran air yang diatur oleh juluran-juluran tubuhnya (appendages) sehingga memasuki mulut dan kemudian dicernakan oleh system pencernaannya. Oleh karena sifatnya yang tertambat (sessile benthonic), maka agar pasokan makanan dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup, mereka memilih tempat yang arusnya relative kuat, yaitu daerah perairan yang sangat dangkal, sampai dengan daerah pasang surut. Pada saat ia berada di bawah permukaan air pada saat air pasang, lempeng yang bisa bergerak dibuka dan aliran air yang membawa makanannya diatur agar masuk ke mulutnya. Pada saat air surut dan binatang itu berada di atas permukaan air, maka lempeng yang dapat bergerak tersebut ditutup rapat-rapat dengan sejumlah air laut yang terperangkap agar tubuh tidak menjadi kering. Setelah air pasang, lempeng tersebut dibuka kembali.
Fosil Balanus, misalnya saja dari spesies Balanus Concavus, yang banyak dijumpai ada batuan sedimen berumur Tersier umumnya berbentuk kerucut terpancung. Kerucut ini disusun oleh 6 lempeng yang saling berhimpitan dan tidak dapat bergerak. Adanya fosil alanus dalam jumlah banyak pada batuan sedimen menunjukkan bahwa batuan sedimen tersebut pada laut yang sangat dangkal, banhkan hingga zona pasang surut. Hal ini dapat terjadi pada masa regresi atau awal masa transgresi. Namun yang banyak dijumpai adalah yang merupakan awal transgresi, karena yang terbentuk pada akhir regresi umumnya hancur atau hilang akibat erosi yang mengikuti regresi tersebut. Sedangkan apabila erosi tidak terlalu kuat batuan yang kaya akan Balanus terebut yang merupakan batuan gamping akan mengalami proses pelarutan sehingga akan terbentuk struktur karst.
Gambar daur hidup Balanus :
Gambar 5. Daur Hidup Perkembangan Ontogenik dan Struktur Balanus
Keterangan :
A. Larva Balanus setelah menetas dari telur (disebut cypris), bentuknya seperti larva Crustacea yang lain, hidup bebas (pelagic neanic). Selama tahap ini terjadi perubahan kulit (bisa sampai 3 kali).
B. Larva membentuk cangkang setangkup.
C. Larva mulai menambatkan diri pada bagian kepalanya.
D. Tahap awal dewasa, cangkang setangkup dibuang, diganti dengan pembentukan lempeng-lempeng yang melekat kuat di dasar.
E. Pandangan samping dari cangkang Balanus
F. Penampang melintang dari cangkang Balanus menunjukkan tubuh yang berada diantara lempeng kaku dan ditutupi oleh lempeng yang bergerak oleh otot. Juluran yang melengkung (appandages ) di bagian atas mengatur gerakan air sehingga makanan bisa diarahkan ke mulut (simbol m) melewati sistem pencernaan dan akhirnya sisanya dibuang melewati anus.
( Ir. Wartono Ranardjo.dkk, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Budi,Anantha.2009. Slide Praktikum Makropaleontologi : Phylum Arthropoda. Semarang : Undip
Ranardjo, Wartono, Ir. dkk.2000.Buku Pedoman Praktikum Paleontologi Tahun Kuliah 2000/2001. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Winarno, Tri. S.T. 2008. Slide Power Point Makropaleontologi : Phylum Arthropoda. Semarang : Undip.
A. Pengertian Phylum Arthropoda
Arthropoda dari bahasa Latin di ambil dari kata Arthron : ruas atau buku-buku dan Podos : kaki. Jadi arthropoda adalah hewan yang memiliki kaki beruas-ruas atau berbuku-buku.
Arthropoda mencakup golongan binatang tercirikan oleh kakinya yang beruas-ruas. Mulai muncul sejak Jaman Cambrian dan masih banyak anggotanya yang hidup pada masa kini, misalnya saja golongan ketam, udang galah (lobster), udang, insekta dan laba-laba. Jumlah spesies dan individu yang termasuk pada Phylum Arthropoda sangat besar, dengan ukuran yang besar seperti pada udang galah sampai dengan submikroskopik. Misalnya Ostrakoda.
Kelompok ini merupakan binatang yang berhasil menyesuaikan diri pada bermacam lingkungan air,darat maupun udara. Sebagian besar mempunyai tubuh dengan rangka luar yang tersusun oleh zat khitinan. Sedangkan pada masa sebagian lagi tersusun oleh kalsium karbonat. Walaupun jumlahnya banyak tapi terawetkan dalam bentuk fosil sangat sedikit. Pengawetan sangat sukar terjadi terutama bagi golongan yang hidup di darat. Beberapa fosil insekta yang bagus ditemukan pada getah yang mengeras (amber), namun jumlah fosil ini sangatlah sedikit. Dari sekian banyak anggota Arthropoda hanya ada tiga golongan yang banyak terawetkan dalam bentuk fosil, yaitu Trilobita, Ostraoda dan Belanus.
B. Ciri umum Phylum Arthropoda adalah :
- Bentuk elongate bersegmen
- Tubuh simetri bilateral
- Mulut dan anus terletak berlawanan
- Komposisi test biasanya khitin atau calcareous
- Ukuran tubuh dari submikroskopik (mm) sampai ratusan cm.
C. Macam Golongan Phylum Arthropoda yang banyak di jumpai :
1. Trilobita
Trilobita merupakan binatang yang temasuk ke dalam Subphylum Trilobitomorpha kelas Trilobita. Kelompok ini mencakup binatang laut yang muncul pada awal jaman Cambrian dengan diwakili beberapa genus utama, misalnya Olenellus berembang pesat selama jaman Cambrian dan Ordovician, mulai menyusul pada Silur dan akhirnya punah pada akhir Perm.
Gambar 1. Bagian-bagian cangkang Trilobita
Nama Trilobita berasal dari kenampakan binatang tersebut yang khas terdiri ari tiga bagian (three lobes) yaitu cephalon (kepala), thorax (dada atau perut) dan pygdium (ekor). Disamping itu kea rah samping tubuh Trilobita juga terbagi menjadi tiga bagian , yaitu bagian tengah (central/axial lobe) dan bagian pinggir kedua sisinya (lateral lobes). Tubuh dari bagian ini terbungkus dari rangka luar (exoskeleton) yang tersusun oleh senyawa khitinan. Ruas-ruas pada kerangkanya sedemikian lentur sehingga memungkinkan Trilobita menggulung dirinya menjadi berbentuk seperti bola. Sebagaimana dengan arthropoda yang lain, pertumbuhan Trilobita dilakukan dengan jalan berganti rangka (molting). Seluruh kehidupannya dijalani di dasar laut sering membuat lubang dan melata ketempat lain dengan meninggalkan fosil jejak berupa burrow dan trail. Fosil Trilobita banyak ditemukan bersama dengan koral, crinoids, brachiopoda dan cephalopoda sehingga di tafsir mereka hidup baik di laut dangkal.
Gambar 2. Beberapa tipe trail dan tarck yang dibuat oleh seekor Trilobit.
Contoh fosil trilobite :
Gambar 3. Contoh Fosil Trilobita Berdasarkan Jaman Kehidupannya
2. Ostrakoda
Berbeda dengan Trilobita yang berukuran makroskopis, Ostrakoda merupakan binatang air (aquatic animal) yang berukuran kecil berbentuk seperti kacang tanah. Termasuk ke dalam golongan udang (Subphylum Crustacae) dan kelas Ostrakoda, dengan ukurancangkang (yangdisebut carapace) berkisar antara 0,5 hingga 4 mm. Carapace sendiri merupakan cangkang yang terdiri dari dua bagian, tersusun oleh khittin dan kalsium karbonat, yang bertaut pada bagian dorsalnya. Cangkang ini membungkus tubuh yang beruas-beruas yang memiliki tujuh pasang appendages. Pada dinding terdapat hiasan yang pola dan bentuknya sangat penting untuk identitas spesies Ostrakoda tersebut.
Gambar 4. Fosil Ostrakoda dari Kurun Kenozoik
Ostrakoda muncul pada awal Jaman Ordovician, berkembang pesat pada jaman Kapur dan Jaman Tersier dan sampai masakini (Holosen) masih umum di jumpai baik di laut, air payau, maupun air tawar. Hidup di dasar perairan dan mampu bergerak (vagile) ke daerah sekitarnya dengan jalan merayap maupun berenang.
Fosil Ostrakoda merupakan sarana korelasi stratigrafis yang sangat penting. Karena ukurannya yang kecil maka mereka mudah dijumpai pada contoh-contoh yang berasal dari lubang bor. Untuk batuan berumur Paleozoik dimana mikrofosil lain belum ditemukan maka peranan Ostrakoda sebagai sarana biostratigrafi sangatlah besar.
3. Balanus
Seperti halnya Ostrakoda, Balanus merupakan anggota dan Subphylum Crustacea kelas Cirripeda. Kelompok binatang laut ini dalam bentuk dewasa membentuk cangkang yang sama sekali tidak mirip udang,tetapi berupa cangkang berbentuk tajuk bunga, terdiri dari lempeng-lempeng kalsium karbonat. Binatang ini dalam bentuk dewasa hidup tertambat kuat pada batuan yang keras, cangkang dari Intervetrebrata lain. Balanus pada masa kini banyak dijumpai ditepi laut pada zona litoral (zona pasang surut), melekat pada dinding atau tiang dermaga dipelabuhan, bahkan menempel pada lambung kapal.
Dari studi anatomi dan perkembangan dari larva ke bentuk dewasa dapat diketahui bahwa Balanus merupakan anggota dari golongan Crustacea. Setelah menetas dari telur larvanya (yang disebut sebagai Cypris) menjalani kehidupan bebas (plagis neanic) bergerak dengan jalan berenang. Selama itu terjadi terjadi pergantian kulit sekali sampai tiga kali, baru terjadi perubahan, dimana larva tersebut membentuk cangkang setangkup seperti Ostrakoda dan mencari tempat untuk bertambat. Pertambatan ini terjadi pada bagian kepala selanjutnya cangkang yang setangkup dilepas dan selanjutnya ditumbuhkan lempeng-lempeng yaitu lempeng dasar yang dilekatkan secara kuat ke batuan atau tempat penambat yang lain dan lempeng samping yang bersifat tetap dan kaku tak bisa bergerak. Lempeng-lempeng ini berfungsi sebagai pelindung binatang tersebut dalam posisinya yang tertambat. Didalam lempeng yang kaku tersebut terdapat lempeng-lempeng yang bisa digerakkan oleh jaringan-jaringan otot yang melindungi tubuh.
Balanus mendapatkan makanannya dari aliran air yang diatur oleh juluran-juluran tubuhnya (appendages) sehingga memasuki mulut dan kemudian dicernakan oleh system pencernaannya. Oleh karena sifatnya yang tertambat (sessile benthonic), maka agar pasokan makanan dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup, mereka memilih tempat yang arusnya relative kuat, yaitu daerah perairan yang sangat dangkal, sampai dengan daerah pasang surut. Pada saat ia berada di bawah permukaan air pada saat air pasang, lempeng yang bisa bergerak dibuka dan aliran air yang membawa makanannya diatur agar masuk ke mulutnya. Pada saat air surut dan binatang itu berada di atas permukaan air, maka lempeng yang dapat bergerak tersebut ditutup rapat-rapat dengan sejumlah air laut yang terperangkap agar tubuh tidak menjadi kering. Setelah air pasang, lempeng tersebut dibuka kembali.
Fosil Balanus, misalnya saja dari spesies Balanus Concavus, yang banyak dijumpai ada batuan sedimen berumur Tersier umumnya berbentuk kerucut terpancung. Kerucut ini disusun oleh 6 lempeng yang saling berhimpitan dan tidak dapat bergerak. Adanya fosil alanus dalam jumlah banyak pada batuan sedimen menunjukkan bahwa batuan sedimen tersebut pada laut yang sangat dangkal, banhkan hingga zona pasang surut. Hal ini dapat terjadi pada masa regresi atau awal masa transgresi. Namun yang banyak dijumpai adalah yang merupakan awal transgresi, karena yang terbentuk pada akhir regresi umumnya hancur atau hilang akibat erosi yang mengikuti regresi tersebut. Sedangkan apabila erosi tidak terlalu kuat batuan yang kaya akan Balanus terebut yang merupakan batuan gamping akan mengalami proses pelarutan sehingga akan terbentuk struktur karst.
Gambar daur hidup Balanus :
Gambar 5. Daur Hidup Perkembangan Ontogenik dan Struktur Balanus
Keterangan :
A. Larva Balanus setelah menetas dari telur (disebut cypris), bentuknya seperti larva Crustacea yang lain, hidup bebas (pelagic neanic). Selama tahap ini terjadi perubahan kulit (bisa sampai 3 kali).
B. Larva membentuk cangkang setangkup.
C. Larva mulai menambatkan diri pada bagian kepalanya.
D. Tahap awal dewasa, cangkang setangkup dibuang, diganti dengan pembentukan lempeng-lempeng yang melekat kuat di dasar.
E. Pandangan samping dari cangkang Balanus
F. Penampang melintang dari cangkang Balanus menunjukkan tubuh yang berada diantara lempeng kaku dan ditutupi oleh lempeng yang bergerak oleh otot. Juluran yang melengkung (appandages ) di bagian atas mengatur gerakan air sehingga makanan bisa diarahkan ke mulut (simbol m) melewati sistem pencernaan dan akhirnya sisanya dibuang melewati anus.
( Ir. Wartono Ranardjo.dkk, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Budi,Anantha.2009. Slide Praktikum Makropaleontologi : Phylum Arthropoda. Semarang : Undip
Ranardjo, Wartono, Ir. dkk.2000.Buku Pedoman Praktikum Paleontologi Tahun Kuliah 2000/2001. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Winarno, Tri. S.T. 2008. Slide Power Point Makropaleontologi : Phylum Arthropoda. Semarang : Undip.
tonalit
TONALIT
Jenis Batuan : Batuan beku asam (lewat jenuh silica) dengan tipe Plutonik .
Warna : Batuan ini memiliki varibialitas dalam warna, secara umum berwarna cerah abu-
abu gelap ke kebiruan. Warna cerah dihasilkan dari mineral felsic dan gelap
kebiruan dari mineral malfic yang terdapat dalam batuan.
Struktur : secara umum struktur batuan ini adalah massive
Tekstur :
Derajat Kristalisasi : secara umum derajat kristalisasi dari batuan ini mirip dengan granit
(granitic) yaitu Holokristalin.
Granularitas : Fanerit, Kecil <1 mm, sedang 1 mm-5 mm hingga berukuran kasar > 5 mm.
Fabrik : Bentuk kristal Subheral granular ( Hypidiomorfic granular)
Relasi hubungan antarkristal batuan adalah equigranular (Fanerik)
Komposisi Mineral :
Mineral Felsic ( Light Mineral ) : Kuarsa, Plagioklas dan K-Feldspar (orthoklas, mikroklin).
Mineral Malfic ( Dark Mineral ) : Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( Augit ).
Mineral Aksesori : Allanit, apatit, zirkon, magnetit dan Titanite.
Dengan kandungan Kwarsa > 20% dan Alkali Feldspar ( K-feldspar ) < 10% Total feldspar.
Petrogenesis :
Tanolit merupakan batuan beku asam dengan tipe plutonik karena terbentuk di dalam kerak bumi bagian dalam pada lempeng benua sehingga tergolong batuan beku asam, derajat kristalisasinya adalah holokristalin karena pada batuan ini pembentukannya secara plutonik jauh di dalam kerak bumi sehingga proses pembentukan kristal mineralnya lambat sehingga magma memungkinkan membentuk kristalin kasar, akibatnya ukuran butir yang dihasilkan juga bersifat fanerik atau kasat mata secara megaskopis. Batuan ini juga terbentuk pada instrusi batholit bersamaan dengan pembentukan granit dan granodiorit sehingga tekstur dari Tanolit hampir mirip dengan tekstur granit sehingga disebut dengan tekstur granitic. Bentuk kristal adalah subhedral granular karena bidang batas mineralnya pada batu ini tidak jelas, karena bentuk kristalnya adalah subhedral maka batu ini di sebut dengan Hypidiomorfic granular. Relasi hubungan antar kristalnya adalah equigranular karena ukuran besar butir relatif seragam. Terdiri dari mineral utama yang mendominasi ( essential mineral ) adalah mineral kuarsa ( > 20%) dan mineral feldspar ( terdiri dari plagioklas dan K-feldspar (ortholas dan mikroklin)). Dalam tabel klasifikasi batuan beku menutut Russel B.Travis tonalit bisa disebut dengan diorite kuarsa. Mineral Assesori khas dari batu ini adalah terdiri dari Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( berjenis Augit ) jumlah kedapatan mereka tidak lebih dari 10% pada batu ini. Jadi proses pembentukan pada awalnya adalah mineral utama terbentuk terlebih dahulu beserta mineral assesori khas di dalam kerak bumi kemudian. Setelah itu terbentuk mineral aksesori minor yang kedapatannya kurang dari 10 % yaitu Allanit, Apatit, Zirkon, Magnetit dan Titanite. Pada batuan ini kedapatan mineral plagioklas lebih dominan dari seluruh jumlah feldspar yaitu >2/3 dari total feldspar dan jumlah K-Feldspar < 10% Total Feldspar dan kedapatan kuarsanya tinggi yaitu lebih dari 20 % (> 20%). Sehingga warna dari batuan ini tergolong lebih dominan cerah, sedangkan warna sedikit gelap adalah merupakan hasil dari kenampakan mineral aksesori penyerta Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( berjenis Augit ).
Posisi Tektonik :
Tonalit terbentuk pada zona subduksi pada lempeng benua sehingga sifat yang dominan bersifat asam karena lempeng benua tersusun atas silica alumunia. Kedapatannya menurut skala signifikan terdapat di pantai Pasifik Amerika Utara, di bagian selatan Norwegia dan di pegunungan Alpen Italia. Tonalit pada awalnya di temukan di daerah Tonalepass di bagian barat laut Italia, berdasarkan dari nama daerah tersebut maka batu ini di beri nama Tonalit.
Gambar Batuan :
A B C D
Gambar ABCD : Merupakan contoh dari berbagai macam bentuk batu Tanolit
Gambar Sayatan Batuan ( Thin Section) Tonalit :
I II III
Deskripsi Gambar Batuan :
Pada tabel klasifikasi batuan menurut Russel B. Travis Tonalit disebut juga dengan Diorit Kuarsa
TABEL KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM
DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Praktikum Petrologi. 2007. Diktat Praktikum Petrologi. Semarang : Undip
Tim Asisten Praktikum Petrografi. 2008. Diktat Praktikum Petrografi. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Tekstur dan Kualifikasi Batuan Beku. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Petrogenesa Batuan Beku. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Igneous Rock. Semarang : Undip
www.wikipedia.org/tonale
www.wikipedia.org/tonalite
www.aryadhani.blogspot.com/tonalit
Jenis Batuan : Batuan beku asam (lewat jenuh silica) dengan tipe Plutonik .
Warna : Batuan ini memiliki varibialitas dalam warna, secara umum berwarna cerah abu-
abu gelap ke kebiruan. Warna cerah dihasilkan dari mineral felsic dan gelap
kebiruan dari mineral malfic yang terdapat dalam batuan.
Struktur : secara umum struktur batuan ini adalah massive
Tekstur :
Derajat Kristalisasi : secara umum derajat kristalisasi dari batuan ini mirip dengan granit
(granitic) yaitu Holokristalin.
Granularitas : Fanerit, Kecil <1 mm, sedang 1 mm-5 mm hingga berukuran kasar > 5 mm.
Fabrik : Bentuk kristal Subheral granular ( Hypidiomorfic granular)
Relasi hubungan antarkristal batuan adalah equigranular (Fanerik)
Komposisi Mineral :
Mineral Felsic ( Light Mineral ) : Kuarsa, Plagioklas dan K-Feldspar (orthoklas, mikroklin).
Mineral Malfic ( Dark Mineral ) : Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( Augit ).
Mineral Aksesori : Allanit, apatit, zirkon, magnetit dan Titanite.
Dengan kandungan Kwarsa > 20% dan Alkali Feldspar ( K-feldspar ) < 10% Total feldspar.
Petrogenesis :
Tanolit merupakan batuan beku asam dengan tipe plutonik karena terbentuk di dalam kerak bumi bagian dalam pada lempeng benua sehingga tergolong batuan beku asam, derajat kristalisasinya adalah holokristalin karena pada batuan ini pembentukannya secara plutonik jauh di dalam kerak bumi sehingga proses pembentukan kristal mineralnya lambat sehingga magma memungkinkan membentuk kristalin kasar, akibatnya ukuran butir yang dihasilkan juga bersifat fanerik atau kasat mata secara megaskopis. Batuan ini juga terbentuk pada instrusi batholit bersamaan dengan pembentukan granit dan granodiorit sehingga tekstur dari Tanolit hampir mirip dengan tekstur granit sehingga disebut dengan tekstur granitic. Bentuk kristal adalah subhedral granular karena bidang batas mineralnya pada batu ini tidak jelas, karena bentuk kristalnya adalah subhedral maka batu ini di sebut dengan Hypidiomorfic granular. Relasi hubungan antar kristalnya adalah equigranular karena ukuran besar butir relatif seragam. Terdiri dari mineral utama yang mendominasi ( essential mineral ) adalah mineral kuarsa ( > 20%) dan mineral feldspar ( terdiri dari plagioklas dan K-feldspar (ortholas dan mikroklin)). Dalam tabel klasifikasi batuan beku menutut Russel B.Travis tonalit bisa disebut dengan diorite kuarsa. Mineral Assesori khas dari batu ini adalah terdiri dari Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( berjenis Augit ) jumlah kedapatan mereka tidak lebih dari 10% pada batu ini. Jadi proses pembentukan pada awalnya adalah mineral utama terbentuk terlebih dahulu beserta mineral assesori khas di dalam kerak bumi kemudian. Setelah itu terbentuk mineral aksesori minor yang kedapatannya kurang dari 10 % yaitu Allanit, Apatit, Zirkon, Magnetit dan Titanite. Pada batuan ini kedapatan mineral plagioklas lebih dominan dari seluruh jumlah feldspar yaitu >2/3 dari total feldspar dan jumlah K-Feldspar < 10% Total Feldspar dan kedapatan kuarsanya tinggi yaitu lebih dari 20 % (> 20%). Sehingga warna dari batuan ini tergolong lebih dominan cerah, sedangkan warna sedikit gelap adalah merupakan hasil dari kenampakan mineral aksesori penyerta Hornblend, Biotit dan sedikit Pyroxene ( berjenis Augit ).
Posisi Tektonik :
Tonalit terbentuk pada zona subduksi pada lempeng benua sehingga sifat yang dominan bersifat asam karena lempeng benua tersusun atas silica alumunia. Kedapatannya menurut skala signifikan terdapat di pantai Pasifik Amerika Utara, di bagian selatan Norwegia dan di pegunungan Alpen Italia. Tonalit pada awalnya di temukan di daerah Tonalepass di bagian barat laut Italia, berdasarkan dari nama daerah tersebut maka batu ini di beri nama Tonalit.
Gambar Batuan :
A B C D
Gambar ABCD : Merupakan contoh dari berbagai macam bentuk batu Tanolit
Gambar Sayatan Batuan ( Thin Section) Tonalit :
I II III
Deskripsi Gambar Batuan :
Pada tabel klasifikasi batuan menurut Russel B. Travis Tonalit disebut juga dengan Diorit Kuarsa
TABEL KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM
DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Praktikum Petrologi. 2007. Diktat Praktikum Petrologi. Semarang : Undip
Tim Asisten Praktikum Petrografi. 2008. Diktat Praktikum Petrografi. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Tekstur dan Kualifikasi Batuan Beku. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Petrogenesa Batuan Beku. Semarang : Undip
Winarno, Tri. 2009. Slide PPT Igneous Rock. Semarang : Undip
www.wikipedia.org/tonale
www.wikipedia.org/tonalite
www.aryadhani.blogspot.com/tonalit
Senin, 12 Oktober 2009
batuan metamorf
BATUAN METAMORF
Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan P (tekanan), T (temperatur) atau kedua-duanya. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia yang tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia. Temperatur yang dibutuhkan berkisar antara 2000 C - 8000C. Proses metamorfosa berjalan tanpa melalui fase cair. Akibat metamorfosa adalah batuan keluar dari kondisi kesetimbangan lama dan memasuki kondisi kesetimbangan yang baru. Perubahan yang terjadi pada tekstur dan assosiasi mineral, sedangkan yang tetap komposisi kimia, fase padat (tanpa melalui fase cair).
KLASIIKASI BATUAN METAMORF
Klasifikasi batuan metamorf dapat terbagi berdasarkan komposisi kimia dan tekstur.
IV.3.1. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia batuan metamorf
a. Batuan metamorf sekis pelitik
Merupakan batuan sekis yang banyak mengandung Al
Di darat berasal dari : lempung, serpih, mudstone
b. Batuan metamorf kuarso-feldspatik
merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung kuarsa dan feldspar
dapat berasal dari batupasir greywacke
c. Batuan metamorf yang kalkareous
merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung Ca
dapat berasal dari batugamping, dolomit
d. Batuan metamorf yang basic
Batuan metamorf dengan kadar Fe dan Mg tinggi
Dapat berasal dari tuff
e. Batuan magnesian
Batuan metamorf yang kaya Mg saja
Dapat berasal dari batuan sedimen yang kaya akan Mg
IV.3.2. Klasifikasi berdasarkan Struktur
a. Hornfels/granulose
Batuan metamorf yang terdiri dari mozaic butir-butir yang equidimensional (mineral yang granular/interlocking) dan tidak menunjukkan pengarahan/orientasi/foliasi
Tidak menunjukkan schistosity
Tekstur granoblastik
Struktur granular/hornfelsik
Hasil metamorfosa thermal / metamorfose kontak
b. Slate (batusabak)
Batuan metamorf berbutir halus
Struktur : slaty cleavage (memperlihatkan foliasi yang jelas, tetapi tanpa agregation banding (selang seling mineral pipih dan granular)
Sebagai hasil metamorfosa regional dari mudstone, siltstone, claystone dan lain-lain
Catatan: makin tinggi derajat metamorfosa, semakin terlihat segregation banding
c. Phyllite
Batuan metamorf berbutir halus
Memperlihatkan schistosity
Mulai terlihat segregation banding (meskipun kurang baik, terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dibanding slate, sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular
Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral muskovit dan klorit
Butiran lebih halus daripada batusabak
d. Sekis
Batuan metamorf yang sangat schistose,
Butiran – butiran cukup kasar sehingga mineral - mineralnya dapat dibedakan satu sama lain
segregation banding baik sekali
terdiri dari perulangan mineral – mineral pipih / tabular dengan mineral granular, orientasi mineral pipih terputus-putus oleh mineral granular (open schistocity)
Struktur close schistose
Sebagai hasil metamorfosa regional
e. Amphibolite
Batuan metamorf yang berbutir sedang – kasar
Terdiri atas mineral hornblende dan plagioklas saja, kadang-kadang ada biotit dan minera penyerta
Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral – mineral prismatik (hornblende)
Schistosity tidak sebaik batuan sekis
Hasil metamorfosa regional berderajat medium-tinggi
f. Gneiss
Batuan metamorf berbutir kasar
Schistosity tidak baik karena terpotong oleh mineral-mineral equidimensional (kuarsa dan feldspar)
Struktur : open schistose
Hasil metamorfose regional
g. Granulite
Batuan metamorf tanpa mika / ampibol (sedikit)
Tidak ada schistosity
Terdiri atas mineral – mineral equidimensional dan prismatik
Tekstur : granoblastik
Kadang – kadang ada orientasi yang diperlihatkan oleh mineral kuarsa atau feldspar atau kedua – duanya sehingga sebagai lensa-lensa pipih
Hasil metamorfose regional fasies granulite
h. Marble
Batuan metamorfose yang terdiri dari karbonat (kalsit atau dolomit)
Tekstur granoblastik
Schistosity tidak ada, kalaupun ada sangat buruk dan hanyalah berupa orientasi dari lensa-lensa kalsit
i. Milonit
Batuan metamorf berbutir halus
Sebagai hasil penggerusan yang kuat
Terlihat goresan-goresan ataupun lensa-lensa dari batuan asal yang tidak hancur, berbentuk seperti mata
Sebagai hasil metamorfose kataklastik
j. Kataklastik
Butiran lebih kasar dari pada milonit
Penggerusan kurang kuat
Tidak ada rekonstitusi kimia
k. Filonit
Gejala dan kenampakan sama dengan milonit
Disini sudah terjadi rekristalisasi
Menunjukkan kilap silky, karena adanya mineral mika
Sebagai hasil penggerusan (granulation) yang kuat sekali
Butiran halus sekali
Fasies Metamorfisme
Pelitic Muscovite-biotite
Andalusite'-muscovite-biotite
Andalusite'-cordierite-muscovite-biotite
Staurolite-biotite andalusite"
Staurolite-cordierite-muscovite
Plus anyor all of quarts plagioclase K-feldspar With quartz
K-feldspar-sillimanite''-cordierite
K-feldspar—sillimanite''
Without quartz.
Cordierite-corundum-spinel
Cordierite-corundum-sillimanite'' Plus biotite
(and
plagioclase)
Plus any or all biotite, K-feldspar, plagioclase
Calcareous
1. Calcic marbles'
Calcite-tremolite (-quartz)
Calcite-diopside (-quartz)
Calcite-tremolite-diopside
Calcite-diopside-grossular Calcite-wollastonite (-diopside)
Calcite-diopside (-forsterite)
Calcite-wollastonite-diopside-grossular
2. Magnesian marbles (metadolomites)'
Calcite-dolomite-tremolite-clinohumite
Calcite-dolomite-forsterite
Calcite-dolomite-forsterite-phlogopite Calcite-forstente-periclase Calcite-forsterite-monticellite Cakite-forsterite-spinel Calcite-forsterite-diopside Clinohumitc possible additional phase
3. Calc-silicate rocks
Diopside-epidote-hornblende
Diopside-grossular-epidote
Diopside-vesuvianite-grossular-wollastonite
Diopside and grossular, commonly with significant iron
Diopside-wollastonite-grossular-vesuvianite
Diopside-grossular-anorthite (or calcic plagioclase)
Basic Hornblende-plagiocalse (-biotite, -almandine)
Hornblende-plagioclase-diopside Diopside-hypersthene-plagioclase
Diopside-olivine-plagioclase
Magnesian
1. Metaserpenites
2. Alumious types
Antigorite-forsterite-tremolite
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Anthophyllite-talc
Cordierite anthophyllite (-biotite) Anthophyllite-curnmingtonite-biotite
Forsterite-enstatite-spinel (-diopside)
Hypersthene-cordierite (-biotite)
Some Characteristic Mineral Assemblages (Accessory Phases Omitted) in Common Rocks on Contact Aureoles
'"Or andalusite. < K-feldspar or plagioclase, or both, possible minor phase.
'Or sillimanite.
Low-grade mineral paragenesis in relation to facies of regional metamorphism (selected mineral assemblages)
Rock type Zeolite and pumpellyite facies Greenschist facies Blueschist facies
Metapelites Montmorrillonite-illite-quartz-alkali feldspar + pyrophyllite Muscovite (phengitic)-chlorite-quartz-albite-epidote + stilpnomelane orbital chloritoid
Same as above plus biotite + almandine; stilpnomelane rare Muscovite (phengitic)- paragonite-lawsonite-chlorite-glaucophane-quartz-albite-sphene
Metagraywacke Quartz-heulandite + analcime
Quartz-albite-laumontite-prehnite-chlorite + stilpnomelane
Quartz-albite-prehnite-pumpellyite-chlorite + stilpnomelane Quartz-albite-epidote-muscovite-chlorite + stilpnomelane
Same as above with biotite + almandine; stilpnomelane absent Quartz-jedelite-muscovite-chloite-lawsonite-glaucophane-sphene
Same as above + almandine + epidote
metacherts Quartz + iron oxides Quartz + iron oxides
Quartz-piedmontite-muscovite-spessartine-stilpnomelane Quartz-stilpnomelane-spessatine
Quartz-crossite-aegirine + lawsonite
Calcareous Calcite + quartz Calcite-quartz + tremolite orbital talc
Calcite-dolomites + tremolite orbital talc
Calcite-zoisite-grossular (andraditic)
Calcite-albite-epidote Argonite + lawsonite + glaucophane
Calcite + relict aragonite
Metabasalt Sphilitic assemblages\; albite-chlorite-epidote orbital pumpellyte + relict augite Albite-chlorite-epidote + stilpnomelane
Albite-actinolite-epidote-chlorite + calcite + biotite Albite-lawsonite-pumpellyite-glaucophane-chlorite-stilpnomelane-sphene
Albite-epidote-glaucophane-omphasite-chlorite-actinolite
Albite-lawsonite-clinozoisite-chlorite + hornblende + almadine
Serpentinites and derivative magnesite rocks Chrysotile and/orbital lizardite + brucite Calcite-quartz + tremolite
Antigorite-calcite-talc
Antigorite-diopside-forsterite
Talc-magnesite + tremolite Antigorite + tremolite + talc
High-Grade Mineral Paragenesis in Relation to Facies of Regional Metamorphism (Selected Mineral Assemblages)
Rock Type Amphibolite Facies Granulite Facies Eclogite Facies
Metapelite (micas predominant) and quartzo-feldspathic rocks (quarts and feldspars predominant) Muscovite-biotite-quartz-plagioclase ± orthoclasea-almandine ± staurolite ± kyanite or sillimanite ± chlorite ± epidote
Same as above, with cordierite and andalusite as Al2SiO3 potymorphb Quartz- K- feldspar-plagioclase-sillimanile (or kyanite)-almandine-phlogopite
Same plus cordierile (kyanile excluded)c
Granitic Quartz-plagioclase-orthoclase (or microcline)-biotite ± hornblende or muscovite Quartz-orthoclase (or microcline)-plagioclase-hypersthene-augite-almandine Quartz-jadeite-phengile-zosite-pyrope-rutile
Metacherts Quartz-diopside
(hedenbergitic)-hypersthene-garnet
Quartz-diopside-hedenbergite-cummingtonite-garnet Quartz-hedenbergite-fayalite-magnetite
Calcareous Calcite-tremolite-quartz Calcite-diopside-quartz Calcite-diopside-tremolite Calcite-dolomite-forsterite
clinohumite
Calcite-tremolite-forsterite-phlogopite
Zoisite-scapolite-quartz
Calcite-plagioclase (An>20)
Diopside-zoisite-plagioclase ± hornblende Calcite-dolomite-forsterite spinel
Calcite-diopside-wollastonite'
Diopside-scapolite-bytownite-grossular-andradite Garnet (magnesian grossular)-omphacite ± kyanite
Metabasalt and metagabbros Hornblende-plagiocklase + biotite + alamandite
Hornblende-plagiocklase + diopside + almandine
Hornblende-plagiocklase – epidote + quartz Plagiocklase – diopside-hyperstene-rutile + olivine + spinel + sapphirine Omphacite-pyrope-almandite-rutile + kyanite + amphibolite
Magnesian schist and granulite Antigorite-forsterite-tremolite
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Forsterite-enstatite-tremolite + spinel
Magnesit-anthophyllite (or enstatite)-tremolite
Cordierite-anthophyllite Forsterite-enstatite-diopside + spinel Forsterite-enstatite-diopside-pyrope-spinel
Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan P (tekanan), T (temperatur) atau kedua-duanya. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia yang tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia. Temperatur yang dibutuhkan berkisar antara 2000 C - 8000C. Proses metamorfosa berjalan tanpa melalui fase cair. Akibat metamorfosa adalah batuan keluar dari kondisi kesetimbangan lama dan memasuki kondisi kesetimbangan yang baru. Perubahan yang terjadi pada tekstur dan assosiasi mineral, sedangkan yang tetap komposisi kimia, fase padat (tanpa melalui fase cair).
KLASIIKASI BATUAN METAMORF
Klasifikasi batuan metamorf dapat terbagi berdasarkan komposisi kimia dan tekstur.
IV.3.1. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia batuan metamorf
a. Batuan metamorf sekis pelitik
Merupakan batuan sekis yang banyak mengandung Al
Di darat berasal dari : lempung, serpih, mudstone
b. Batuan metamorf kuarso-feldspatik
merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung kuarsa dan feldspar
dapat berasal dari batupasir greywacke
c. Batuan metamorf yang kalkareous
merupakan Batuan metamorf yang banyak mengandung Ca
dapat berasal dari batugamping, dolomit
d. Batuan metamorf yang basic
Batuan metamorf dengan kadar Fe dan Mg tinggi
Dapat berasal dari tuff
e. Batuan magnesian
Batuan metamorf yang kaya Mg saja
Dapat berasal dari batuan sedimen yang kaya akan Mg
IV.3.2. Klasifikasi berdasarkan Struktur
a. Hornfels/granulose
Batuan metamorf yang terdiri dari mozaic butir-butir yang equidimensional (mineral yang granular/interlocking) dan tidak menunjukkan pengarahan/orientasi/foliasi
Tidak menunjukkan schistosity
Tekstur granoblastik
Struktur granular/hornfelsik
Hasil metamorfosa thermal / metamorfose kontak
b. Slate (batusabak)
Batuan metamorf berbutir halus
Struktur : slaty cleavage (memperlihatkan foliasi yang jelas, tetapi tanpa agregation banding (selang seling mineral pipih dan granular)
Sebagai hasil metamorfosa regional dari mudstone, siltstone, claystone dan lain-lain
Catatan: makin tinggi derajat metamorfosa, semakin terlihat segregation banding
c. Phyllite
Batuan metamorf berbutir halus
Memperlihatkan schistosity
Mulai terlihat segregation banding (meskipun kurang baik, terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dibanding slate, sudah mulai terjadi pemisahan mineral pipih dengan mineral granular
Memperlihatkan kilap karena timbulnya mineral muskovit dan klorit
Butiran lebih halus daripada batusabak
d. Sekis
Batuan metamorf yang sangat schistose,
Butiran – butiran cukup kasar sehingga mineral - mineralnya dapat dibedakan satu sama lain
segregation banding baik sekali
terdiri dari perulangan mineral – mineral pipih / tabular dengan mineral granular, orientasi mineral pipih terputus-putus oleh mineral granular (open schistocity)
Struktur close schistose
Sebagai hasil metamorfosa regional
e. Amphibolite
Batuan metamorf yang berbutir sedang – kasar
Terdiri atas mineral hornblende dan plagioklas saja, kadang-kadang ada biotit dan minera penyerta
Schistosity timbul akibat orientasi dari mineral – mineral prismatik (hornblende)
Schistosity tidak sebaik batuan sekis
Hasil metamorfosa regional berderajat medium-tinggi
f. Gneiss
Batuan metamorf berbutir kasar
Schistosity tidak baik karena terpotong oleh mineral-mineral equidimensional (kuarsa dan feldspar)
Struktur : open schistose
Hasil metamorfose regional
g. Granulite
Batuan metamorf tanpa mika / ampibol (sedikit)
Tidak ada schistosity
Terdiri atas mineral – mineral equidimensional dan prismatik
Tekstur : granoblastik
Kadang – kadang ada orientasi yang diperlihatkan oleh mineral kuarsa atau feldspar atau kedua – duanya sehingga sebagai lensa-lensa pipih
Hasil metamorfose regional fasies granulite
h. Marble
Batuan metamorfose yang terdiri dari karbonat (kalsit atau dolomit)
Tekstur granoblastik
Schistosity tidak ada, kalaupun ada sangat buruk dan hanyalah berupa orientasi dari lensa-lensa kalsit
i. Milonit
Batuan metamorf berbutir halus
Sebagai hasil penggerusan yang kuat
Terlihat goresan-goresan ataupun lensa-lensa dari batuan asal yang tidak hancur, berbentuk seperti mata
Sebagai hasil metamorfose kataklastik
j. Kataklastik
Butiran lebih kasar dari pada milonit
Penggerusan kurang kuat
Tidak ada rekonstitusi kimia
k. Filonit
Gejala dan kenampakan sama dengan milonit
Disini sudah terjadi rekristalisasi
Menunjukkan kilap silky, karena adanya mineral mika
Sebagai hasil penggerusan (granulation) yang kuat sekali
Butiran halus sekali
Fasies Metamorfisme
Pelitic Muscovite-biotite
Andalusite'-muscovite-biotite
Andalusite'-cordierite-muscovite-biotite
Staurolite-biotite andalusite"
Staurolite-cordierite-muscovite
Plus anyor all of quarts plagioclase K-feldspar With quartz
K-feldspar-sillimanite''-cordierite
K-feldspar—sillimanite''
Without quartz.
Cordierite-corundum-spinel
Cordierite-corundum-sillimanite'' Plus biotite
(and
plagioclase)
Plus any or all biotite, K-feldspar, plagioclase
Calcareous
1. Calcic marbles'
Calcite-tremolite (-quartz)
Calcite-diopside (-quartz)
Calcite-tremolite-diopside
Calcite-diopside-grossular Calcite-wollastonite (-diopside)
Calcite-diopside (-forsterite)
Calcite-wollastonite-diopside-grossular
2. Magnesian marbles (metadolomites)'
Calcite-dolomite-tremolite-clinohumite
Calcite-dolomite-forsterite
Calcite-dolomite-forsterite-phlogopite Calcite-forstente-periclase Calcite-forsterite-monticellite Cakite-forsterite-spinel Calcite-forsterite-diopside Clinohumitc possible additional phase
3. Calc-silicate rocks
Diopside-epidote-hornblende
Diopside-grossular-epidote
Diopside-vesuvianite-grossular-wollastonite
Diopside and grossular, commonly with significant iron
Diopside-wollastonite-grossular-vesuvianite
Diopside-grossular-anorthite (or calcic plagioclase)
Basic Hornblende-plagiocalse (-biotite, -almandine)
Hornblende-plagioclase-diopside Diopside-hypersthene-plagioclase
Diopside-olivine-plagioclase
Magnesian
1. Metaserpenites
2. Alumious types
Antigorite-forsterite-tremolite
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Anthophyllite-talc
Cordierite anthophyllite (-biotite) Anthophyllite-curnmingtonite-biotite
Forsterite-enstatite-spinel (-diopside)
Hypersthene-cordierite (-biotite)
Some Characteristic Mineral Assemblages (Accessory Phases Omitted) in Common Rocks on Contact Aureoles
'"Or andalusite. < K-feldspar or plagioclase, or both, possible minor phase.
'Or sillimanite.
Low-grade mineral paragenesis in relation to facies of regional metamorphism (selected mineral assemblages)
Rock type Zeolite and pumpellyite facies Greenschist facies Blueschist facies
Metapelites Montmorrillonite-illite-quartz-alkali feldspar + pyrophyllite Muscovite (phengitic)-chlorite-quartz-albite-epidote + stilpnomelane orbital chloritoid
Same as above plus biotite + almandine; stilpnomelane rare Muscovite (phengitic)- paragonite-lawsonite-chlorite-glaucophane-quartz-albite-sphene
Metagraywacke Quartz-heulandite + analcime
Quartz-albite-laumontite-prehnite-chlorite + stilpnomelane
Quartz-albite-prehnite-pumpellyite-chlorite + stilpnomelane Quartz-albite-epidote-muscovite-chlorite + stilpnomelane
Same as above with biotite + almandine; stilpnomelane absent Quartz-jedelite-muscovite-chloite-lawsonite-glaucophane-sphene
Same as above + almandine + epidote
metacherts Quartz + iron oxides Quartz + iron oxides
Quartz-piedmontite-muscovite-spessartine-stilpnomelane Quartz-stilpnomelane-spessatine
Quartz-crossite-aegirine + lawsonite
Calcareous Calcite + quartz Calcite-quartz + tremolite orbital talc
Calcite-dolomites + tremolite orbital talc
Calcite-zoisite-grossular (andraditic)
Calcite-albite-epidote Argonite + lawsonite + glaucophane
Calcite + relict aragonite
Metabasalt Sphilitic assemblages\; albite-chlorite-epidote orbital pumpellyte + relict augite Albite-chlorite-epidote + stilpnomelane
Albite-actinolite-epidote-chlorite + calcite + biotite Albite-lawsonite-pumpellyite-glaucophane-chlorite-stilpnomelane-sphene
Albite-epidote-glaucophane-omphasite-chlorite-actinolite
Albite-lawsonite-clinozoisite-chlorite + hornblende + almadine
Serpentinites and derivative magnesite rocks Chrysotile and/orbital lizardite + brucite Calcite-quartz + tremolite
Antigorite-calcite-talc
Antigorite-diopside-forsterite
Talc-magnesite + tremolite Antigorite + tremolite + talc
High-Grade Mineral Paragenesis in Relation to Facies of Regional Metamorphism (Selected Mineral Assemblages)
Rock Type Amphibolite Facies Granulite Facies Eclogite Facies
Metapelite (micas predominant) and quartzo-feldspathic rocks (quarts and feldspars predominant) Muscovite-biotite-quartz-plagioclase ± orthoclasea-almandine ± staurolite ± kyanite or sillimanite ± chlorite ± epidote
Same as above, with cordierite and andalusite as Al2SiO3 potymorphb Quartz- K- feldspar-plagioclase-sillimanile (or kyanite)-almandine-phlogopite
Same plus cordierile (kyanile excluded)c
Granitic Quartz-plagioclase-orthoclase (or microcline)-biotite ± hornblende or muscovite Quartz-orthoclase (or microcline)-plagioclase-hypersthene-augite-almandine Quartz-jadeite-phengile-zosite-pyrope-rutile
Metacherts Quartz-diopside
(hedenbergitic)-hypersthene-garnet
Quartz-diopside-hedenbergite-cummingtonite-garnet Quartz-hedenbergite-fayalite-magnetite
Calcareous Calcite-tremolite-quartz Calcite-diopside-quartz Calcite-diopside-tremolite Calcite-dolomite-forsterite
clinohumite
Calcite-tremolite-forsterite-phlogopite
Zoisite-scapolite-quartz
Calcite-plagioclase (An>20)
Diopside-zoisite-plagioclase ± hornblende Calcite-dolomite-forsterite spinel
Calcite-diopside-wollastonite'
Diopside-scapolite-bytownite-grossular-andradite Garnet (magnesian grossular)-omphacite ± kyanite
Metabasalt and metagabbros Hornblende-plagiocklase + biotite + alamandite
Hornblende-plagiocklase + diopside + almandine
Hornblende-plagiocklase – epidote + quartz Plagiocklase – diopside-hyperstene-rutile + olivine + spinel + sapphirine Omphacite-pyrope-almandite-rutile + kyanite + amphibolite
Magnesian schist and granulite Antigorite-forsterite-tremolite
Forsterite-talc-tremolite
Forsterite-anthophyllite-tremolite
Forsterite-enstatite-tremolite + spinel
Magnesit-anthophyllite (or enstatite)-tremolite
Cordierite-anthophyllite Forsterite-enstatite-diopside + spinel Forsterite-enstatite-diopside-pyrope-spinel
batuan sedimen
BATUAN SEDIMEN
IV.2.1 BATUAN SEDIMEN KLASTIK
IV.2.2 BATUAN SEDIMEN KARBONAT
Klasifikasi pada batuan sedimen karbonat dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Klovan (1971), klasifikasi Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).
A. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)
Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).
Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam matrikss lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone mempunyai tekstur grain-supported dan biasanya memiliki matriks mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi (misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.
Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya adalah tidak perlunya menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk tiga dimensi batuannya agar tidak salah dalam penafsirannya.
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962) hanya saja tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported.
Tabel Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsü, 1986)
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat diagenesis.
Tabel Klasifikasi Dunham (1962)
B. Klasifikasi Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
a. Allochem
Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet
b. Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 μm.
c. Sparry calcite (sparit)
Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi rongga antar pori.
Tabel Klasifikasi Folk (1959)
C. Klasifikasi Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :
(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),
(2) Mud campuran silt dan clay),
(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan intraklas yang berukuran >20 µm), dan lumpur karbonat atau mikrit (berukuran <20 µm).
Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang mengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone. Diagram klasifikasi Mount (1985) dapat dilihat pada gambar dibawah.
SILISICLASTIC >
CARBONATE ? SAND >
MUD ? ALLOCHEMS >
MICRITE ? NAME
yes yes
allochemical sandstone
no micrite sandstone
yes
no yes
allochemical mudrock
no micrite mudrock
yes yes
sandy allochem limestone
no sandy micrite
no
no yes
muddy allochem limestone
no muddy micrite
Tabel Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-karbonat (Mount,1985)
IV.2.1 BATUAN SEDIMEN KLASTIK
IV.2.2 BATUAN SEDIMEN KARBONAT
Klasifikasi pada batuan sedimen karbonat dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi Dunham (1962) yang kemudian dikembangkan menjadi klasifikasi Embry & Klovan (1971), klasifikasi Folk (1959) dan klasifikasi untuk batuan campuran silisiklastik-karbonat yaitu Klasifikasi Mount (1985).
A. Klasifikasi Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)
Klasifikasi Dunham (1962) didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping. Karena menurut Dunham, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).
Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa batuan dengan fabrik grain supported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10 %) di dalam matrikss lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya bila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone mempunyai tekstur grain-supported dan biasanya memiliki matriks mud. Dunham memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-komponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi (misalnya : pengendapan lingkungan terumbu). Dalam hal ini boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite dari Folk.
Klasifikasi Dunham (1962) memiliki kemudahan dan kesulitan. Kemudahannya adalah tidak perlunya menentukan jenis butiran dengan detail karena tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitan adalah di dalam sayatan petrografi, fabrik yang menjadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan dua dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk tiga dimensi batuannya agar tidak salah dalam penafsirannya.
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham (1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962) hanya saja tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone) ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix supported.
Tabel Klasifikasi Embry & Klovan (Reijers & Hsü, 1986)
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat diagenesis.
Tabel Klasifikasi Dunham (1962)
B. Klasifikasi Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
a. Allochem
Analog dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet
b. Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 μm.
c. Sparry calcite (sparit)
Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi rongga antar pori.
Tabel Klasifikasi Folk (1959)
C. Klasifikasi Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :
(1) Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),
(2) Mud campuran silt dan clay),
(3) Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan intraklas yang berukuran >20 µm), dan lumpur karbonat atau mikrit (berukuran <20 µm).
Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang mengandung material silisiklastik >50 % berukuran pasir dengan sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone. Diagram klasifikasi Mount (1985) dapat dilihat pada gambar dibawah.
SILISICLASTIC >
CARBONATE ? SAND >
MUD ? ALLOCHEMS >
MICRITE ? NAME
yes yes
allochemical sandstone
no micrite sandstone
yes
no yes
allochemical mudrock
no micrite mudrock
yes yes
sandy allochem limestone
no sandy micrite
no
no yes
muddy allochem limestone
no muddy micrite
Tabel Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik-karbonat (Mount,1985)
batuan beku
BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma. Magma adalah zat cair liat pijar panas yang merupakan senyawa silikat dan ada di bawah kondisi tekanan dan suhu tinggi di dalam tubuh bumi. Proses pembekuan merupakan proses perubahan fase dari fase cair menjadi fase padat. Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Pada saat proses pembekuan magma apabila terdapat cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak terbentuk dan cairan magma membeku menjadi gelas.
KLASIFIKASI BATUAN BEKU
Dasar Klasifikasi Batuan Beku
Klasifikasi kimia
• Kelimpahan/kejenuhan SiO2 à felsic & mafic
Klasifikasi petrografi:
• Kriteria tekstur
• Indeks warna (CI), min gelap CI > 40, min terang CI < 40
• Kelimpahan mineral tertentu, biasanya olivin, piroksen, hornblende, plagioklas, K felspar, Quartz dan felspatoid
IGNEOUS ROCK CLASSIFICATION
COLOR LIGHT COLORED MEDIUM COLOR DARK COLOR
CHEMISTRY FELSIC INTERMEDIATE MAFIC ULTRA MAFIC
COARSE GRAINED GRANITE
DIORITE GABBRO
PERIDOTITE
FINE GRAINED RHYOLITE
ANDESITE BASALT
KOMATIITE
PEGMATITE A PEGMATITE is an igneous rock distinguished by its abnormally large crystals. The crystals are normally larger that a few centimeters and can often be dozens of centimeters long or much longer (meters long). Unlike other igneous rocks that develop from the molten state, pegmatites grow from aqueous solutions. The solutions allow for ease of movement of the nutrients to the site of crystal growth. Thus pegmatites can produce large crystals in a short (geologically) period of time.
PORPHYRITIC A PORPHYRITIC rock is and igneous rocks that contains two distinct crystal sizes. These distinctly different crystal sizes were produced by different cooling of the liquid rock. Large crystals form slowly beneath the surface of the Earth and small crystals form when rapid cooling takes place (normally at or near the surface). The large crystals in a porphyry are called phenocrysts. The term PORPHYRITIC is used as an adjective to describe this distinct texture of igneous rock, e. g., a PORPHYRITIC basalt.
GLASSY Glassy igneous rocks are formed by very rapid cooling. No crystals were formed during the cooling process. Examples are OBSIDIAN and PUMICE.
FRAGMENTAL Fragmental igneous rocks are produced when existing igneous rocks are put under stress or moved causing them to fracture. These fragments are then fused to form a new rock. Obviously their is little change in the composition of the rocks. VOLCANIC AGGLOMERATES or VOLCANIC BRECCIAS are examples of the igneous rock type.
KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK
( IUGS )
KLASIFIKASI BATUAN BEKU VOLKANIK
( IUGS )
IV.1.1 BATUAN BEKU INTERMEDIATE JENUH SILIKA
Tipe Volkanik
• Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas dan mineral-mineral mafik ; olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit,
- Andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic andesite)Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin dan labradorit
- Andesit piroksen (pyroxene andesite)
- Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah zoning plagioklas, andesit hornblende dan andesit biotit
- Hornblende and biotit andesite
• Latit (latite = trachyandesite)
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas (andesin atau oligoklas), sering dijumpai sanidin atau anorthoklas menyelimuti plagioklas
Piroksen ; diopsidic augite , aigerin-augit menyertai augit dalam tipe alkali.
• Trakhit (trachyte)
Tekstur trakhitik (trachytic texture), alkali felsdpart > 80 % (modal) ; sanidin atau anorthoklas plagioklas (oligoklas atau andesin) olivin (fayalit), clino-piroksen, amfobol dan biotit
- Trakhit piroksen (pyroxene trachyte)
Dominan mineral mafik piroksen ; diopsidic px atau aegerin-augit, sanidin dominan, plagioklas (andesin atau oligoklas), andesit hornblende dan andesit biotit
- Hornblende and biotit trachyte
Trakhit melimpah sanidin dan sedikit oligoklas, hornblende, biotit dan diopsid
Trakhit peralkalin (peralkaline trachyte)trakhit dominan mineral mafik ; aegerin, reibekit, arfvedsonit (atau cossyrit) dan sedikit fayalit
- Keratophyres
plagioklas ; albit-oligoklas, reibekit/aegerin, clorit, epidot, uralit
Tipe Plutonik
• Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit
- diorit porfir (diorite porphyries) tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas,hornblende, biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral- granular.
- mafic diorit (meladiorites, IUGS) CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau oligoklas, Komposisi SiO2 (45 %)
- hornblendite
Diorit dengan kendungan hornblende tinggi
Monzonit = syenodiorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), myrmekite, poikilitik dan kadang porfiritik, 1/3 Ftot< KF<2/3 Ftot, Quartz < 5 %, fenokris plagioklas; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende, biotit dan augit (jarang)
- monzonit porfir (maonzonite porphyries)
Tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, orthoklas, perhite, mineral mafik jarang, masa dasar integrowthsodic plagioklas dan orthoklas, hornblende, augit, biotit, apatit, spene.
• Syenit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik KF > 2/3 Ftot,`Quartz < 5 %, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit, aegerin-augit, aegerin spene, apatit, zircon
- alkali syenit (porfir)
KF tinggi =< 95 % Ftot, Quartz < 5 %, orthoklas, mikroklin, albit atau oligoklas, micro-perhite Quartz, Foid , minor.
- alkali lime syenit
high sodic plagioclase (5 - 30) % modal feldspar mineral mafik; hornblende, biotit, diopsidik augit.
IV.1.2 BATUAN BEKU ASAM (LEWAT JENUH SILIKA)
High modal Quartz > 20 %
Alkali feldspar Tipe Plutonik Tipe Voklanik
< 10 % Ftot Tonalit Dasit
10 - 35 % Ftot Granodiorit
> 35 % Ftot Granit Riolit
KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM
Tipe Plutonik
Tekstur : tekstur granitik, subhedral granular (hypidiomorfic granular), graphic (micrographic), granophyre, myrmekite, porphyry, high modal Quartz > 20 % (anhedral), orthoklas, mikroklin, plagioklas, muskovite
• Granit
Komposis mineralogi ; orthoklas dan mikroklin, Quartz calalkalin granit mengandung biotit, hornblende, piroksen jarang alkali granit mengandung amphibol ; hastingsit, riebeckit dan arfvedsonit (anhedral).
Adamelit Alkali Feld. 35 - 65 % Ftot granophyre granophric tekxture
mineral mafik hedenbergite, fayalite dan dlm batuanperalkalin dijumpai reibeckit.
• Granodiorit dan Tonalit
Quartz > 20 %
KF < 10 % Ftot (Tonalit)
KF 10 - 35 % Ftot (Granodiorit)
mineral-mineral mafik biotit, hornblende
Felsik Tonalit = trondhjemite
Plagioklas (andesin aatau oligoklas), Quartzz, dan KF dan biotit kelimpahan sedikit
Tipe Volkanik
Tekstur : porfiritik, afanitik atau glassy , aphrik, hylophitik
Komppsisi Mineral : Quartz ( tridimit, kristobalit) fenokris plagioklas radialy fibrus spherulites
• Dasit
Fenokris ; plagioklas (lab- olig), Quartz, sanidin beberapa mineral mafik piroksen, hornblende (cumingtonit), biotit . Massa dasar gelasan
• Rhyolite
potassic type, Sanidin, bipiramidal Quartz, biotit, hornblende, diopsidic augit
• Sodic/peralkaline type
Sanidin, anarthoklas, albit , bipiramidal Quartz
IV.1.3 BATUAN BEKU BASA FELSPATHOID : BASA DAN ULTRABASA
Tipe Plutonik
• Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik. Fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit.
- diorit porfir (diorite porphyries)
Tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, hornblende, biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral-granular.
- mafic diorit (meladiorites, IUGS)
CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau oligoklas. Komposisi SiO2 (45 %)
- hornblendite
Diorit dengan kendungan hornblende tinggi
Tipe Volkanik
• Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik fenokris plagioklas dan mineral-mineral mafik ; olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit
- andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic andesite)
Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin dan labradorit
- andesit piroksen (pyroxene andesite)
Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah zoning plagioklas.
- hornblende and biotit andesite
Andesit hornblende dan andesit biotit
IV.1.3 BATUAN BEKU BASA NON-FELSPATHOID
Klasifikasi basalt normativ (yodar & tilley, 1962)
1. tholeiit
(a). thileiit lewat jenuh (oversaturated tholeiite) normativ quartz dan hipersten
(b). tholeiit jenuh (saturated tholeiite) normativ hipersten
2. tholeiit olivin tak jenuh (undersaturated olivine tholeiite) normativ hipersten dan olivin
3. tholeiit olivin (olivine tholeiite)/ basalt olivin (olivine basalt) normativ olivin
4. basalt olivine alkali (alkali olivine basalt) normativ olivine dan nefelin
5. Basanit (basanite) normatif olivin dan nefelin
KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK
BASA (IUGS)
Gambar. Comparison Chart For Visual Percentage Estimation (After Terry and Chilingar, 1955).
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari pembekuan magma. Magma adalah zat cair liat pijar panas yang merupakan senyawa silikat dan ada di bawah kondisi tekanan dan suhu tinggi di dalam tubuh bumi. Proses pembekuan merupakan proses perubahan fase dari fase cair menjadi fase padat. Proses pembekuan magma akan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.
Pada saat proses pembekuan magma apabila terdapat cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar sedangkan bila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak terbentuk dan cairan magma membeku menjadi gelas.
KLASIFIKASI BATUAN BEKU
Dasar Klasifikasi Batuan Beku
Klasifikasi kimia
• Kelimpahan/kejenuhan SiO2 à felsic & mafic
Klasifikasi petrografi:
• Kriteria tekstur
• Indeks warna (CI), min gelap CI > 40, min terang CI < 40
• Kelimpahan mineral tertentu, biasanya olivin, piroksen, hornblende, plagioklas, K felspar, Quartz dan felspatoid
IGNEOUS ROCK CLASSIFICATION
COLOR LIGHT COLORED MEDIUM COLOR DARK COLOR
CHEMISTRY FELSIC INTERMEDIATE MAFIC ULTRA MAFIC
COARSE GRAINED GRANITE
DIORITE GABBRO
PERIDOTITE
FINE GRAINED RHYOLITE
ANDESITE BASALT
KOMATIITE
PEGMATITE A PEGMATITE is an igneous rock distinguished by its abnormally large crystals. The crystals are normally larger that a few centimeters and can often be dozens of centimeters long or much longer (meters long). Unlike other igneous rocks that develop from the molten state, pegmatites grow from aqueous solutions. The solutions allow for ease of movement of the nutrients to the site of crystal growth. Thus pegmatites can produce large crystals in a short (geologically) period of time.
PORPHYRITIC A PORPHYRITIC rock is and igneous rocks that contains two distinct crystal sizes. These distinctly different crystal sizes were produced by different cooling of the liquid rock. Large crystals form slowly beneath the surface of the Earth and small crystals form when rapid cooling takes place (normally at or near the surface). The large crystals in a porphyry are called phenocrysts. The term PORPHYRITIC is used as an adjective to describe this distinct texture of igneous rock, e. g., a PORPHYRITIC basalt.
GLASSY Glassy igneous rocks are formed by very rapid cooling. No crystals were formed during the cooling process. Examples are OBSIDIAN and PUMICE.
FRAGMENTAL Fragmental igneous rocks are produced when existing igneous rocks are put under stress or moved causing them to fracture. These fragments are then fused to form a new rock. Obviously their is little change in the composition of the rocks. VOLCANIC AGGLOMERATES or VOLCANIC BRECCIAS are examples of the igneous rock type.
KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK
( IUGS )
KLASIFIKASI BATUAN BEKU VOLKANIK
( IUGS )
IV.1.1 BATUAN BEKU INTERMEDIATE JENUH SILIKA
Tipe Volkanik
• Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas dan mineral-mineral mafik ; olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit,
- Andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic andesite)Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin dan labradorit
- Andesit piroksen (pyroxene andesite)
- Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah zoning plagioklas, andesit hornblende dan andesit biotit
- Hornblende and biotit andesite
• Latit (latite = trachyandesite)
Tekstur : porfiritik, pilotasitik, fenokris plagioklas (andesin atau oligoklas), sering dijumpai sanidin atau anorthoklas menyelimuti plagioklas
Piroksen ; diopsidic augite , aigerin-augit menyertai augit dalam tipe alkali.
• Trakhit (trachyte)
Tekstur trakhitik (trachytic texture), alkali felsdpart > 80 % (modal) ; sanidin atau anorthoklas plagioklas (oligoklas atau andesin) olivin (fayalit), clino-piroksen, amfobol dan biotit
- Trakhit piroksen (pyroxene trachyte)
Dominan mineral mafik piroksen ; diopsidic px atau aegerin-augit, sanidin dominan, plagioklas (andesin atau oligoklas), andesit hornblende dan andesit biotit
- Hornblende and biotit trachyte
Trakhit melimpah sanidin dan sedikit oligoklas, hornblende, biotit dan diopsid
Trakhit peralkalin (peralkaline trachyte)trakhit dominan mineral mafik ; aegerin, reibekit, arfvedsonit (atau cossyrit) dan sedikit fayalit
- Keratophyres
plagioklas ; albit-oligoklas, reibekit/aegerin, clorit, epidot, uralit
Tipe Plutonik
• Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit
- diorit porfir (diorite porphyries) tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas,hornblende, biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral- granular.
- mafic diorit (meladiorites, IUGS) CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau oligoklas, Komposisi SiO2 (45 %)
- hornblendite
Diorit dengan kendungan hornblende tinggi
Monzonit = syenodiorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), myrmekite, poikilitik dan kadang porfiritik, 1/3 Ftot< KF<2/3 Ftot, Quartz < 5 %, fenokris plagioklas; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende, biotit dan augit (jarang)
- monzonit porfir (maonzonite porphyries)
Tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, orthoklas, perhite, mineral mafik jarang, masa dasar integrowthsodic plagioklas dan orthoklas, hornblende, augit, biotit, apatit, spene.
• Syenit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik KF > 2/3 Ftot,`Quartz < 5 %, fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit, aegerin-augit, aegerin spene, apatit, zircon
- alkali syenit (porfir)
KF tinggi =< 95 % Ftot, Quartz < 5 %, orthoklas, mikroklin, albit atau oligoklas, micro-perhite Quartz, Foid , minor.
- alkali lime syenit
high sodic plagioclase (5 - 30) % modal feldspar mineral mafik; hornblende, biotit, diopsidik augit.
IV.1.2 BATUAN BEKU ASAM (LEWAT JENUH SILIKA)
High modal Quartz > 20 %
Alkali feldspar Tipe Plutonik Tipe Voklanik
< 10 % Ftot Tonalit Dasit
10 - 35 % Ftot Granodiorit
> 35 % Ftot Granit Riolit
KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM
Tipe Plutonik
Tekstur : tekstur granitik, subhedral granular (hypidiomorfic granular), graphic (micrographic), granophyre, myrmekite, porphyry, high modal Quartz > 20 % (anhedral), orthoklas, mikroklin, plagioklas, muskovite
• Granit
Komposis mineralogi ; orthoklas dan mikroklin, Quartz calalkalin granit mengandung biotit, hornblende, piroksen jarang alkali granit mengandung amphibol ; hastingsit, riebeckit dan arfvedsonit (anhedral).
Adamelit Alkali Feld. 35 - 65 % Ftot granophyre granophric tekxture
mineral mafik hedenbergite, fayalite dan dlm batuanperalkalin dijumpai reibeckit.
• Granodiorit dan Tonalit
Quartz > 20 %
KF < 10 % Ftot (Tonalit)
KF 10 - 35 % Ftot (Granodiorit)
mineral-mineral mafik biotit, hornblende
Felsik Tonalit = trondhjemite
Plagioklas (andesin aatau oligoklas), Quartzz, dan KF dan biotit kelimpahan sedikit
Tipe Volkanik
Tekstur : porfiritik, afanitik atau glassy , aphrik, hylophitik
Komppsisi Mineral : Quartz ( tridimit, kristobalit) fenokris plagioklas radialy fibrus spherulites
• Dasit
Fenokris ; plagioklas (lab- olig), Quartz, sanidin beberapa mineral mafik piroksen, hornblende (cumingtonit), biotit . Massa dasar gelasan
• Rhyolite
potassic type, Sanidin, bipiramidal Quartz, biotit, hornblende, diopsidic augit
• Sodic/peralkaline type
Sanidin, anarthoklas, albit , bipiramidal Quartz
IV.1.3 BATUAN BEKU BASA FELSPATHOID : BASA DAN ULTRABASA
Tipe Plutonik
• Diorit
Tekstur : tekstur granitik (hypidiomorfic granular), poikilitik dan kadang porfiritik. Fenokris plagioklas ; andesin atau oligoklas dan mineral-mineral mafik utama ; hornblende dan biotit.
- diorit porfir (diorite porphyries)
Tekstur porfiritik dengan fenokris zoning plagioklas, hornblende, biotit, kadang-kadang quartz dalam masa dasar anhedral-granular.
- mafic diorit (meladiorites, IUGS)
CI tipikal diorit, tetapi mengandung hornblende dan plagioklas ; andesit atau oligoklas. Komposisi SiO2 (45 %)
- hornblendite
Diorit dengan kendungan hornblende tinggi
Tipe Volkanik
• Andesit
Tekstur : porfiritik, pilotasitik fenokris plagioklas dan mineral-mineral mafik ; olivine, augit, hipersten, hornblende dan biotit
- andesit olivin (olivine andesite) andesit basaltik (basaltic andesite)
Transisi basalt tholeiitik, komposisi mineralogi penciri ; olivin dan labradorit
- andesit piroksen (pyroxene andesite)
Dominan mineral mafik piroksen ; hipersten, augit melimpah zoning plagioklas.
- hornblende and biotit andesite
Andesit hornblende dan andesit biotit
IV.1.3 BATUAN BEKU BASA NON-FELSPATHOID
Klasifikasi basalt normativ (yodar & tilley, 1962)
1. tholeiit
(a). thileiit lewat jenuh (oversaturated tholeiite) normativ quartz dan hipersten
(b). tholeiit jenuh (saturated tholeiite) normativ hipersten
2. tholeiit olivin tak jenuh (undersaturated olivine tholeiite) normativ hipersten dan olivin
3. tholeiit olivin (olivine tholeiite)/ basalt olivin (olivine basalt) normativ olivin
4. basalt olivine alkali (alkali olivine basalt) normativ olivine dan nefelin
5. Basanit (basanite) normatif olivin dan nefelin
KLASIFIKASI BATUAN BEKU PLUTONIK
BASA (IUGS)
Gambar. Comparison Chart For Visual Percentage Estimation (After Terry and Chilingar, 1955).
Jumat, 19 Juni 2009
regional wonogiri
Profil Kabupaten Wonogiri
Logo
Kabupaten Wonogiri terletak pada 7o32'-8o15' Lintang Selatan dan Garis Bujur 110o41'-111o18' Bujur Timur. Terletak disebelah tenggara Provinsi Jawa Tengah berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga memiliki yang strategis. Luas wilayah Kabupaten Wonogiri 182.236,02 ha, sebagian besar dibagian selatan berupa pegunungan kapur/ kars yang masuk jajaran Pegunungan Seribu. Secara Administratif wilayah Kabupaten Wonogiri terdiri dari 25 Kecamatan 294 Desa dan Kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah selatan Kabupaten Wonogiri berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sukaharjo dan Kabupaten Karanganyar (Provinsi Jawa Tengah), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Pacitan (Provinsi Jawa Timur), sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).
Luas lahan pertanian di wonogiri lebih dari 98.082 Ha, sangat potensial guna pengembangan investasi baik untuk budidaya tanaman pangan maupun holtikultura. Sektor pertanian telah didukung sarana irigasi sebanyak 3.970 unit dengan panjang 1.560 km. Beberapa komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan antara lain jagung dengan produksi rata-rata yang mampu mencapai 5,62 ton/ha jagung kering giling. Bahkan jika dikelola dengan pola intensifikasi tingkat produksinya mampu mencapai 11 ton/ha. Kemudian ada ubi kayu, kedelai, dan kacang tanah. Kabupaten Wonogiri juga memiliki areal lahan kering sekitar 65.381 ha yang potensial untuk pengembangan tanaman perkebunan. Ditunjang dengan topografi tanahnya yang berada 300 601 dpl. Komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan antara lain mete, cengkeh dan cincau/janggelan. Sektor peternakan juga sanaga potensial dikembangkan di kabupaten ini. Terlebih lagi sebagian masyarakatnya sudah terbiasa membudidayakan ternak khususnya ternak sapi dan kambing. Disamping itu juga didukung ketersedian hijauan makanan ternak yang cukup melimpah, mencapai lebih dari 1.362.319 ton/tahun. Kabupaten Wonogiri memiliki Waduk Serbaguna Gajah Mungkur seluas 8.800 ha yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya perikanan.Luas waduk yang potensial untuk pengembangan budidaya perikanan dengan sistem keramba apung seluas lebih dari 176 ha. Jumlah keramba jaring apung yang sudah dikembangkan sebanyak 500 unit dari kapasitas 2000 unit sehingga masih terdapat potensi mencapai 1500 unit keramba.Untuk mencukupi kebutuhan bibit ikan, terdapat 5 unit Balai Benih Ikan (BBI) seluas 166 ha yang tersebar di Kecamatan Pracimantoro, Giriwoyo, Manyaran, Sidoharjo dan Slogohimo dengan total produksi 2.563.440 ekor/tahun. Disamping itu terdapat 6 unit pembibitna rakyat yang tersebar di Kecamatan Pracimantoro, Giriwoyo, Baturetno, Selogiri, Bulukerto dan Girimarto dengan total produksi lebih dari 2.065.500 ekor/tahun. Sekotr pariwisata juga memiliki potensi yang tidak kalah besar, diantaranya wisata alam Pantai Nampu dan Pantai Sembukan, wisata Karst Gunung Sewu serta Taman rekreasi Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur. Kabupaten Wonogiri juga memiliki berbagai macam bahan galian. Diantaranya emas, tembaga, mangan dan galena, serta galian non logam seperti batu gamping, andesit, pasir kuarsa dan banyak lagi.
Logo
Kabupaten Wonogiri terletak pada 7o32'-8o15' Lintang Selatan dan Garis Bujur 110o41'-111o18' Bujur Timur. Terletak disebelah tenggara Provinsi Jawa Tengah berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga memiliki yang strategis. Luas wilayah Kabupaten Wonogiri 182.236,02 ha, sebagian besar dibagian selatan berupa pegunungan kapur/ kars yang masuk jajaran Pegunungan Seribu. Secara Administratif wilayah Kabupaten Wonogiri terdiri dari 25 Kecamatan 294 Desa dan Kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah selatan Kabupaten Wonogiri berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sukaharjo dan Kabupaten Karanganyar (Provinsi Jawa Tengah), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Pacitan (Provinsi Jawa Timur), sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).
Luas lahan pertanian di wonogiri lebih dari 98.082 Ha, sangat potensial guna pengembangan investasi baik untuk budidaya tanaman pangan maupun holtikultura. Sektor pertanian telah didukung sarana irigasi sebanyak 3.970 unit dengan panjang 1.560 km. Beberapa komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan antara lain jagung dengan produksi rata-rata yang mampu mencapai 5,62 ton/ha jagung kering giling. Bahkan jika dikelola dengan pola intensifikasi tingkat produksinya mampu mencapai 11 ton/ha. Kemudian ada ubi kayu, kedelai, dan kacang tanah. Kabupaten Wonogiri juga memiliki areal lahan kering sekitar 65.381 ha yang potensial untuk pengembangan tanaman perkebunan. Ditunjang dengan topografi tanahnya yang berada 300 601 dpl. Komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan antara lain mete, cengkeh dan cincau/janggelan. Sektor peternakan juga sanaga potensial dikembangkan di kabupaten ini. Terlebih lagi sebagian masyarakatnya sudah terbiasa membudidayakan ternak khususnya ternak sapi dan kambing. Disamping itu juga didukung ketersedian hijauan makanan ternak yang cukup melimpah, mencapai lebih dari 1.362.319 ton/tahun. Kabupaten Wonogiri memiliki Waduk Serbaguna Gajah Mungkur seluas 8.800 ha yang memiliki potensi untuk pengembangan budidaya perikanan.Luas waduk yang potensial untuk pengembangan budidaya perikanan dengan sistem keramba apung seluas lebih dari 176 ha. Jumlah keramba jaring apung yang sudah dikembangkan sebanyak 500 unit dari kapasitas 2000 unit sehingga masih terdapat potensi mencapai 1500 unit keramba.Untuk mencukupi kebutuhan bibit ikan, terdapat 5 unit Balai Benih Ikan (BBI) seluas 166 ha yang tersebar di Kecamatan Pracimantoro, Giriwoyo, Manyaran, Sidoharjo dan Slogohimo dengan total produksi 2.563.440 ekor/tahun. Disamping itu terdapat 6 unit pembibitna rakyat yang tersebar di Kecamatan Pracimantoro, Giriwoyo, Baturetno, Selogiri, Bulukerto dan Girimarto dengan total produksi lebih dari 2.065.500 ekor/tahun. Sekotr pariwisata juga memiliki potensi yang tidak kalah besar, diantaranya wisata alam Pantai Nampu dan Pantai Sembukan, wisata Karst Gunung Sewu serta Taman rekreasi Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur. Kabupaten Wonogiri juga memiliki berbagai macam bahan galian. Diantaranya emas, tembaga, mangan dan galena, serta galian non logam seperti batu gamping, andesit, pasir kuarsa dan banyak lagi.
fotogrametri
BAB II
DASAR TEORI
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik. Fotogrametri diperlukan karena :
• Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk menentukan ukuran lainnya.
• Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran 3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri sebuah objek.
Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas.
Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran dari unsur – unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat sederhana dibedakan atas :
a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas objek pada foto.
Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-masing segi empat panjang (Luas ABB’A’ + CDD’C’ + EFF’E’), dimana AA’, BB’, CC’, DD’, EE’ dan FF’ merupakan interval strip.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2, luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m), maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.
c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik
2. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :
S = f / H
dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.
Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :
S = df / dl
dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.
Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp / pf = df / pp
dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
B = b1 + b2
2
dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya (tanpa tanda negatifnya).
Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U
Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer. Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual, dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 – (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 – XB2
Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik
5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan dengan persamaan :
h = H p
b
dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa persamaan, yaitu :
a. ∆h = H. ∆P
PB + ∆P
dengan ∆h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB = paralaks titik B, PA = paralaks titik A, ∆P = selisih paralaks A dan B, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B = jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala 1 : 10.000 atau lebih besar.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
6. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan, karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1’ dan n2’) diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit denagn n1’ dan n2 berimpit dengan n2’.
f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.
Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
DASAR TEORI
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik. Fotogrametri diperlukan karena :
• Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk menentukan ukuran lainnya.
• Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran 3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera untuk mendapatkan geometri sebuah objek.
Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas.
Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran dari unsur – unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat sederhana dibedakan atas :
a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas objek pada foto.
Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-masing segi empat panjang (Luas ABB’A’ + CDD’C’ + EFF’E’), dimana AA’, BB’, CC’, DD’, EE’ dan FF’ merupakan interval strip.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2, luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m), maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.
c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
Gambar 2.3. Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik
2. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :
S = f / H
dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.
Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :
S = df / dl
dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.
Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp / pf = df / pp
dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto. Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
B = b1 + b2
2
dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya (tanpa tanda negatifnya).
Gambar 2.4. Paralaks Titik A, B, dan U
Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer. Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual, dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 – (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 – XB2
Gambar 2.5. Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik
5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan dengan persamaan :
h = H p
b
dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa persamaan, yaitu :
a. ∆h = H. ∆P
PB + ∆P
dengan ∆h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB = paralaks titik B, PA = paralaks titik A, ∆P = selisih paralaks A dan B, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B = jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala 1 : 10.000 atau lebih besar.
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
6. Pengukuran Jarak Horizontal
Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan, karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1’ dan n2’) diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit denagn n1’ dan n2 berimpit dengan n2’.
f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.
Gambar 2.6. Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)
Jumat, 05 Juni 2009
mineral optik nikol terbuka nikol tertutup
Pengaturan Mikroskop
Pengaturan yang paling penting adalah memusatkan perputaran meja objek/centering, pengaturan arah getaran polarisator sejajar dengan salah satu benang silang, dan pengaturan arah getar analisator agar tegak lurus arah getar polarisator.
Centering penting dilakukan agar pada saat pengamatan dengan menggunakan perputaran meja objek, mineral yang kita amati tetap berada pada medan pandangan (tidak keluar dari medan pandangan).
Pengaturan arah getar polarisator harus dilakukan agar kita tahu persis arah getaran sinar biasa dan luar biasa yang diteruskan oleh polarisator searah dengan salah satu arah benang silang, apakah benang tegak (N-S) atau benang horisontal (E-W), sehingga memudahkan dalam penentuan sifat-sifat optik yang berhubungan dengan sumbu-sumbu kristalografi dan sumbu-sumbu sinarnya.
Pengaturan arah getar analisator harus dilakukan agar benar-benar tegak lurus arah getar polarisator, caranya adalah dengan memasang kedua bagian tanpa menggunakan peraga. Apabila arah getar kedua nikol sudah saling tegak lurus (membentuk sudut 90o) maka yang teramati pada okuler adalah keadaan gelap sama sekali karena cahaya yang tadinya terpilih oleh polarisator sehingga hanya yang bergetar pada satu arah saja kemudian terserap oleh analisator seluruhnya. Dengan demikian apabila kenampakannya belum gelap sama sekali, berarti kedudukan analisator belum tegak lurus polarisator dan harus memutar analisator hingga kedudukan gelap maksimum.
2.3 Pengamatan Mikroskopik dengan Ortoskop tanpa Nikol
Pengamatan mikroskop polarisasi tanpa nikol dalam praktek diartikan bahwa analisator tidak dipergunakan (berarti analisator dikeluarkan dari jalan cahaya di dalam tubus mikroskop,atau arah analisator diputar sampai sejajar dengan arah polarisator), sedang polarisator tetap dipasang pada tempatnya dengan arah getarannya sejajar dengan salah satu benang silang. Sifat-sifat optik yang dapat diamati dengan ortoskop tanpa nikol dibagi menjadi dua golongan sbb:
a. Sifat-sifat optik yang mempunyai hubungan tertentu dengan sumbu-sumbu kristalografi yaitu yang sejajar atau yang menyudut tertentu, misalnya: bentuk, belahan, dan pecahan. Semua sifat tersebut juga dapat diamati baik dengan mikroskop binokular yang tidak memakai cahaya yang terpolarisir, maupun pada contoh setangan dengan mata biasa.
b. Sifat optik yang mempunyai hubungan erat dengan sumbu-sumbu sinar/sumbu optik pada kristal yaitu misal: index bias, relief, warna, dan pleokroisme. Perlu diperhatikan bahwa kejadian-kejadian dari sifat-sifat tersebut yang nampak di bawah ortoskop pada posisi meja objek tertentu adalah kejadian dari sinar atau komponen sinar yang pada posisi tersebut bergetar searah dengan polarisator. Sifat-sifat ini harus diamati dengan cahaya terpolarisir.
Sifat lain yang dapat diamati pada pengamatan dengan mikroskop polarisasi tanpa nikol adalah ketembusan cahaya, kungkungan / inklusi dan ukuran mineral. Ketiga sifat ini juga dapat diamati dengan cahaya yang tidak terpolarisasi.
• Ketembusan Cahaya
Berdasar atas sifatnya terhadap cahaya, mineral dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
mineral yang tembus cahaya ( transparent )
mineral tidak tembus cahaya sering disebut mineral opak atau mineral kedap cahaya.
Di bawah ortoskop semua mineral kedap cahaya tampak sebagai butiran yang gelap/hitam, baik yang diamati di dalam sayatan dengan menggunakan cahaya maksimal maupun yang biasa. Di bawah ortoskop semua mineral kedap cahaya tampak sebagai butiran yang gelap/hitam. Mineral – mineral sejenis ini harus dipelajari lebih lanjut dengan mikroskop pantulan.
Mineral tembus cahaya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu mineral isotropik dan mineral anisotropic. Kedua golongan mineral teresbut hanya dapat diketahui secara pasti pada pengamatan dengan ortoskop nikol bersilang, walaupun pada pengamatan dengan ortoskop tanpa nikol akan berbeda juga kenampakannya. Zat yang isotropik mempunyai satu harga indeks bias saja, karena sinar yang berjalan ke segala arah memiliki kecepatan yang sama, maka semua sifat optik yang berhubungan dengan lintasan cahaya yang menembus kristal akan sama pada setiap arah. Demikian dengan mineral yang isotropik, walaupun meja objek diputar 360o, tetap tidak mengalami perubahan sifat. Sebaliknya mineral yang anisotropik dengan pemutaran meja objek akan memperlihatkan perubahan sifat optik.
• Inklusi
Pada kristal tertentu, selama proses kristalisasi sebagian material asing yang terkumpul pada permukaan pertumbuhannya (growing surface) akan terperangkap dalam kristal, dan seterusnya merupakan bagian dari kristal tersebut. Material tersebut dapat berupa kristal yang lebih kecil dari mineral yang berbeda jenisnya, atau berupa kotoran – kotoran ( impurities) pada magma, dapat juga sebagian dari magma yang masih berupa cair atau dalam keadaan gas. Kungkungan – kungkungan tersebut dapat dikenali di bawah mikroskop tanpa nikol apabila terdapat perbedaan antara bahan inklusi dengan kristal yang mengungkungnya, misalnya pada sifat ketembusan cahayanya, relief dan warnanya. Bidang batas antara inklusi dengan mineral yang mengungkungnya dapat bersifat seperti bidang batas kristal biasa.
• Ukuran mineral
Ukuran mineral dapat dinyatakan secara absolut dalam mm atau cm dan sebagainya. Pengukuran lebar dan panjang atau diameter mineral dapat dilakukan dengan bantuan lensa okuler yang berskala.
• Bentuk mineral
Pengamatan bentuk mineral dilakukan dengan melihat atau mengamati bidang batas/garis batas mineral tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah kristal tumbuh secara bebas di dalam media cair atau gas, ataukah pertumbuhan tersebut terhalang oleh butir-butir mineral yang tumbuh di sekitarnya, hal ini akan memberikan kenampakan bidang batas yang relatif berbeda.
- Apabila kristal tersebut dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri secara keseluruhan maka kristal disebut mempunyai bentuk euhedral (gambar a).
- Apabila kristal tersebut dibatasi oleh hanya sebagian bidang kristalnya sendiri maka kristal disebut mempunyai bentuk subhedral (gambar b).
- Apabila kristal tersebut tidak dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri secara keseluruhan maka kristal disebut mempunyai bentuk anhedral (gambar c).
Parameter lain untuk menyatakan bentuk adalah jumlah dan perbandingan panjang bidang-bidang batas kristal, terutama untuk kristal-kristal yang euhedral. Istilah yang sering digunakan antara lain: prismatik, tabular, granular, lathlike, fibrous, foliated, radiated, dan sebagainya. Untuk kristal yang dalam pertumbuhannya terhalang oleh kristal yang lain atau juga terhalang magma yang kental, sering menghasilkan bentuk “incipient crystals”.
• Belahan
Belahan dalam sayatan mineral bisa terlihat dalam bentuk garis-garis yang teratur sepanjang bidang belahannya, di mana kenampakannya bisa sangat baik, baik, buruk atau tidak ada. Dalam hal tertentu sebaiknya orientasi belahan inii ditentukan kedudukannya terhadap sumbu kristalnya. Belahan merupakan sifat fisik yang tetap pada satu jenis mineral yang menunjukkan sifat khas dari struktur atom di dalamnya.
• Pecahan
Pecahan atau fracture adalah kecenderungan dari suatu mineral untuk pecah dengan cara tertentu yang tidak dikontrol oleh struktur atom seperti halnya belahan. Jenis-jenis pecahan yang khas antara lain pecahan seperti gelas (subconchoidal fracture) pada kuarsa, pecahan memotong pada olivin, ortopiroksen dan nefelin.
• Indeks Bias dan Relief
Relief adalah ekspresi dari cahaya yang keluar dari suatu media kemudian masuk ke dalam media yang lain yang mempunyai harga indeks bias yang berbeda, sehingga cahaya tersebut mengalami pembiasan pada batas kontak kedua media tersebut. Semakin besar perbedaan harga indeks bias antara kedua media, maka semakin jelas bidang batas antara keduanya. Sebaliknya semakin kecil perbedaan harga indeks bias, maka kenampakan bidang batas antar mineral akan semakin kabur. Untuk mempermudah pengamatan relief di bawah ortoskop, maka sayatan mineral/batuan dilekatkan pada kaca dengan menggunakan media balsam kanada yang mempunyai relief nol (sebagai standar) dengan n = 1.537.
Dalam pengamatan dan penilaian relief mineral secara relatif, maka harga relief mineral harus dibandingkan dengan relief standar balsam kanada (n = 1.537) atau relief kuarsa (n = 1.544). setiap mineral yang mempunyai indeks bias kurang dari relief standar disebut memiliki relief negatif, sedangkan mineral yang memiliki indeks bias lebih besar dari standar disebut memiliki relief positif. Cara untuk membedakan jenis relief adalah dengan menggunakan metode garis Becke. Selain penilaian relief positif/negatif, harga relief suatu mineral juga dinilai berdasar tingkatan perbedaan harga indeks bias dengan n standar. Setiap mineral yang mempunyai n relatif dekat dengan n standar yaitu antara 1.545 – 1.599 maka disebut memiliki relief positif rendah.
• Warna dan pleokroisme
Warna yang tampak pada mikroskop polarisasi adalah warna yang dihasilkan oleh oleh sifat cahaya yang bergetar searah dengan arah polarisator. Pada mineral yang bersifat isotropik hanya terdapat satu warna saja yang tidak berubah sama sekali walaupun meja objek diputar, sedangkan pada mineral yang bersifat anisotropik, dapat terjadi dua atau tiga warna yang berbeda tergantung pada arah sayatan mana yang diamati.
Seluruh mineral yang menampakkan lebih dari satu warna disebut pleokroik, yang dicirikan oleh dua warna disebut dikroik, dan tiga warna disebut trikroik. Dengan demikian mineral yang isotropik selalu tidak mempunyai pleokroisme, mineral anisotropik sumbu satu akan memiliki pleokroisme dikroik (apabila disayat tidak tegak lurus sumbu optik) dan tanpa pleokroisme (apabila disayat tegak lurus sumbu optik), dan mineral anisotropik sumbu dua akan bersifat trikroik, dikroik, maupun tanpa pleokroisme, tergantung sudut sayatannya.
2.4. Pengamatan Mikroskopik dengan Nikol Bersilang
Dengan ortoskop nikol bersilang dapat dipelajari sifat – sifat optik hasil dari semua kejadian pada cahaya selama perjalanannya, pertama – tama melalui polarisator kemudia melalui peraga dan akhirnya melalui analisator. ). Sifat yang dapat diamati adalah sifat optik yang berhubungan dengan kedudukan dan jumlah sumbu optik. Sifat optik yang diamati antara lain warna interferensi, gelapan dan kedudukan gelapan serta kembaran.
• Warna Interferensi
Warna interferensi adalah sifat optik yang sangat penting, namun penjelasannya cukup rumit, sehingga kita harus memahami konsep dasarnya secara bertahap.
Pada posisi sumbu sinar sembarang terhadap arah getar polarisator inilah, komponen sinar lambat dan cepat tidak diserap oleh analisator, sehingga dapat diteruskan hingga mata pengamat. Karena perbedaan kecepatan rambat sinar cepat dan lambat inilah, maka terjadi yang disebut sebagai beda fase atau retardasi. Semakin besar selisih indeks bias, semakin besar beda fase/retardasinya.
Warna interferensi dapat ditentukan dengan memutar meja objek yang terdapat sayatan mineral hingga diperoleh terang maksimal. Warna terang tersebut dicocokkan dengan tabel interferensi Michel – Levy Chart.
• Tanda rentang optik
Tanda rentang optik adalah istilah untuk menunjukkan hubungan antara sumbu kristalografi (terutama arah memanjangnya kristal) dengan sumbu sinar cepat (x) dan lambat (z).
Tujuannya adalah menentukan sumbu sinar mana (x atau z) yang kedudukannya berimpit atau dekat (menyudut lancip) dengan sumbu panjang kristal. Dengan demikian, TRO hanya dimiliki oleh mineral yang memiliki belahan satu arah atau arah memanjangnya mineral (sumbu c). Jenis tanda rentang optik yaitu :
- Length slow (+) = sumbu c berimpit /menyudut lancip dengan arah getar sinar lambat (sumbu z). Keadaan ini dinamakan addisi yaitu penambahan orde warna interferensi pada saat kompensator digunakan.
- Length fast (-) = sumbu c berimpit/menyudut lancip dengan arah getar sinar cepat (sumbu x). Keadaan ini dinamakan substraksi yaitu pengurangan orde warna interferensi pada saat kompensator digunakan.
o Kembaran
Selama pertumbuhan kristal atau pada kondisi tekanan dan temperatur tinggi, dua atau lebih kristal intergrown dapat terbentuk secara simetri. Simetri intergrown inilah yang dikenal sebagai kembaran.
Kembaran hanya dapat diamati pada nikol bersilang karena kedudukan kisi pada dua lembar kembaran yang berdampingan saling berlawanan, sehingga kedudukan gelapan dan warna interferensi maksimalnya berlainan. Secara genesa, kembaran dapat terbentuk dalam tiga proses yang berbeda yaitu kembaran tumbuh, transformasi, dan deformasi
1. Kembaran tumbuh/Growth Twins
Kembaran ini terbentuk bersamaan pada saat kristalisasi atau pertumbuhan kristal, di mana dua unit kristal berbagi dan tumbuh dari satu kisi yang sama dengan orientasi berlawananJenis kembaran ini terbagi atas kembaran kontak dan kembaran penetrasi. Contoh jenis kembaran ini adalah kembaran carlsbad pada ortoklas dan kembaran albit pada plagioklas.
2. Kembaran transformasi
Kembaran ini dapat terjadi karena kristal mengalami transformasi karena perubahan P dan T terutama karena perubahan T. Hal ini hanya dapat terjadi pada kristal yang mempunyai struktur dan simetri yang berbeda pada kondisi P dan T yang berbeda. Pada saat P&T berubah, bagian tertentu dari kristal ada yang stabil ada yang mengalami perubahan orientasi kisi, sehingga terjadi perbedaan orientasi pada bagian berbeda dari kristal. Contoh: kembaran dauphin dan kembaran brazil pada kuarsa terbentuk karena penurunan T. Contoh lain adalah kembaran periklin yang terjadi pada saat sanidin (monoklin, high T) berubah menjadi mikroklin (triklin, low T).
3. Kembaran Deformasi/Deformation Twins
Kembaran ini terjadi setelah kristalisasi, pada saat kristal telah padat. Karena deformasi (perubahan P) atom pada kristal dapat terdorong dari posisi semula. Apabila perubahan posisi ini terjadi pada susunan yang simetri, akan menghasilkan kembaran. Contoh kembaran jenis ini adalah polisintetik pada kalsit.
• Gelapan dan kedudukan gelapan
Pada pengamatan nikol bersilang, gelapan (keadaan di mana mineral gelap maksimal) dapat terjadi karena tidak ada cahaya yang diteruskan oleh analisator hingga mata pengamat. Pada zat anisotropik syarat terjadinya gelapan adalah kedudukan sumbu sinar berimpit dengan arah getar polarisator dan/atau analisator. Sumbu sinar = sinar cepat (x) dan sinar lambat (z). Sehingga dalam putaran 360o akan ada empat kedudukan gelapan. Sebaliknya kedudukan terang maksimal (warna interferensi maksimal) terjadi pada saat sumbu sinar membuat sudut 45o terhadap arah getar PP dan AA.
- Gelapan sejajar/paralel
Kedudukan gelapan di mana sumbu panjang kristal (sumbu c) sejajar dengan arah getar PP dan/atau AA. Sehingga dapat dikatakan sumbu optik berimpit dengan sumbu kristalografi.
- Gelapan miring
Kedudukan gelapan di mana sumbu panjang kristal (sumbu c) menyudut terhadap arah getar PP dan/atau AA. Sehingga dapat dikatakan sumbu optik menyudut terhadap sumbu kristalografi
- Gelapan bergelombang
Terjadi pada mineral yang mengalami tegangan/distorsi sehingga orientasi sebagian kisi kristal mengalami perubahan berangsur, dan kedudukan gelapan masing2 bagian agak berbeda.
- Gelapan bintik/mottled extinction
Umumnya terjadi pada mineral silikat berlapis (mika), hal ini terjadi karena perubahan orientasi kisi kristal secara lokal, sehingga tidak seluruh bagian kristal sumbu sinarnya berorientasi sama.
Pengaturan yang paling penting adalah memusatkan perputaran meja objek/centering, pengaturan arah getaran polarisator sejajar dengan salah satu benang silang, dan pengaturan arah getar analisator agar tegak lurus arah getar polarisator.
Centering penting dilakukan agar pada saat pengamatan dengan menggunakan perputaran meja objek, mineral yang kita amati tetap berada pada medan pandangan (tidak keluar dari medan pandangan).
Pengaturan arah getar polarisator harus dilakukan agar kita tahu persis arah getaran sinar biasa dan luar biasa yang diteruskan oleh polarisator searah dengan salah satu arah benang silang, apakah benang tegak (N-S) atau benang horisontal (E-W), sehingga memudahkan dalam penentuan sifat-sifat optik yang berhubungan dengan sumbu-sumbu kristalografi dan sumbu-sumbu sinarnya.
Pengaturan arah getar analisator harus dilakukan agar benar-benar tegak lurus arah getar polarisator, caranya adalah dengan memasang kedua bagian tanpa menggunakan peraga. Apabila arah getar kedua nikol sudah saling tegak lurus (membentuk sudut 90o) maka yang teramati pada okuler adalah keadaan gelap sama sekali karena cahaya yang tadinya terpilih oleh polarisator sehingga hanya yang bergetar pada satu arah saja kemudian terserap oleh analisator seluruhnya. Dengan demikian apabila kenampakannya belum gelap sama sekali, berarti kedudukan analisator belum tegak lurus polarisator dan harus memutar analisator hingga kedudukan gelap maksimum.
2.3 Pengamatan Mikroskopik dengan Ortoskop tanpa Nikol
Pengamatan mikroskop polarisasi tanpa nikol dalam praktek diartikan bahwa analisator tidak dipergunakan (berarti analisator dikeluarkan dari jalan cahaya di dalam tubus mikroskop,atau arah analisator diputar sampai sejajar dengan arah polarisator), sedang polarisator tetap dipasang pada tempatnya dengan arah getarannya sejajar dengan salah satu benang silang. Sifat-sifat optik yang dapat diamati dengan ortoskop tanpa nikol dibagi menjadi dua golongan sbb:
a. Sifat-sifat optik yang mempunyai hubungan tertentu dengan sumbu-sumbu kristalografi yaitu yang sejajar atau yang menyudut tertentu, misalnya: bentuk, belahan, dan pecahan. Semua sifat tersebut juga dapat diamati baik dengan mikroskop binokular yang tidak memakai cahaya yang terpolarisir, maupun pada contoh setangan dengan mata biasa.
b. Sifat optik yang mempunyai hubungan erat dengan sumbu-sumbu sinar/sumbu optik pada kristal yaitu misal: index bias, relief, warna, dan pleokroisme. Perlu diperhatikan bahwa kejadian-kejadian dari sifat-sifat tersebut yang nampak di bawah ortoskop pada posisi meja objek tertentu adalah kejadian dari sinar atau komponen sinar yang pada posisi tersebut bergetar searah dengan polarisator. Sifat-sifat ini harus diamati dengan cahaya terpolarisir.
Sifat lain yang dapat diamati pada pengamatan dengan mikroskop polarisasi tanpa nikol adalah ketembusan cahaya, kungkungan / inklusi dan ukuran mineral. Ketiga sifat ini juga dapat diamati dengan cahaya yang tidak terpolarisasi.
• Ketembusan Cahaya
Berdasar atas sifatnya terhadap cahaya, mineral dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
mineral yang tembus cahaya ( transparent )
mineral tidak tembus cahaya sering disebut mineral opak atau mineral kedap cahaya.
Di bawah ortoskop semua mineral kedap cahaya tampak sebagai butiran yang gelap/hitam, baik yang diamati di dalam sayatan dengan menggunakan cahaya maksimal maupun yang biasa. Di bawah ortoskop semua mineral kedap cahaya tampak sebagai butiran yang gelap/hitam. Mineral – mineral sejenis ini harus dipelajari lebih lanjut dengan mikroskop pantulan.
Mineral tembus cahaya dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu mineral isotropik dan mineral anisotropic. Kedua golongan mineral teresbut hanya dapat diketahui secara pasti pada pengamatan dengan ortoskop nikol bersilang, walaupun pada pengamatan dengan ortoskop tanpa nikol akan berbeda juga kenampakannya. Zat yang isotropik mempunyai satu harga indeks bias saja, karena sinar yang berjalan ke segala arah memiliki kecepatan yang sama, maka semua sifat optik yang berhubungan dengan lintasan cahaya yang menembus kristal akan sama pada setiap arah. Demikian dengan mineral yang isotropik, walaupun meja objek diputar 360o, tetap tidak mengalami perubahan sifat. Sebaliknya mineral yang anisotropik dengan pemutaran meja objek akan memperlihatkan perubahan sifat optik.
• Inklusi
Pada kristal tertentu, selama proses kristalisasi sebagian material asing yang terkumpul pada permukaan pertumbuhannya (growing surface) akan terperangkap dalam kristal, dan seterusnya merupakan bagian dari kristal tersebut. Material tersebut dapat berupa kristal yang lebih kecil dari mineral yang berbeda jenisnya, atau berupa kotoran – kotoran ( impurities) pada magma, dapat juga sebagian dari magma yang masih berupa cair atau dalam keadaan gas. Kungkungan – kungkungan tersebut dapat dikenali di bawah mikroskop tanpa nikol apabila terdapat perbedaan antara bahan inklusi dengan kristal yang mengungkungnya, misalnya pada sifat ketembusan cahayanya, relief dan warnanya. Bidang batas antara inklusi dengan mineral yang mengungkungnya dapat bersifat seperti bidang batas kristal biasa.
• Ukuran mineral
Ukuran mineral dapat dinyatakan secara absolut dalam mm atau cm dan sebagainya. Pengukuran lebar dan panjang atau diameter mineral dapat dilakukan dengan bantuan lensa okuler yang berskala.
• Bentuk mineral
Pengamatan bentuk mineral dilakukan dengan melihat atau mengamati bidang batas/garis batas mineral tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah kristal tumbuh secara bebas di dalam media cair atau gas, ataukah pertumbuhan tersebut terhalang oleh butir-butir mineral yang tumbuh di sekitarnya, hal ini akan memberikan kenampakan bidang batas yang relatif berbeda.
- Apabila kristal tersebut dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri secara keseluruhan maka kristal disebut mempunyai bentuk euhedral (gambar a).
- Apabila kristal tersebut dibatasi oleh hanya sebagian bidang kristalnya sendiri maka kristal disebut mempunyai bentuk subhedral (gambar b).
- Apabila kristal tersebut tidak dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri secara keseluruhan maka kristal disebut mempunyai bentuk anhedral (gambar c).
Parameter lain untuk menyatakan bentuk adalah jumlah dan perbandingan panjang bidang-bidang batas kristal, terutama untuk kristal-kristal yang euhedral. Istilah yang sering digunakan antara lain: prismatik, tabular, granular, lathlike, fibrous, foliated, radiated, dan sebagainya. Untuk kristal yang dalam pertumbuhannya terhalang oleh kristal yang lain atau juga terhalang magma yang kental, sering menghasilkan bentuk “incipient crystals”.
• Belahan
Belahan dalam sayatan mineral bisa terlihat dalam bentuk garis-garis yang teratur sepanjang bidang belahannya, di mana kenampakannya bisa sangat baik, baik, buruk atau tidak ada. Dalam hal tertentu sebaiknya orientasi belahan inii ditentukan kedudukannya terhadap sumbu kristalnya. Belahan merupakan sifat fisik yang tetap pada satu jenis mineral yang menunjukkan sifat khas dari struktur atom di dalamnya.
• Pecahan
Pecahan atau fracture adalah kecenderungan dari suatu mineral untuk pecah dengan cara tertentu yang tidak dikontrol oleh struktur atom seperti halnya belahan. Jenis-jenis pecahan yang khas antara lain pecahan seperti gelas (subconchoidal fracture) pada kuarsa, pecahan memotong pada olivin, ortopiroksen dan nefelin.
• Indeks Bias dan Relief
Relief adalah ekspresi dari cahaya yang keluar dari suatu media kemudian masuk ke dalam media yang lain yang mempunyai harga indeks bias yang berbeda, sehingga cahaya tersebut mengalami pembiasan pada batas kontak kedua media tersebut. Semakin besar perbedaan harga indeks bias antara kedua media, maka semakin jelas bidang batas antara keduanya. Sebaliknya semakin kecil perbedaan harga indeks bias, maka kenampakan bidang batas antar mineral akan semakin kabur. Untuk mempermudah pengamatan relief di bawah ortoskop, maka sayatan mineral/batuan dilekatkan pada kaca dengan menggunakan media balsam kanada yang mempunyai relief nol (sebagai standar) dengan n = 1.537.
Dalam pengamatan dan penilaian relief mineral secara relatif, maka harga relief mineral harus dibandingkan dengan relief standar balsam kanada (n = 1.537) atau relief kuarsa (n = 1.544). setiap mineral yang mempunyai indeks bias kurang dari relief standar disebut memiliki relief negatif, sedangkan mineral yang memiliki indeks bias lebih besar dari standar disebut memiliki relief positif. Cara untuk membedakan jenis relief adalah dengan menggunakan metode garis Becke. Selain penilaian relief positif/negatif, harga relief suatu mineral juga dinilai berdasar tingkatan perbedaan harga indeks bias dengan n standar. Setiap mineral yang mempunyai n relatif dekat dengan n standar yaitu antara 1.545 – 1.599 maka disebut memiliki relief positif rendah.
• Warna dan pleokroisme
Warna yang tampak pada mikroskop polarisasi adalah warna yang dihasilkan oleh oleh sifat cahaya yang bergetar searah dengan arah polarisator. Pada mineral yang bersifat isotropik hanya terdapat satu warna saja yang tidak berubah sama sekali walaupun meja objek diputar, sedangkan pada mineral yang bersifat anisotropik, dapat terjadi dua atau tiga warna yang berbeda tergantung pada arah sayatan mana yang diamati.
Seluruh mineral yang menampakkan lebih dari satu warna disebut pleokroik, yang dicirikan oleh dua warna disebut dikroik, dan tiga warna disebut trikroik. Dengan demikian mineral yang isotropik selalu tidak mempunyai pleokroisme, mineral anisotropik sumbu satu akan memiliki pleokroisme dikroik (apabila disayat tidak tegak lurus sumbu optik) dan tanpa pleokroisme (apabila disayat tegak lurus sumbu optik), dan mineral anisotropik sumbu dua akan bersifat trikroik, dikroik, maupun tanpa pleokroisme, tergantung sudut sayatannya.
2.4. Pengamatan Mikroskopik dengan Nikol Bersilang
Dengan ortoskop nikol bersilang dapat dipelajari sifat – sifat optik hasil dari semua kejadian pada cahaya selama perjalanannya, pertama – tama melalui polarisator kemudia melalui peraga dan akhirnya melalui analisator. ). Sifat yang dapat diamati adalah sifat optik yang berhubungan dengan kedudukan dan jumlah sumbu optik. Sifat optik yang diamati antara lain warna interferensi, gelapan dan kedudukan gelapan serta kembaran.
• Warna Interferensi
Warna interferensi adalah sifat optik yang sangat penting, namun penjelasannya cukup rumit, sehingga kita harus memahami konsep dasarnya secara bertahap.
Pada posisi sumbu sinar sembarang terhadap arah getar polarisator inilah, komponen sinar lambat dan cepat tidak diserap oleh analisator, sehingga dapat diteruskan hingga mata pengamat. Karena perbedaan kecepatan rambat sinar cepat dan lambat inilah, maka terjadi yang disebut sebagai beda fase atau retardasi. Semakin besar selisih indeks bias, semakin besar beda fase/retardasinya.
Warna interferensi dapat ditentukan dengan memutar meja objek yang terdapat sayatan mineral hingga diperoleh terang maksimal. Warna terang tersebut dicocokkan dengan tabel interferensi Michel – Levy Chart.
• Tanda rentang optik
Tanda rentang optik adalah istilah untuk menunjukkan hubungan antara sumbu kristalografi (terutama arah memanjangnya kristal) dengan sumbu sinar cepat (x) dan lambat (z).
Tujuannya adalah menentukan sumbu sinar mana (x atau z) yang kedudukannya berimpit atau dekat (menyudut lancip) dengan sumbu panjang kristal. Dengan demikian, TRO hanya dimiliki oleh mineral yang memiliki belahan satu arah atau arah memanjangnya mineral (sumbu c). Jenis tanda rentang optik yaitu :
- Length slow (+) = sumbu c berimpit /menyudut lancip dengan arah getar sinar lambat (sumbu z). Keadaan ini dinamakan addisi yaitu penambahan orde warna interferensi pada saat kompensator digunakan.
- Length fast (-) = sumbu c berimpit/menyudut lancip dengan arah getar sinar cepat (sumbu x). Keadaan ini dinamakan substraksi yaitu pengurangan orde warna interferensi pada saat kompensator digunakan.
o Kembaran
Selama pertumbuhan kristal atau pada kondisi tekanan dan temperatur tinggi, dua atau lebih kristal intergrown dapat terbentuk secara simetri. Simetri intergrown inilah yang dikenal sebagai kembaran.
Kembaran hanya dapat diamati pada nikol bersilang karena kedudukan kisi pada dua lembar kembaran yang berdampingan saling berlawanan, sehingga kedudukan gelapan dan warna interferensi maksimalnya berlainan. Secara genesa, kembaran dapat terbentuk dalam tiga proses yang berbeda yaitu kembaran tumbuh, transformasi, dan deformasi
1. Kembaran tumbuh/Growth Twins
Kembaran ini terbentuk bersamaan pada saat kristalisasi atau pertumbuhan kristal, di mana dua unit kristal berbagi dan tumbuh dari satu kisi yang sama dengan orientasi berlawananJenis kembaran ini terbagi atas kembaran kontak dan kembaran penetrasi. Contoh jenis kembaran ini adalah kembaran carlsbad pada ortoklas dan kembaran albit pada plagioklas.
2. Kembaran transformasi
Kembaran ini dapat terjadi karena kristal mengalami transformasi karena perubahan P dan T terutama karena perubahan T. Hal ini hanya dapat terjadi pada kristal yang mempunyai struktur dan simetri yang berbeda pada kondisi P dan T yang berbeda. Pada saat P&T berubah, bagian tertentu dari kristal ada yang stabil ada yang mengalami perubahan orientasi kisi, sehingga terjadi perbedaan orientasi pada bagian berbeda dari kristal. Contoh: kembaran dauphin dan kembaran brazil pada kuarsa terbentuk karena penurunan T. Contoh lain adalah kembaran periklin yang terjadi pada saat sanidin (monoklin, high T) berubah menjadi mikroklin (triklin, low T).
3. Kembaran Deformasi/Deformation Twins
Kembaran ini terjadi setelah kristalisasi, pada saat kristal telah padat. Karena deformasi (perubahan P) atom pada kristal dapat terdorong dari posisi semula. Apabila perubahan posisi ini terjadi pada susunan yang simetri, akan menghasilkan kembaran. Contoh kembaran jenis ini adalah polisintetik pada kalsit.
• Gelapan dan kedudukan gelapan
Pada pengamatan nikol bersilang, gelapan (keadaan di mana mineral gelap maksimal) dapat terjadi karena tidak ada cahaya yang diteruskan oleh analisator hingga mata pengamat. Pada zat anisotropik syarat terjadinya gelapan adalah kedudukan sumbu sinar berimpit dengan arah getar polarisator dan/atau analisator. Sumbu sinar = sinar cepat (x) dan sinar lambat (z). Sehingga dalam putaran 360o akan ada empat kedudukan gelapan. Sebaliknya kedudukan terang maksimal (warna interferensi maksimal) terjadi pada saat sumbu sinar membuat sudut 45o terhadap arah getar PP dan AA.
- Gelapan sejajar/paralel
Kedudukan gelapan di mana sumbu panjang kristal (sumbu c) sejajar dengan arah getar PP dan/atau AA. Sehingga dapat dikatakan sumbu optik berimpit dengan sumbu kristalografi.
- Gelapan miring
Kedudukan gelapan di mana sumbu panjang kristal (sumbu c) menyudut terhadap arah getar PP dan/atau AA. Sehingga dapat dikatakan sumbu optik menyudut terhadap sumbu kristalografi
- Gelapan bergelombang
Terjadi pada mineral yang mengalami tegangan/distorsi sehingga orientasi sebagian kisi kristal mengalami perubahan berangsur, dan kedudukan gelapan masing2 bagian agak berbeda.
- Gelapan bintik/mottled extinction
Umumnya terjadi pada mineral silikat berlapis (mika), hal ini terjadi karena perubahan orientasi kisi kristal secara lokal, sehingga tidak seluruh bagian kristal sumbu sinarnya berorientasi sama.
Langganan:
Postingan (Atom)